----------------------------------------------⁹
Stela kembali menghadap Farhan, dia sama sekali tidak inging melakukannya. "Oiya Han? Kamu bilang penampilanku saat ini begitu cantik, Aku rasa Ayah dan Ibuku pasti akan senang melihat penampilanku yang sekarang, tapi ...." Stella menunduk tidak meneruskan perkataannya karena percuma saja dia terlalu takut untuk kembali. "Hum ... Ide yang bagus, kalau begitu ayo?" Farhan menggenggam tangan Stella, lalu lanjut berjalan. "Eh ... Han? Ide apa yang kamu maksud?" Stella terinjit bingung karena tiba-tiba saja Farhan menggenggam tangannya, menarik mengajaknya berjalan. "Memperlihatkan penampilanmu kepada Ayah dan Ibumu." "Tapi Han? Aku takut jika ayahku ...." "Sssttt," potong Farhan. "Tidak usah takut, kamu tidak melakukan kesalahan apapun Kamu tenang saja Aku ada bersamamu." Stella terseyum, perkataan Farhan menghilangkan sedikit rasa takut dihatinya, ia juga senang karena Farhan mendukungnya. Mereka pun pergi menggunkan taksi, di depan Rumahnya Stella terseyum sumringah sudah hampir satu Minggu ia tidak pulang ke Rumah, ia begitu rindu dengan Rumahnya. "Ayo masuk lah, Aku akan menunggumu di sini," suruh Farhan. "Ok, Baik lah." Dengan riang Stella melangkah kedepan pintu Rumahnya, apa yang akan terjadi apa ibu dan ayah akan senang melihat penampilanku yang sekarang. Hatinya bertanya-tanya, ia sangat bahagia membayangkan wajah terkejut Ayah dan Ibunya. "Tunggu! mengapa di dalam begitu ramai? Ah, atau mungkin Sari akan segera menikah ya?" gumam Stella, dia terhenti mendengar begitu ramai suara di dalam rumahnya dan itu membuatnya begitu penasaran. Dia pun mengintip melalu jendela untuk memastikan. Seketika itu wajahnya cantiknya menjadi pucat, Nafas nya terasa berat dan begitu sesak, sluruh tubuhnya bergemetar. Airmatanya tidak dapat di bendung mengalir dengan deras dia sangat shock hingga dia termundur beberapa langkah. "Pak Heryo sebutkan siapa yang telah meninggal," tanya Pandita kepada Heryo. "Stella Cristin," jawab Ayah dengan mantap dan semua itu jelas terdengar oleh Stella. "Tidak, ini tidak mungkin. Tidak ...! " raung Stella sambil menutup telinganya, ia terus menggeleng berharap apa yang dia dengar dan dia lihat semuanya tidak benar dan hanyalah mimpi. Dia berlari menuju Farhan dengan panik, seperti seseorang yang baru saja melihat sesuatu yang sangat menakutkan. "Apa yang terjadi Stella?" seruh Farhan yang melihatnya berlari menujunya dengan wajah yang sangat panik dan takut. Apa yang sebenarnya dia lihat sehingga membuatnya begitu, Farhan merasa khawatir melihatnya yang frutsasi. Stella langsung memeluk Farhan, dia menangis sejadi-jadinya bahkan ia terisak tidak mengeluarkan suara. Farhan termenung sejenak, apa yang sebanarnya terjadi? Mengapa Stela begitu sedih, pikir Farhan sesaat. Farhan dengan perlahan memasukan Stella kembali ke dalam taksi lalu ia pergi untuk melihat apa yang sebenar terjadi, apa yang sebenarnya yang telah di lihat oleh Stella sehingga membuatnya begitu sedih seperti seorang yang kehilangan harapan. Seketika mata mata Farhan membesar melihat ssemuanya, "Astaghfirullahallazim" ucap Farhan seketika ia tercengang. Farhan sangat tidak menyangka jika ayahnya akan melakukan itu kepada Stella, wajar jika Stella sangat sedih melihat semuanya. Itu karena Ayahnya sedang melalukan ritual memperingati hari kematiannya. Ayahnya juga sudah mengalungkan bunga di poto Stella yang menandakan Stella telah benar-benar meninggal. Farhan merasa marah dan juga sangat kesal, tapi apa yang bisa dia perbuat, Jika dia masuk mengehetikan semua itu, itu akan membuat Ayahnya semakin membenci Stella. Tidak ada yang biasa ia pikirkan, hanya satuhal yang pasti dia harus membawa Stella pergi dari tempat itu sesegera mungkin, Farhan berlari menuju mobil dengan tergesa-gesa. "Pak, Cepat bawa kami pergi dari sini!" perintah Farhan. Sopir taksi pun langsung menjalankan taksinya membawa mereka pergi. Stella begitu Shock, dia hanya melamun menatap keluar jendela. Air matanya tidak henti-henti mengalir membasahi pipinya. "Stella ...." "Stella, apa kamu baik-baik saja?" Farhan