Share

BAB 8

Author: Intan april
last update Last Updated: 2024-11-20 15:12:00

Sekolah sering menjadi pelarian bagi Aris. Di tempat itu, ia bisa melupakan sejenak kerasnya hidup di rumah. Namun, hari ini terasa berbeda.

'Ding ding'—bel berbunyi, menandakan waktu istirahat telah usai. Aris yang sedang membaca di perpustakaan segera membereskan bukunya. Ia bergegas menuju kelas agar tidak terlambat. Tetapi begitu memasuki ruang kelas, sebuah insiden tak terduga terjadi.

Dina, teman sekelasnya yang sering mencari masalah, sengaja menjulurkan kaki ke arah Aris. Aris tersandung dan terjatuh.

“Ups, maaf,” ucap Dina dengan nada pura-pura menyesal sambil menutup mulutnya.

Belum cukup sampai di situ, Dina memungut salah satu buku catatan Aris yang terjatuh. Ia membuka botol air minumnya, lalu menuangkan sebagian isinya ke buku itu.

“Eh, maaf lagi ya, Aris. Aku nggak sengaja,” katanya sambil menyeringai. “Tapi kan kamu bisa beli buku baru. Masa nggak mampu sih? Buku doang kok.”

Teman-teman sekelasnya tertawa mendengar ejekan Dina. Aris tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya berjongkok dan menghapus air di buku catatannya yang basah. Air mata hampir menetes, tetapi ia menahannya.

Saat jam istirahat berikutnya, Aris kembali ke perpustakaan. Ia merasa hanya di sanalah ia bisa merasa tenang. Namun, kali ini seseorang mendekatinya.

“Aris,” panggil Sasa, seorang teman sekelasnya yang jarang berbicara dengannya. Sasa menyerahkan sebuah buku kosong. “Aku punya buku ekstra. Pakai saja ini untuk menggantikan catatanmu tadi.”

Aris tertegun. “Terima kasih, Sasa. Kamu baik sekali.”

Sasa tersenyum. “Aku juga minta maaf, ya. Tadi aku nggak berani bantuin kamu waktu Dina ngerjain kamu. Aku merasa bersalah.”

Aris menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Kamu tidak salah apa-apa. Terima kasih sudah peduli.”

Sejak hari itu, Sasa dan Aris mulai akrab. Meski Sasa tidak selalu bisa membela Aris, ia berusaha mendukungnya dengan caranya sendiri.

---

Sepulang sekolah, Aris berjalan dengan langkah berat. Ia tahu, rumah bukan tempat yang memberinya rasa nyaman.

Begitu ia tiba di rumah, ia melihat Alena sedang duduk di ruang tamu mengenakan pakaian baru yang cantik. Aris hanya menatap pakaian lusuhnya sendiri. Perbedaan perlakuan antara dirinya dan Alena sudah menjadi hal biasa.

Ketika ibunya melihat Aris, ia langsung memerintah, “Cuci baju ini sekarang!”

Aris memberanikan diri untuk berkata, “Ibu, Aris harus menyalin catatan di rumah Bu Siti. Ini tugas sekolah yang penting.”

Namun, ibunya malah mendengus. “Tugas sekolah apa? Kamu itu nggak usah bikin repot orang. Cepat cuci baju ini dulu!”

Aris hanya bisa menunduk, menahan rasa kecewa. Setelah menyelesaikan semua tugas rumah, ia tetap pergi ke rumah Bu Siti dengan langkah hati-hati agar tidak ketahuan.

Di rumah Bu Siti, ia menemukan tumpukan buku yang menarik perhatiannya. Salah satu buku itu berisi kisah tokoh inspiratif yang berhasil meraih mimpinya meski hidup dalam kesulitan.

“Bu, apa Aris bisa jadi seperti ini suatu hari nanti?” tanyanya dengan mata berbinar.

Bu Siti tersenyum hangat. “Tentu saja bisa, Nak. Kamu anak yang pintar. Tapi untuk itu, kamu harus percaya pada dirimu sendiri dan terus berusaha.”

Kata-kata Bu Siti memberi semangat baru bagi Aris. Ia mulai membayangkan dunia di luar sana, tempat ia bisa bebas dan mengejar mimpinya.

---

Malam itu, Aris duduk di kamarnya, mencatat impian-impian kecil di buku yang baru ia dapatkan. Namun, tanpa ia sadari, Alena masuk ke kamarnya dan membongkar laci meja belajarnya.

“Alena, kamu ngapain di situ? Itu laci Aris!” serunya.

Alena mengangkat sebuah buku catatan dan menyeringai. “Oh, jadi ini buku rahasiamu ya? Mau jadi orang sukses, katanya. Lucu banget!”

“Alena, kembalikan bukunya!” pinta Aris dengan tegas.

