Share

Bab 6

Author: Cinta94
last update Last Updated: 2025-09-26 20:38:35

Hari ini menjadi hari tersibuk bagi seluruh karyawan Cullen. Mereka tengah mempersiapkan untuk acara besar minggu ini. Tidak ada yang bisa beristirahat apalagi mereka yang menjadi panitia inti acara nanti.

"Gais, saya minta perhatiannya sebentar!" Seru Bu Loren seraya menepukan tangannya.

"Untuk yang tidak masuk dalam panitia inti saya minta kalian siapkan dan fokus pada semua proposal dan minta kepada departemen desain untuk segera mengirimkan desainnya pada kita, agar semuanya bisa selesai tepat waktu. Dan untuk Gladis, Clara dan Alana kalian sebagai panitia acara ikut saya meeting bersama Tuan Harist, sebelum keberangkatannya ke luar kota beliau meminta kita untuk meeting terlebih dahulu. Jadi, siapkan diri kalian karna 30 menit lagi Tuan Harist tiba di perusahaan" ucap Loren.

Alana saling menatap dengan Clara, bagaimana tidak, mereka diberitahu saat 30menit menjelang meeting, sungguh membuat gila sekali rasanya.

"Baik, Bu!" Jawab ketiganya.

"Ok, siapkan apa saja yang harus dibawa untuk meeting dan langsung menuju ruang rapat di lantai 17. Segera!!" Titahnya.

Baik Clara, Alana dan Gladis pun segera mengambil kebutuhan meeting mereka lalu bergegas menuju ruang rapat. Sementara Bu Loren dia akan bersiap bersama para penanggung jawab departemen untuk menyambut Tuan Harist di lobi.

Kedatangan Presiden Direktur disambut dengan hangat oleh para petinggi perusahaan. Mendadak lobi dipenuhi oleh para petinggi-petinggi, biasanya lobi hanya akan terlihat para karyawan yang berlalung lalang kini pemandangan sedikit berbeda. Mereka semua membungkukan badan kala Tuan Harist tiba.

Dengan langkah cepat Harist malanjutkan langkah menuju lift untuk membawanya menuju lantai 17 dimana ruang rapat kali ini berada. Karena rapat kali ini cukup melibatkan banyak orang, maka mereka pun memilih ruang rapat yang cukup luas.

Meeting kali ini memakan waktu cukup panjang, karena ini membicarakan acara besar untuk Cullen sendiri. Banyak sekali perusahaan yang ingin bekerjasama dengan Cullen, karena pengaruh mereka di dunia bisnis sangat disegani, jadi tidak heran jika acara ini sangat dinantikan para perusahaan lain yang sudah mengajukan untuk menjadi bagian dari proyek Cullen ini.

Karena proyek ini besar Cullen akan mengumumkan 4 perusahaan yang akan terlibat langsung dalam pembangunan ini. Maka tidak heran jika mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi bagian dari 4 perusahaan ini.

Sekitar 2 jam meeting berlangsung, kini mereka kembali ke divisi masing-masing, namun sebelumnya mereka akan break lebih dahulu, karena jam makan siang yang sudah terlewatkan.

"Pantry yuk!" Ajak Alana, tampaknya dia merasa pening setelah meeting ini.

Clara mengangguk dengan lemas. "Lo ikut gak?" Tanyanya pada Gladis.

"Kalian aja, gue lapar" sahutnya.

Sesampainya di pantry Alana langsung mengambil 2 cangkir gelas dan membuat kopi untuknya juga Clara. Dia pun segera membawanya di kursi yang tersedia di pantry dan memberikan satu cangkir pada Clara.

"Gila ya, padahal setiap ada event gue gak pernah sepusing ini loh!" Ucap Clara seraya menatap lurus ke depan sana.

"Nikmatin aja siapa tahu setelah event ini selesai bonus kita gede" sahut Alana yang sebenarnya dia pun merasakan hal yang sama, tetapi ini menjadi event pertamanya dan langsung menguras tenaga dan pikiran.

"Semoga saja"

"Meetingnya sudah selesai, mba?" Tanya John yang baru saja tiba.

Alana dan Clara pun melihat bayangan John dari kaca besar di hadapan mereka.