memenggang Pundaknya dengan segan. "Hah ...." Stella mengela nafas panjang. "Bohong jika aku bilang aku sedang baik-baik saja, Han," lirih Stella menghadap Farhan. Wajahnya begitu menyedihkan, terlihat seperti seorang yang kehilangan sebuah harapan. "Han, mengapa ayahku begitu tega berbuat seperti itu kepadaku, Han? Apa ayahku sangat membenciku, Han?" tanya Stella dalam tangisnya semakin menjadi. Perlahan ia merebahkan kepalanya kepangkuan Farhan. Apa yang harus dikatakan, dia melihat semuanya begitu jelas. Farhan mencoba berpikir bagimana cara menangkannya. "Aku mengerti kamu sangat sedih Kamu boleh menangis semaumu, Stella aku pasti akan membantumu untuk kembali kepada orang tuamu." "Terimakasih ya, Han. Maaf aku sudah merepotkan mu, saat ini aku benar-benar tidak tau lagi apa yang harus aku lakukan, rasanya seakan-akan ... " "Sudah cukup," potong Farhan. "Pejamkan saja matamu, percayalah padaku." Siapa lagi orang yang bisa ia percaya selain Farhan, Apa lagi hanya Farhan yang selalu ada di saat-saat terburuknya. Seleta berbalik melihat wajah Farhan dari pangkuannya. "Aku percaya padamu, terimakasih, Han." Stella merengek karena terharu. "Iya, sudah kamu jangan menangis." Farhan menghapus airmata Stella dengan lembut. "Sekarang pejamkan matamu, nanti saat kita sampai aku akan membangunkan mu." Stella terseyum menggangguk lalu perlahan memejamkan matanya. Sementara Farhan terlihat sedang berfikir, bagimana caranya dia bisa membatu Stella kembali kepada keluarganya. "Pernikahan! Ah ... Ya pernikahan," tiba-tiba saja ide itu melintas di pikirannya. Mengingat Stella pernah mengatakan Ayahnya akan memberinya restu jika dia menikah dengan seorang yang terpelajar dan juga terpandang. Farhan memadang wajah Stella yang mungkin telah tertidur di pangkuannya. Wajah yang begitu penuh kesedihan, sehingga saat tertidurpun Farhan masih bisa melihat kesedihan di wajah Stella. Sungguh gadis yang malang, hatinya tidak tega serta merasa sangat Iba melihat Stella. "Hah ... Aku pasti akan membantumu, Aku pasti akan membuatmu kembali ceria, Stela" gumam Farhan. Hingga merekapun sampai di rumah Stella, perlahan Farhan membangunkannya. Stellah membuka mata, "Kita sudah sampai, Han?" tanya Stella, Wajahnya terlihat sangat cute saat bangun dari tidur. "Iya, ayo turun." Stella bangun dari pangkuan Farhan lalu turun dari mobil. Namun saat Farhan turun dari mobil tiba-tiba saja Farhan terjatuh.APA AKU EGOIS JIKA AKU INGIN MENIKAH----------------------------------²⁵Garrr garrr garrr garrr, Gedor Farhan sembari membawa pistol. Entah apa yang ia pikirkan Farhan datang kerumah orang tua Stella dengan penuh amarah.Saat Ayah Stella membuka pintu Farhan langsung menodongkan pistol ke kepalanya."Ah... !" pekik Marni ibu Stella ia sangat takut melihat Farhan yang tiba-tiba menodongkan pistol di kepala suaminya."Nak, apa yang kamu lakukan. Bibik mohon jika ada sesuatu kita bisa bicarakan baik-baik" Pinta Marni memohon.Seluruh tubuh Heryo bergetar, keringat jangung mulai mengalir di dahinya. Sisip sedikit maka kepalanya akan buyar."A-Apa ya-yang kamu inginkan" kata Heryo terbata.tanpa bicara dengan wajahnya yang begis, Farhan langsung masuk. Ia melumat-lumat kalung bunga yang ada di foto Stella hingga hancur."Hah" hembus Farhan, " Dengar paman ini peringatan terakhir. Demi dirinya aku rela membunuh, bahkan aku juga rela mati demi dirinya." ketus Farhan."Iya Nak iya, Bibik be
AKU PASTI BISA, AKU TIDAK AKAN MENANGIS LAGI DI HADAPANNYA.------------------------------------²⁴"Sudah jangan menangis, aku mengerti Stella." tutur Farhan teseyum sembari mengahapus air mata Stella dengan lembut."Sekarang ayo kita kembali ke Rumah Sakit" lanjut Farhan."Um."Namun tiba-tiba mata Farhan melotot, darahnya naik hingga kekepala. "Hah" hembus Farhan meredam amarahnya. Ia tidak sengaja melihat Poto Stella yang masih di kalungkan dengan bunga di layar.Di benak Farhan ia legah karena Stella sedang mengahadapnya membelakangi layar. Jika tidak, mungkin Stella akan kembali sangat hancur saat melihat itu. Dengan cepat Farhan menarik kembali Dronnya. "Ada apa, Han?" tanya Stella yang melihat Farhan tiba-tiba tergesa."Hehehe bukan apa-apa, ayo kita pergi." elak Farhan cekekehan.Di perjalanan kerumah sakit, Stella terus memikirkan perkataan Farhan yang ingin menikahinya. Namun lagi-lagi ia menguburkan semuanya dalam-dalam, baginya kabaikan Farhan sudah lebih dari pada cukup