“Kenapa? Takut ya kalau aku kasih lihat ke Ibu? Biar Ibu tahu kamu ini cuma buang-buang waktu.”

Aris berusaha merebut buku itu, tetapi Alena lebih dulu berlari keluar kamar. Aris mengejarnya, tetapi sudah terlambat. Alena menyerahkan buku itu kepada ibu mereka.

“Ibu, lihat deh! Aris nulis yang aneh-aneh. Katanya mau jadi orang sukses, padahal tugas rumah aja sering lupa,” kata Alena dengan nada mengejek.

Ibunya memeriksa buku itu dengan wajah masam. “Aris, ini apa maksudnya? Kamu nggak usah mikir yang aneh-aneh. Fokus saja sama tugas rumah!”

Ibunya melempar buku itu ke lantai. “Buang aja buku ini! Kamu itu nggak usah mimpi yang tinggi-tinggi.”

Aris memungut buku itu dengan tangan gemetar. Air matanya hampir jatuh, tetapi ia menahannya. Ia kembali ke kamar, memeluk buku itu erat-erat.

---

Malam itu, Aris membuka buku kosong yang diberikan Sasa. Ia mulai menulis kembali semua impian dan rasa sakit yang ia pendam selama ini.

“Aris akan jadi seseorang yang berarti,” tulisnya pelan, penuh keyakinan.

Ia tahu, jalan di depannya tidak akan mudah. Tetapi ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menyerah. Ia mulai memikirkan cara-cara untuk menggapai impiannya, meski ia tidak yakin akan memulai dari mana.

---

Keesokan harinya, di sekolah, seorang murid baru bernama Andre diperkenalkan oleh guru wali kelas. Anak itu tampak tenang, tetapi matanya penuh dengan rasa percaya diri.

“Perkenalkan, nama aku raka. aku pindahan dari kota sebelah. Senang bertemu dengan kalian semua,” ucapnya singkat.

Aris hanya diam. Tetapi ia tidak menyangka bahwa Andre akan menjadi bagian dari perjalanannya.

Saat istirahat, raka tanpa sengaja melihat Aris duduk sendiri di perpustakaan. Ia mendekati Aris.

“Kamu suka baca buku ya?” tanya Andre.

Aris mengangguk pelan. “Iya. Perpustakaan tempat yang tenang.”

Andre tersenyum. “Aku juga suka baca. Kalau kamu mau, kita bisa saling bertukar buku.”

Percakapan itu sederhana, tetapi Aris merasa bahwa Andre memiliki sesuatu yang berbeda.

---

Hari-hari berlalu, dan Aris mulai sering berbicara dengan Andre. Mereka menemukan kesamaan dalam minat membaca dan berbagi cerita tentang buku-buku favorit mereka.

Namun, kedekatan ini tidak luput dari perhatian Dina dan Alena. Dina merasa posisinya sebagai “penguasa” kelas terancam, sementara Alena tidak suka melihat Aris mendapatkan teman baru.

“Aris, aku heran. Kamu kok bisa dekat sama raka ? Dia kan anak baru,” sindir Dina suatu hari.

Aris hanya tersenyum kecil, tidak ingin memancing masalah.

Tetapi Alena, yang mendengar hal ini, mulai merencanakan sesuatu. Baginya, Aris tidak pantas mendapatkan kebahagiaan, bahkan sekadar teman.

---

.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Luka Tak Terlihat   BAB 97

    Pagi berikutnya, markas Victor kembali bergeliat. Setelah menerima informasi penting dari Clara, setiap anggota tim terlihat sibuk dengan tugas mereka. Ada yang mempersiapkan peralatan, ada pula yang memperkuat sistem keamanan seperti yang dirancang oleh Aris.Victor berdiri di ruang rapat bersama Andre, Aris, dan Clara, menatap peta besar yang memenuhi layar. Peta itu menampilkan lokasi-lokasi strategis yang dikendalikan oleh Raven Syndicate.“Prioritas kita sekarang adalah mengamati pergerakan mereka,” kata Victor sambil menunjuk salah satu titik merah di peta. “Basis utama mereka ada di sini, tapi mereka punya tiga lokasi cadangan yang digunakan untuk menyimpan persenjataan dan dokumen penting.”Andre mengangguk. “Kalau kita bisa menyerang lokasi cadangan itu, mereka akan kehilangan banyak sumber daya.”“Tapi itu berisiko,” Clara menimpali. “Raven Syndicate bukan organisasi kecil. Mereka punya penjaga bersenjata di setiap lokasi.”Aris yang berdiri di belakang Clara angkat bicara,