"Sudah dan sepertinya kita membutuhkan soto andalan mas John deh ini" ucap Clara.

Alana pun lantas menolehkan kepalanya menatap langsung pada John.

"Benar, boleh minta tolong mas John" kata Alana.

Dengan senang hati John akan membelikan apa pun itu untuk Alana, ntah sejak kapan John mulai memiliki perasaan ini untuk Alana.

"Dengan senang hati mba Alana" jawabnya seraya tersenyum.

Alana pun tersenyum kembali. "Terimakasih mas John!" Ucapnya.

Tanpa menunggu lama John sudah kembali dengan 2 bungkus soto pesanan Alana dan Clara tak lupa dia pun sudah menuangkan soto tersebut ke dalam mangkuk.

"Wah, benar-benar siap makan banget ini" kata Clara ketika melihat John membawakan 2 mangkuk soto di atas nampan tak lupa 2 gelas air mineral.

"Terimkasih banyak mas John" ucap Alana.

"Sama-sama loh, mba. Ayok, silakan dinikmati. Semoga setelah ini pusingnya bisa hilang dan kembali mendapatkan semangat" kata John.

Alana dan Clara pun tersenyum lalu mulai menyantap soto pesanan keduanya.

"Mba, kapan acaranya?" Tanya Dion yang ikut menimbrung.

"Minggu depan" jawab Clara.

"Sepertinya kita juga harus siap-siap, John. Karena event ini akan menjadi pekerjaan terlelah untuk OB!"

John hanya menyunggingkan senyumannya, ntah apa yang ada dalam pikirannya. Dia pun menatap Alana yang sedang menikmati makanannya, tatapan yang dalam penuh arti.

Dion menyenggol lengan John dan memberikan kode dengan mengangkat kedua alisnya seraya menatap John dan Alana bergantian.

Jam sudah menunjukan pukul 18.00 dan Alana, Clara dan Gladis masih berada di kantor, mereka baru saja mematikan PCnya masing-masing.

Ketiganya melangkahkan kaki keluar ruangan menuju lift.

"Gue duluan!" Pamit Gladis. Mereka sudah berada di loby.

"Iya!" Jawab Alana.

"Bareng gue aja, Al" ajak Clara.

"Nggak usah, Ra, lagian kita gak searah. Gue naik bus aja" tolaknya.

"Gak apa-apa sih, ayok!"

"Udah sana. Hari ini kita sudah lelah banget kan, lo juga pasti mau cepat sampai rumah kan" tolak Alana kembali dengan alasan yang masuk akal.

"Hm, ok baiklah. Lo hati-hati ya, gue duluan!" Pamit Clara pada akhirnya.

"Siap!"

Alana kembali melanjutkan langkahnya menuju halte tempat biasa dia menunggu bus. Sudah terlihat sepi karena sebagian karyawan sudah pulang sedari tadi.

Langit sore ini sudah terlihat cantik dan bercahaya, sungguh indah. Notif pada ponselnya membuat Alana mengalihkan pandangan.

"Kamu lembur, Al?"

Ternyata pesan singkat dari sang kakak. Senyum manis tersunging dari bibirnya. Dia pun membalas pesan masih dengan senyum manisnya yang tersimpul.

"Lagi di halte, Kak"

"Senyum-senyum lihat ponsel, mbanya" ucap seseorang membuat Alan terkejut dan menatap si pemilik suara.

"Mas John!" Ucapnya merasa lega, karena dia sudah berpikir yang aneh-aneh.

"Lembur mba?"

"Lembur sedikit" jawabnya.

"Untuk event?"

Alana menganggukan kepalanya. "Biar cepat selesai, tinggal beberapa hari lagi juga acaranya"

"Sendirian saja?"

"Ada Clara dan Gladis. Mas John, kenapa baru pulang jam segini?" Kali ini Alana yang bertanya.

"Ah, itu saya ada kerjaan lain" jawabnya dan Alana hanya menganggukkan kepalanya.

Cukup lama mereka menunggu bus hingga akhirnya bus yang mereka tunggu pun tiba. Alana dan John duduk berdampingan.

"Mba Alana gak tertarik cari pacar gitu?" Tanya John tiba-tiba.

