Share

Bab 3

Penulis: Cinta94
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-08 12:06:59

"Hai nona, butuh supir untuk antar pulang?" Tanya seorang pria yang sudah berdiri disamping Alana.

Alana menolehkan kepalanya melihat si pemilik suara, namun wanita ini sama sekali tidak terkejut, nampaknya dia sudah mengetahui siapa pemilik suara ini.

"Dengan senang hati tuan Ezra!" Jawabnya.

Saat ini Alana tengah berada di halte bus dekat kantornya. Dia sedang menunggu bus untuk mengantarkannya pulang.

Ezra mengembuskan nafasnya kasar, dia merasa kesal karena tidak bisa mengejutkan sahabatnya ini.

"Ayolah, Al, susah sekali membuatmu terkejut" protesnya.

Alana hanya tersenyum manis mendengarnya. Bagaimana tidak kesal, setiap kali Ezra ingin membuat kejutan untuk Alana, wanita itu akan selalu mengetahuinya. Hanya dari suara Ezra saja Alana sudah bisa mengenalinya.

"Lain kali aku akan berpura-pura terkejut, tuan" candanya.

"Ah, sudahlah. Ayo, masuk mobil" ajak Ezra.

Tanpa basa basi Alana segera berjalan dan membuka pintu mobil, dia pun segera masuk ke dalam disusul oleh Ezra.

Mobil hitam milik Ezra pun sudah melaju membelah jalanan ibukota yang sudah ramai, karena ini jamnya para pekerja kantoran pulang. Jadi, tidak heran jika di jam-jam ini jalanan akan ramai dan membuat kemacetan yang amat panjang.

"Habis shooting di dekat sini?" Tanya Alana.

"Sebenarnya hari ini aku break shooting" jawab Ezra.

"Lalu?"

"Tadi aku ke toko bunga Ayra, aku kira kamu di sana, tapi Ayra bilang kamu sudah bekerja jadilah aku kesini sekalian jemput kamu, lumayan kan irit ongkos" jawab Ezra.

"Tapi, kenapa kamu tidak bercerita jika sudah diterima di Cullen?" Sambung Ezra yang kembali protes karena Alana tak menceritakan perihal dirinya sudah bekerja.

"Aku sudah mengirimkan pesan dan tak mendapatkan balasan, aku pikir kamu sedang sibuk shooting" jawabnya.

Memang benar Alana mengirimkan pesan singkat melalui aplikasi w******p pada sahabatnya itu, tapi tak ada balasan apapun dan pesan yang Alana kirim sudah dibaca.

Ezra mengkerutkan keningnya merasa bingung, karena dia merasa tidak membaca pesan dari Alana dan tidak ada pesan masuk darinya pula.

"Kapan kamu kirim pesan?" Tanyanya yang merasa bingung.

"Em, dua hari lalu tepat dimana aku diterima bekerja. Jangan bilang kamu tidak membaca pesanku, karena pesan yang aku kirim sudah terbaca"

Dan Ezra pun menggelengkan kepalanya. "Biar nanti aku tanya pada managerku" kata Ezra, dia pun merasa penasaran siapa yang membuka pesan di ponselnya, sangat tidak sopan.

"Aku ingin mengajakmu makan malam, untuk merayakan diterimanya Alana Zahira Malik di Cullen Corp" serunya.

"Ok, dan Ezra Horace yang akan mentraktir makan malam ini" sambung Alana dengan tawanya.

"Everthing for you!" Ucap Ezra seraya tersenyum.

Tepat pukul 20.30 Alana baru saja tiba di rumah, cukup lama dia menghabiskan waktu bersama Ezra tadi.

"Thank's ya, Zra. Hati-hati di jalan" kata Alana ketika dia sudah keluar dari mobil.

Ezra mengacungkan ibu jarinya, mobil Ezra pun melaju meniggalkan rumah mewah Alana seraya menutup jendela mobil.

"Malam nona Alana" sapa security seraya membukakan pagar.

"Malam pak" jawabnya ramah.

Alana tidak pernah membedakan antara dirinya dengan para pekerja di rumah ini.