  • Luka Tak Terlihat   BAB 96

    Pagi itu, markas Victor tampak sibuk seperti biasa. Meskipun bekas-bekas pertempuran masih terlihat di beberapa sudut bangunan, para anggota tim tidak membiarkan semangat mereka surut. Mereka saling membantu memperbaiki kerusakan, mengatur ulang peralatan, dan memastikan markas kembali berfungsi optimal.Aris bergabung dengan kelompok yang sedang memperbaiki area penyimpanan. Ia memegang alat berat di tangannya, membantu mengangkat puing-puing yang menumpuk. Keringat mengalir di wajahnya, tetapi senyum tak pernah lepas dari bibirnya."Aris, kau pasti bisa jadi tukang bangunan setelah ini," canda Andre yang lewat sambil membawa papan kayu.Aris tertawa kecil. "Kalau begini terus, aku mungkin bisa buka jasa renovasi rumah setelah semua ini selesai."Tawa kecil di antara mereka membuat suasana kerja terasa lebih ringan, meskipun tugas yang mereka hadapi cukup berat.---Rapat Strategi BaruSetelah beberapa jam bekerja, Victor memanggil seluruh tim inti untuk berkumpul di ruang rapat utam

  • Luka Tak Terlihat   BAB 95

    Setelah mendapatkan informasi lengkap dari Jovan, Victor memutuskan untuk bertindak cepat. Dengan peta markas utama Raven Syndicate yang Jovan berikan, mereka mulai menyusun strategi untuk menyerang balik."Kita tidak bisa membiarkan mereka menyerang kita lagi," ujar Victor tegas. "Ini saatnya kita mengambil alih kendali."Aris mengangguk setuju. "Tapi kita harus berhati-hati. Raven Syndicate tidak akan membiarkan kita masuk tanpa perlawanan."Victor membagi tim menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama akan menangani keamanan dan menyerang langsung, kelompok kedua bertugas menciptakan pengalihan, sementara kelompok terakhir, yang dipimpin Aris, akan fokus menyusup ke dalam markas untuk menghancurkan sistem komunikasi mereka."Kita harus membuat mereka lumpuh sebelum mereka sadar apa yang terjadi," tambah Andre, yang berada di kelompok pertama.Aris mengepalkan tangannya. "Aku siap memimpin timku."---Persiapan Sebelum PerangMalam itu, suasana di markas Victor sangat tegang. Semua ang

  • Luka Tak Terlihat   BAB 94

    Tim Victor kembali ke markas utama menjelang fajar. Udara pagi terasa dingin, namun tidak ada yang lebih menyejukkan daripada rasa lega setelah pertempuran panjang. Meskipun begitu, suasana di antara mereka tetap tegang. Mereka tahu bahwa kemenangan ini hanya sementara.Aris melangkah keluar dari kendaraan, wajahnya menunjukkan kelelahan yang mendalam. Lina mendekatinya, membawa segelas kopi hangat yang ia buat di ruang sementara."Kau butuh ini," katanya lembut sambil menyerahkan kopi tersebut."Terima kasih," jawab Aris, meminum seteguk kopi. "Bagaimana keadaan tim lainnya?"Lina menghela napas panjang. "Beberapa masih dalam perawatan. Tapi kita kehilangan tiga orang."Aris terdiam. Setiap kehilangan adalah beban berat, terutama saat dia melihat mereka sebagai bagian dari keluarganya.---Victor Merancang Strategi BaruSementara itu, Victor langsung memimpin rapat darurat di ruang utama. Darius, pemimpin Raven Syndicate, telah ditahan di ruang bawah tanah untuk diinterogasi."Ini be

  • Luka Tak Terlihat   BAB 93

    Malam itu, markas dipenuhi dengan ketegangan yang terasa di udara. Setiap orang bergerak cepat, mempersiapkan diri untuk serangan yang hampir pasti datang. Aris berdiri di salah satu pos penjagaan, matanya tajam mengamati kegelapan di depan gerbang utama."Lina, pastikan timmu sudah siap di posisi masing-masing," ujar Aris melalui radio."Semua sudah siap," jawab Lina singkat namun tegas.Sementara itu, Victor berada di ruang komando, memantau layar monitor yang menampilkan rekaman dari kamera pengawas. Dia tahu ini adalah momen yang menentukan. Jika mereka kalah malam ini, seluruh jaringan mereka bisa runtuh."Kita tidak bisa membiarkan mereka mengambil alih," kata Victor dengan nada penuh keyakinan.---Serangan DimulaiTepat tengah malam, suara mesin kendaraan terdengar mendekat. Lampu sorot dari truk dan mobil SUV menerangi area depan markas, mengungkapkan belasan orang bersenjata lengkap yang keluar dari kendaraan tersebut."Semua di posisi masing-masing!" teriak Aris melalui rad