Alana pun tertawa seraya melihat wajah John.

"Maunya, tapi gak ada yang mau sama saya" alibinya.

"Wah, pria mana yang menolak wanita secantik mba Alana gini" puji John tulus dari hatinya.

"Mas John mau jadi pacar saya?" Kata Alana yang tentu saja membuat jantung John berdetak tidak karuan.

"Biasa saja mukanya Mas John, jangan tegang sayaa cuman bercanda" lanjutnya seraya tersenyum.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Luka Cinta   Bab 49-Pertengkaran

    Alana baru tiba di rumah menjelang malam. Tentu dia diantar oleh Ezra. "Mampir dulu, Zra. Sekalian makan malam di rumah, udah lama kan?" Ezra terdiam sesaat, hingga kelalanya dia anggukkan. "Ok, lagi pula Ibu Erika sudah jinak, kan" goda Ezra. Ya, Ezra tahu cerita Erika yang sudah mulai menerima Alana, semua itu Alana ceritakan saat perjalanan mereka menuju Kota Lama. Mereka pun turun dari mobil dan berjalan masuk, keduanya baru menyadari ada mobil Shayne terparkir di depan sana. Namun, Alana mengabaikannya, toh dia harus terbiasa dengan ini. Nanti pun dia akan sering bertemu, karena nanti Shayne akan menjadi Kakak iparnya. "Alana, dari mana saja kamu? Ibu khawatir" cerca Erika begitu melihat Alana tiba. "Dari tadi Ibu mondar mandir, karena kamu susah dihubungi, dan Om Reno bilang kamu sudah kembali dari Kota Lama siang tadi" Ayra menimpali. Sungguh senang sekali rasanya di khawatirkan oleh sang ibu. Itulah yang selama ini Alana inginkan. Diam-diam Alana tersenyum. "Aku hab

  • Luka Cinta   Bab 48-Rumah Sakit

    "Bagaimana, Dok. Kondisi adik saya?" Tanya Ata.l Ya.. sedari tadi ada Ata juga disini, Alana tidak menyadarinya. "Kakaknya Asla?" Bisik Alana bertanya. Clara mengangguk. "Daritadi dia ada disana, Al. Gue kesini sama dia" Alana mengkerutkan keningnya. Seakan paham dengan ekspresi Alana, Clara pun menjelaskan bagaimana dia bisa tahu jika Asla pinsan dan berakhir di rumah sakit. Clara yang baru tiba di kontrakan Asla mendapati pemandangan yang tidak mengenakan. Disana Ata akan menggendong Asla, dengan cepat Clara menghampiri dan bertanya. Ternyata, Asla tak sadarkan diri. "Asla pingsan" kagetnya. "Bawa masuk ke mobil saya, kita bawa Asla ke rumah sakit" dengan sigap Clara pun meminta Ata untuk membawa Asla. Clara membantu membuka pintu bagian belakang, mempersilakan Ata masuk yang sedang menggendong Asla. Sungguh berantakan sekali wajah Ata, pria itu terus memanggil nama sang adik. Memang bukan waktu yang tepat, tetapi rasa penasaran Clara semakin menggebu, dia pun bert

  • Luka Cinta   Bab 47-Cinta Ezra

    Alana baru saja tiba di TPU Kota Lama, dia meminta alamat dimana Lena dikebumikan kepada Reno. Kakinys menyusuri jalan setapak diantara gundukan tanah yang terbalut rumput hijau, lengkap dengan batu nisan di atasnya. Ada beberapa yang tertabur bunga, menandakan bahwa ada sanak saudara yang baru saja berkunjung. Alana tetap melangkah menuju tempat tujuan, hingga dia tiba disebuah gundukan tanah dengan nisan bernamakan Lena Presticia. Ntah mengapa, ketika membaca nama nisan tersebut, kedua mata dan hidung Alana memanas, pandangannya pun mulai buram, dagunya pun sudah bergetar. "Ma-mama" cicitnya. Dia pun terduduk di dekat pusaran Lena. Badannya seperti tidak bertulang, lemas rasanya. "Kenapa, Mama tega ninggalin Alana disini sendiri, Ma" ucapnya, seolah dia sedang berbicara dengan seseorang yang nyata. Air matanya menetes membasahi pipinya. "Awalnya, Alana berfikir, kalau Alana anak yang tidak diinginkan terlahir ke dunia ini. Alana pikir, orang-orang tidak menginginkan Alan