"Anak gadis baru sampai rumah jam segini, apa-apaan!" Omel Erika ketika Alana baru saja membuka pintu.

Alana terdiam melihat ternyata sang ibu sedang terduduk di atas sofa ruang tamu.

"Em, Alana habis makan malam sama Ezra, Bu" jawabnya benar.

"Saya tidak peduli kamu keluar dengan siapa, pria mana, yang harus kamu ingat jangan sampai membuat nama saya jelek di mata orang-orang hanya karena ulah kamu!" Lanjut Erika.

Alana menundukkan kepalanya dengan kedua mata yang terpejam, embusan nafas lelah pun dia keluarkan.

"Alana tidak akan membuat nama Ibu jelek di mata siapa pun, Bu" ucapnya.

Erika beranjak dari duduknya seraya menatap Alana, lalu berjalan mendekatinya.

"Tepati saja janjimu!" Ketusnya lalu berlalu meninggalkan Alana yang masih berdiri mematung di tempatnya.

Menarik nafasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. Alana tidak tahu harus bagaimana lagi agar membuat sang ibu bisa memperhatikan dan melihat dirinya ada di sini. Ntah kapan waktu itu tiba, Alana hanya bisa berusaha dan menunggu.

Pagi hari seperti biasa Alana, Ayra dan Erika akan sarapan bersama, namun kehangatan di meja makan hanya Ayra yang merasakan tidak dengan Alana.

Erika akan menanyakan apa yang ingin Ayra makan untuk sarapan dan Alana hanya bisa menyaksikan itu sebagai rasa iri. Tapi beruntungnya Alana memiliki kakak yang sangat peka dan perhatian padanya.

Ayra akan menanyakan hal yang Erika tanyakan padanya kembali pada Alana, sehingga sang adik merasakan hal yang sama dengannya, meskipun memang beda rasanya.

"Bu, untuk tender yang akan datang dengan Cullen, kenapa Ibu tidak meminta bantuan Alana untuk mendapatkannya" ucap Ayra membuat seketika Erika menatap tajam Alana.

"Maksudnya Ayra" lanjutnya seraya menatap wajah sang ibu lalu beralih pada Alana seraya menepuk punggung tangan adiknya itu, "Alana kan pasti tahu poin apa saja menjadi hal terpenting untuk mendapatkan perhatian dari Cullen. Jadi, ibu bisa menambahkan poin-poin itu di proposal juga pada acara pertemuan nanti" sambungnya.

Erika pernah membahas perihal tender yang sedang dia kerjakan saat ini di meja makan ini, jadi tak heran jika Ayra mengetahuinya, hanya saja waktu itu bertepatan saat Alana tidak ikut makan bersama mereka jadi hanya dia yang tidak mengetahui soal hal ini.

"Proyek besar yang akan Cullen Corp kerjakan bulan besok?" Tanya Alana dan diangguki oleh Ayra tentunya.

"Ya dan perusahaan ibu ikut dalam merebutkan tender ini. Kamu bisa kan, bertanya tentang hal ini?"

"Tidak perlu melibatkan siapapun dalam tender ini. Ibu masih bisa melakukannya sendiri, ibu bisa memenangkannya sendiri tanpa bantuan siapapun" sahutnya tegas.

"Tapi, Bu" sela Ayra.

"Stop Ayra!" Ucapnya seraya menatap tajam sang putri.

"Jangan pernah membahas masalah ini lagi dan satu hal lagi, ibu tidak membutuhkan bantuan dari siapapun, kamu mengerti!" Tegasnya menekankan setiap kata dengan tatapan tajamnya.

Erika beranjak dari duduknya meninggalkan ruang makan tanpa berpamitan.

Ayra tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya bisa menghelakan nafasnya lemas. Menatap wajah sang adik yang terlihat tegar seperti biasanya. Niat Ayra adalah agar sang ibu bisa sedikit meluluh dan bisa lebih banyak berbincang dengan Alana, bertukar pikiran dengannya. Tetapi niat baik Ayra justru membuat hati Alana semakin sakit karena ucapan sang ibu yang pedas tadi.

