Share

Bab 7 Orang Asing

Aluna melipat kertas putih yang ada di tangannya. Lima point yang menyambut kedatangan di Rumah megah ini. Kamar yang terlalu besar jika ia tempati sendiri. Tetapi apa daya, Aluna harus tidur sendiri di sini. "Sendiri lagi, sepertinya aku memang diciptakan untuk selalu sendiri," batin Aluna, melipat kecil kertas dan di simpan dalam kotak cincin.

Aluna melangkah untuk duduk depan cermin. Melepas kaca mata yang ia gunakan, membebaskan rambut dari pengikatnya, di biarkan lurus terurai. Mata terpejam, merasakan hembusan angin menusuk tubuh. Ia ingin sejenak tidak melihat dunia. Sungguh miris goresan takdir, belum cukup sehari ia menjadi seorang istri, sudah di kagetkan dengan peraturan nikah yang di buat oleh Zolan.

"Selalu sendiri, dari kecil aku sudah sendiri! Ibu sibuk bekerja untuk membiayaiku. Hingga aku tidak bisa sepenuhnya mendapat kasih sayang Ibu. Aku tidak marah, Ibu melakukannya demi membuatku bahagia dengan hidup berkecukupan. Tetapi sebagai anak, aku juga butuh kasih sayang!" Aluna bermonolog di depan cermin

Aluna bukan terlahir sebagai orang kaya. Ayahnya pergi meninggalkan, saat ia masih dalam kandungan. Membuat ibunya bekerja seorang diri untuk membesarkannya. Aluna tidak pernah bertanya tentang ayah. Ia rasa itu hanya akan membuatnya sedih. Mengingat semua, pandangan Aluna mulai kabur, di halangi oleh air yang sebentar lagi akan jatuh.

"Mengapa ini harus terjadi padaku?" lirih Aluna. Tak sadar, air mata mulai berjatuhan. Mereka berlomba keluar dari kelopak mata. Makin deras, di susul dada yang terasa sakit, menangis tanpa terdengar orang lain.

Aluna tahu ruangan ini kedap suara. Ia bisa saja berteriak sekeras-kerasnya meluapkan rasa. Tetapi itu tidak mungkin. Ia menggigit tangan, agar mengurangi perih di dada, tangannya bahkan tidak merasakan sakit dari gigitan.

Di sebuah kamar berbeda, Zolan sedang berbaring dan menatap kosong langit-langit.

"Aku tidak ingin menyakitimu terlalu jauh, Aluna. Aku sengaja membuat aturan pernikahan tanpa menunggu persetujuanmu. Aku tahu pernikahan ini tidak kita inginkan, semuanya karena keinginan orang tua. Aku tidak mau jika kita terlalu dekat, kamu akan jatuh cinta kepadaku. Menghindar dari awal, aku rasa lebih baik. Maafkan aku Aluna, tidak ada niat sedikit pun untuk menyakitimu. Aku hanya mencintainya dan akan terus menunggunya," lirih Zolan, "kita akan tetap mejadi orang asing, Aluna," lanjutnya.

***

Waktu menunjukan pukul tujuh malam, Aluna keluar dari kamar dan menuruni tangga. Ia tidak bisa berdiam terus dalam kamar. Dari kejauhan ia mencium aroma masakan. Aluna mengikuti arah aroma, ada empat orang asisten rumah tangga sedang memasak.

"Aku tidak mengerti dengan selera orang kaya. Mengapa harus sebanyak ini, asisten yang memasak hidangan untuk di makan oleh satu orang? Rumah ini terlalu besar dan hanya di penuhi oleh asisten rumah. Sedangkan tuannya hanya dua orang, Pak Marfel dan Zolan," batin Aluna.

Aluna mendekati mereka, "Lagi masak apa?" bertanya ke salah satu asisten.

Mereka menoleh dan kaget, "ehhh, Non Aluna! Kenapa datang kesini?" ujarnya panik.

"Tidak apa-apa! Aku hanya ingin membantu. Ada yang bisa aku bantu?" tutur Aluna ramah, sambil tersenyum kepada mereka.

"Tidak usah, Non! Nanti Tuan Besar dan Tuan Muda marah, kalau tahu Non Aluna ke dapur!" jawab dua asisten bergantian.

"Kalau begitu jangan ada yang memberi tahu!" Aluna tersenyum dan mengambil pisau. Ia mulai membantu mereka.

Situasi yang awalnya memasak sambil bersenda gurau, kini hening. Mereka takut kepada Aluna. Selesai masak, Aluna pun makan bersama semua asisten rumah, di meja yang sudah disediakan untuk asisten. Sedangkan Zolan, ia meminta agar makananya dibawakan ke kamar.

"Apakah Zolan sering seperti ini, Bi?" tanya Aluna ke salah satu asisten yang ada di sampingnya.

"Jarang Non, biasanya Tuan Muda makan di meja bersama Tuan Besar. Diantarkan, jika Tuan sedang sibuk atau sakit. Terkadang ia meminta makanan di bawa ke ruang kerja yang ada di sebelah kamarnya."

"Non Aluna, yang sabar yahh! Tuan muda sebenarnya orang yang baik. Tadi kami semua kaget ketika di minta membersihkan salah satu kamar untuk Non," tuturnya lembut, sambil memandang Aluna.

Mengangguk dan tersenyum, Aluna mendengarnya, "mungkin semua asiten di rumah ini sudah tahu apa yang terjadi antara aku dan Zolan. Tetapi mereka memilih diam, takut di pecat oleh tuannya," batin Aluna, "yakinlah Aluna, dia adalah jodoh yang sudah dipilihkan Tuhan untukmu," lanjutnya.

Ray Puspa

Terimakasih untuk kalian yang terus mengikuti novel Luka Cinta Aluna, jangan lupa vote yaaa

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status