  • Luka Cinta   Bab 46-Hati Alana

    Kini mereka sudah terduduk di ruang tamu. Erika, Alana, Shayne, Reno, dan Arlo. "Ada apa, Bu?" Tanya Alana yang sudah penasaran sedari tadi. Erika menarik nafasnya dalam-dalam, sebelum dia menjelaskan semuanya pada Alana. "Kamu, sebenarnya bukanlah putri kandung ibu" Deg.. satu kalimat itu membuat hati Alana sakit, meskipun dia sudah menyadarinya, tetapi jika mendengarnya langsung rasanya berbeda. "Tapi, kamu tetaplah putri ibu, apa pun kenyataannya, kamu adalah putri ibu!" Lanjut Erika menyakinkan. Alana hanya tersenyum getir. "Kami mengatakan ini, bukan untuk membuat kamu sedih. Kami hanya ingin kamu mengetahui kebenarannya, Nak" kali ini Reno yang berbicara. "Kamu adalah putri dari sahabat ibu, sahabat dekat ibu. Dan, Ibu minta maaf, atas semua perbuatan Ibu padamu selama ini. Pikiran ibu terlalu sempit kala itu, membuat ibu menjadi membenci dirimu, maafkan Ibu" lirihnya dengan penuh penyesalan. "Nak, jangan pernah tinggalkan Ibu. Ibu, ingin terus mendampingimu,

  • Luka Cinta   Bab 45-Pelukan Ibu

    Perasaan Erika bergejolak, dia merasa tidak punya keberanian untuk berhadapan dengan Alana. Ternyata selama ini pikirannya salah, pikiran dia terlalu dangkal terhadap suaminya. Dan itu membuat banyak sekali perasaan orang lain yang terluka karenanya. "Rasanya aku tidak percaya dengan semua ini? Apakah ini nyata? Apakah ini kebenarannya?" Batinnya. Rasanya ucapan maaf pun tak bisa menebus semua perbuatannya selama ini. Pikirannya terus melayang pada Alana, perbuatan dan sikapnya terdahulu pada anak malang itu. Anak yang selalu dia sebut sebagai pembawa sial. Anak yang selalu dia sia-siakan, anak yang tidak pernah dianggap keberadaannya, anak yang dia selalu abaikan. Terlintas pikirannya pada saat Alana berumur 7 tahun. Pagi hari Erika membangunkan Ayra dan juga Alana tentunya, karena waktu itu mereka masih satu kamar. Ayra sudah terbangun dan dia bergegas jalan menuju kamar mandi, sementara Alana, anak kecil itu masih terbungkus selimut, wajahnya pucat, namun Erika beranggapa

  • Luka Cinta   Bab 44-Satu Kebenaran

    "Banyak sekali hal yang tidak Nyonya Erika ketahui, setiap hal baru yang saya dapatkan membuat saya ingin segera menjelaskan semuanya" ucap Arlo. Pria itu sudah mendapatkan semua informasi mengenai kehidupan Erika dan suaminya di masa lalu. Saat Shayne menyuruhnya untuk menyelidiki segala informasi Erika dan suaminya. Arlo pun bergegas mencari informasi kehidupan mereka dahulu yang berada di kota lain. Shayne terdiam memperhatikan Arlo, hingga pria itu melanjutkan kembali ceritanya. "Memang benar, Nona Alana bukanlah putri kandung dari Nyonya Erika dan Tuan Reza" melihat raut Shayne, Arlo pun menjelaskan siapa Reza. "Reza adalah alm suami Nyonya Erika. Beliau meninggal karena kecelakaan mobil" Satu fakta yang baru saja Shayne ketahui. "Saat kecelakaan mobil waktu itu, Tuan Reza bersama dengan seorang bayi perempuan. Namun, takdir berkata lain untuk Tuan Reza yang harus kehilangan nyawanya akibat dari kecelakaan tersebut, dan takdir lain berkata bahwa sang bayi harus selamat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status