"Maafkan kakak, kakak tidak bermaksud untuk membuat ibu semakin kesal padamu, Al" ucap sendu Ayra yang merasa bersalah.

Alana tersenyum tipis. "Aku tahu, Kak. Lain kali tidak perlu memaksakan kehendak ibu, aku tidak mau melihat ibu marah seperti tadi lagi" jawabnya.

Ayra tidak bisa lagi menahan bendungan air matanya, dia pun memeluk tubuh sang adik dengan mata yang terpejam.

"Ibu, sampai kapan ibu seperti ini terus pada Alana, bu" batin Ayra.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Luka Cinta   Bab 33-Sakit Hati

    "Kamu akan sangat terkejut kalau kakak sebutkan namanya?" Alana dengan setia masih terdiam mendengarkan Ayra, dia penasaran sekali dengan nama si pria. Pria mana yang sudah membuat Ayra jatuh cinta. "Shayne!! "Kakak jatuh cinta pada Shayne, Al!" Serunya seraya melompat kegirangan. Sungguh tidak bisa dipungkiri rasa bahagianya. Deg.... Namun Alana menampakkan ekspresi yang suliat diartikan. Seketika tubuhnya membeku, otaknya mendadak menghitam, hatinya mencelos begitu saja. Apakah Alana salah dengar, atau Ayra yang salah menyebutkan nama pria. "Kakak jatuh cinta pada Shayne!" Serunya kembali dan itu sudah cukup untuk meyakinkan rungu Alana, bahwa dia tidak salah mendengar. Mendadak sekali kedua matanya berembun, dia lirikan bola matanya kesembarang arah, agar cairan yang sudah mulai menumpuk di pelupuk matanya tidak meluncur. "Al, kamu kenapa?" Tanya Ayra kala melihat reaksi Alana yang diam saja. Lantas Alana pun tersadar, lalu mencoba menarik kedua sudut bibirnya.

  • Luka Cinta   Bab 32-Jatuh Cinta

    Setelah dari ruangan Shayne, kini Alana kembali berkutat dengan segudang pekerjaannya. Berkas-berkas yang menggunung, serta berbagai laporan yang harus dia kerjakan. Namun sedari tadi pula, temannya ini tak henti hentinya terus bertanya mengenai apa yang terjadi dengan Shayne, kenapa dia bisa begitu berubah. Alana memilih untuk tidak menjawabnya, sungguh Clara mendadak menjadi seorang wartawan, yang terus menerus mengajukan pertanyaan pada Alana. Tanpa terasa waktu pun sudah menunjukkan pukul 17.30, sudah waktunya bagi mereka untuk pulang ke rumah. Alana merenggangkan ototnya terlebih dahulu, dengan mengangkat kedua tangannya ke atas. Setelahnya dia pun merapihkan barang-barangnya di atas meja, memasukkannya ke dalam tas. "Ra, udah beres?" Terlihat Clara tengah memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. "Udah.. ayok!" Keduanya pun melangkahkan kaki menuju lift. Clara tak lagi banyak bertanya, sepertinya wanita itu pun kelelahan efek dari pekerjaannya yang menumpuk tadi.

  • Luka Cinta   Bab 31-Isi Hati Shayne

    "Jadi, seseorang yang anda maksud itu, mereka?" Tanya Shayne pada Ezra. Ezra tersenyum. "Bukan, lebih tepatnya Alana. Dia teman terdekat saya sejak kita kecil" jawab Ezra membuat kobaran api dalam hatinya menyala. "Oh, seperti itu" malasnya. "Apa anda biasa makan bersama karyawan seperti ini?" Heran Ezra, karena seorang CEO jarang sekali mau berbaur dengan karyawannya, di kantin perusahaan lagi. Bukankah bisa saja, pria itu pergi keluar mencari restoran mahal, atau memesan makanan dan menikmatinya di ruangan sendiri. "Saya ingin makan siang bersama kekasih saya" Sontak saja jawaban Shayne membuat Alana tersedak makanannya. Wanita yang tengah anteng menikmati makan siangnya itu pun harus merasakan tenggorokannya memanas dengan matanya yang mengeluarkan air mata, karena tersedak pasta yang sedang dia nikmati. Uhuk.. uhuk.. Refleks Ezra dan Shayne berkata. "Kamu tidak apa-apa?" Keduanya lantas saling memandang satu sama lain. Clara dengan cekatan memberikan minumannya pa