  • Luka Tak Terlihat   BAB 92

    Pagi hari setelah insiden di gudang, Victor memimpin pertemuan besar di markas. Seluruh tim inti hadir, termasuk Aris, Lina, Andre, dan beberapa orang kepercayaan Victor. Mereka tahu bahwa waktu semakin menipis untuk menghadapi ancaman dari Raven Syndicate."Aris sudah membawa dokumen penting tadi malam," Victor membuka pertemuan. "Dan informasi ini memastikan bahwa mereka tidak hanya mengincar kita. Mereka berencana menguasai semua wilayah yang selama ini menjadi bagian dari jaringan kita."Andre mengamati peta yang terbentang di meja. "Mereka tahu semua lokasi strategis kita. Kalau informasi ini benar, maka ada pengkhianat di dalam tim kita."Kata-kata Andre membuat suasana menjadi tegang. Semua orang saling memandang, mencoba mencari tanda-tanda siapa yang mungkin berkhianat.Victor mengangguk setuju. "Aku sudah memikirkan hal itu. Karena itu, kita harus bergerak cepat. Sebelum kita menemukan siapa yang membocorkan informasi, kita perlu melindungi tempat-tempat yang rentan terhadap

  • Luka Tak Terlihat   BAB 91

    Kembali ke MarkasAris dan tim tiba di markas utama yang kini dalam keadaan kacau. Pintu-pintu terbuka, barang-barang berserakan, dan beberapa anggota tim terlihat terluka. Kekacauan ini tidak hanya fisik, tetapi juga mental.Victor segera memimpin rapat darurat. "Ada yang membocorkan informasi penting tentang markas kita. Ini bukan kebetulan."Sang Rubah mengangguk. "Kita perlu mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas ini."Aris memperhatikan suasana tegang di ruangan. Ia tahu bahwa pengkhianatan ini dapat merusak kepercayaan di antara mereka.---Penyelidikan DimulaiVictor membentuk tim kecil untuk menyelidiki kemungkinan adanya mata-mata di dalam kelompok mereka. Aris, Andre, dan Lina dipercaya untuk memimpin investigasi."Kita mulai dari siapa saja yang memiliki akses ke data penting," kata Victor. "Cari tahu siapa yang terakhir kali menggunakan sistem komunikasi kita."Andre menambahkan, "Kita juga perlu memeriksa semua orang yang berada di dekat lokasi kejadian saat seran

  • Luka Tak Terlihat   BAB 90

    Mentor Victor, pria tua yang dikenal dengan nama sandi Sang Rubah, mulai mempelajari situasi yang dihadapi oleh tim Victor. Ia meminta semua informasi terbaru mengenai Raven Syndicate, termasuk pola serangan mereka, struktur organisasi, dan segala data yang berhasil dikumpulkan."Raven Syndicate bukan hanya organisasi kriminal," kata Sang Rubah dengan nada serius. "Mereka adalah ahli dalam permainan psikologi. Mereka memanipulasi musuh untuk bertindak tergesa-gesa, kemudian menghancurkannya perlahan-lahan."Victor mengangguk. "Kami menyadari itu. Tapi kali ini, kami tidak akan membiarkan mereka memimpin permainan."Sang Rubah tersenyum kecil. "Bagus. Kalau begitu, kita harus memulai dengan serangan balik yang tidak mereka duga."---Misi RahasiaSang Rubah menyusun strategi yang melibatkan infiltrasi ke salah satu lokasi operasi kecil Raven Syndicate. Aris dan Andre ditugaskan untuk memimpin misi ini, dengan dukungan beberapa anggota terpercaya."Kalian harus bergerak tanpa terdeteksi

  • Luka Tak Terlihat   BAB 89

    Sementara itu, Victor menerima informasi penting dari salah satu informannya. Kelompok yang menyerang mereka dikenal sebagai Raven Syndicate, sebuah organisasi kriminal besar yang sudah lama mengincar wilayah Victor."Mereka tidak hanya ingin menghancurkan kita," kata Victor kepada Andre. "Mereka ingin mengambil alih seluruh jaringan kita."Andre menghela napas panjang. "Kalau begitu, kita harus bersiap menghadapi perang yang lebih besar."Victor mengangguk. "Tapi pertama-tama, kita harus memastikan Aris dan yang lain selamat."---Pengepungan di Tengah MalamMalam itu, situasi semakin tegang. Aris, Andre, dan beberapa anggota lainnya tetap berjaga di markas yang tersisa. Mereka tahu bahwa serangan berikutnya bisa datang kapan saja.Saat tengah malam, suara kendaraan mendekat membuat semua orang siaga. Aris memegang senjatanya erat-erat, bersiap menghadapi apa pun yang datang.Victor memberikan instruksi melalui radio, "Tetap di posisimu. Jangan bertindak gegabah."Namun, apa yang mer

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status