  • Luka Cinta   Bab 30-Cemburu

    "Tim.. hari ini saya akan memperkenalkan kalian dengan seseorang yang akan menjadi bagian dari tim kita. Beliau akan membantuk kita dalam mempromosikan produk terbaru dari Cullen" ucap Loren di hadapan tim Marketing. Mereka lantas bertanya-tanya, siapa yang akan menjadi bagian dari tim mereka. "Apakah kali ini aktor tenama?" Tebak Gladis. Loren sedikit mengangguk. "Untuk menjawab pertanyaan Gladis, saya akan panggilkan seseorang yang akan menjadi bagian dari tim kita dan juga Cullen" "Silakan masuk" seru Loren oada seseorang yang sudah berada di ruangannya. Seorang pria tampan yang menjadi idola banyak kaum hawa pun keluar dari ruangan Loren. Membuat para wanita terpesona, terkecuali Alana, dia merasa terkejut kala melihat seseorang yang dia kenali berada disini. Keningnya berkerut. "Ezra!" Serunya tanpa suara. Sementara Clara, dia sudah merasa kegirangan sendiri, karena idolanya kini menjadi teman satu timnya. "Oh my god!" Ucapnya tak percaya. "Perkenalkan, saya Ez

  • Luka Cinta   Bab 29-Ayra

    "Syukurlah, kondisi kamu sudah membaik" ucap Shayne kala mereka keluar dari ruang dokter yang memeriksa kondisi Ayra. Ya.. mereka baru saja selesai dengan jadwal kontrol Ayra. Sesuai janjinya, dia akan menemani Ayra sebagai bentuk rasa tanggung jawabnya. Ayra hanya tersenyum menaggapinya. Namun dalam hatinya dia merasa sedih, karena kini bearti Shayne tidak akan datang untuk menjenguknya kembali ke rumah. "Terimakasih ya, sudah mau nemenin aku kontrol" "Sama-sama" "Em.. Shayne, apa kamu sibuk hari ini?" Tanyanya pelan. Shayne menggelengkan kepalanya. "Kenapa?" "Bisa kita, makan siang dulu?" Pintanya. Shayne terlihat seolah berpikir, detik selanjutnya dia pun mengangguk. Membuat Ayra tersenyum padanya. Pria itu mengajak Ayra makan di restoran ternama di Ibu Kota. Jangan tanyakan bagaimana kondisi hati Ayra saat ini, dia merasa amat senang sekali, seolah banyak bungan bermekaran disana. Seorang waiters menghampiri meja keduanya, lalu memberikan buku menu untuk merek

  • Luka Cinta   Bab 28-Ata

    "Dia sudah mau membuka suaranya?" Tanya Shayne begitu turun dari mobilnya. Kacamata hitam masih bertengger di hidungnya, tak lupa kedua tangan yang ia selipkan dalam saku celananya. Arlo menganggukkan kepalanya. "Dia ingin bertemu denganmu" Shayne pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam sebuah bangunan yang orang pikir dari luar ini adalah sebuah pabrik. Derap langkah kaki Shayne begitu menggeman Si pria yang berada di dalam pun menegakkan kepalanya, dengan kondisi tangan dan kaki masih terikat. Shayne menatapnya dengan dingin, tak ada belas kasih di dalamnya. "Lo gak sentuh dia kan?" Tanyanya begitu melihat Shayne berada di hadapannya. Shayne mengedikkan bahunya. "Tergantung lo!" Terlihat dadanya naik turun. Dia tidak bisa membiarkan Shayne menyentuh adiknya. "Apa yang akan gue dapetin kalau gue mengatakan semuanya?" "Semua tergantung sama lo!" Lagi-lagi ucapan Shayne membuat pria itu terdiam. "Mario. Pemiliki PT AR, dia yang udah bayar gue buat hancurin lo, buat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status