"Farhan, apa kamu sudah gila. Maaf Farhan tapi saya harus menyampaikan ini, Stella tidak punya banyak waktu.""Tidak, kamu pasti bohongkan. Dokter ini tidak mungkin aku melihatnya dia sudah baik-baik saja.""Aku mengerti perasaanmu, jadi aku mengizinkanmu untuk membawanya besok, tapi kamu harus cepat membawanya kembali karena kami akan melakukan penanaman biji partikel untuk mengahambat pertumbuha tumor di otaknya, selagi kami mempersiapkan semuanya kamu boleh membawanya."----------------------------------²³"Farhan kamu dari mana saja?" tanya Stella yang melihat Farhan baru datang untuk membesuknya."Aku habis beres-beres" jawab Farhan menunjukan sedikit senyum sembari berjalan lalu duduk di samping Stella."Beres-beres?""Hehehe iya beres-beres, ada apa? Oh... Apa kamu sangat merindukanku." ucap Farhan menggoda Stella."Bub... Bubb.. hihihi " Stella cekikikan, ia merasa perkataan itu sangat tidak cocok dengan Farhan."Han, sejak kapan kamu bisa merayu?" lanjut Stella, yang selama i
---------------------------------²²"Dasar bodoh." ucap Farhan sembari memeluk Stella dengan erat. Yang bahkan tanpa ia sadari air matanya juga menetes, kerinduan yang menyiksa akhirnya terlepasakan."Maafkan aku Stella, aku mengira kamu kembali kepada Bram." Sambung Farhan."Bukannya aku sudah mengirim mu pesan kamu juga melihat pesan itu, tapi kamu sama sekali tidak membalasnya, aku juga berusaha menelpon mu berkali-kali, Han, tapi ponsel mu sama sekali tidak aktif." beber Stella.Perlahan Farhan melepaskan pelukannya, sambil tersenyum ia mengahapus air mata Stella dengan lembut.Namun tiba-tiba wajah Stella memucat, penglihatannya mulai memudar. Bruk, ia pingsan di pelukan Farhan.Sontak Farhan membaringkan Stella di pangkuannya, matanya melebar. Ia begitu cemas saat melihat darah yang mengalir melalui rongga hidung Stella."Stella..., Stella..." Panggil Farhan yang panik. sehingga membuatnya tidak tau harus berbuat apa, Ia melihat ada name tag di leher Stella."Astaghfirullahall
"Han, berjanjilah untuk hidup dengan baik. Aku akan selalu menunggumu"-----------------------------------²¹"Pak Farhan mau pinjam buku?""Tidak Rina, Oya apa Stella ada?" tanya Farhan, ia sudah memutuskan untuk menemui Stella. Walau hanya sekedar untuk memberikan udangan dari Ibunya.Rina menggeleng, "Tidak Pak, Stella sudah mengundurkan diri." jawab Rina."Apa, mengdurkan diri?""Iya pak, dia bilang dia akan menikah dan akan tinggal di Singapura bersama suaminya.""Ya baik lah kalau begitu, terimakasih."Farhan keluar dari perpustakaan, setiap langkahnya menghilangkan harapannya untuk bertemu dengan Stella. Hatinya begitu sakit ia tidak menyangka Stella kembali kepada Bram. Bahkan ia menikah tanpa pemberitahuan.Ia terus bejalan, hingga tanpa sadar ia sudah tiba di depan Rumah yang pernah ia berikan agar Stella punya tempat tinggal.Farhan menghirup udara dalam-dalam, "Hah" hela Farhan sembari melangkah masuk.Matanya berkeliling, ia terseyum melihat semua banyangan Stella yang ter
----------------------------------²⁰Begitu menyedihkan, Sejenak ia berdiri melihat Stella yang meringkuk di dalam bak mandi.Stella perlahan mengangkat wajahnya, ia tampak pucat, bibirnya balu bergemetar karena kedinginan, "Maaf ya, Han." lirih Stella menunjukan senyum yang membuat Hati Farhan merasa teriris.Perlahan Farhan mendekat, ia menyingkap rambut Stella yang basah dengan lembut. Tanpa bicara Farhan merangkul Stella, ia menggendong Stella keluar dari dalam kamar mandi.Stella memeluk erat Farhan, matanya bebinar melihat wajah Farhan yang datar. Ia merasa sangat bersyukur karena Farhan selalu ada untuknya.Farhan pun membaringkan Stella di tempat tidur. Saat Farhan akan mengkat kepalanya, Stella menahannya.Stella meraih Farhan mendekat lalu mencium bibir Farhan dengan penuh perasaan, yang membuat perasaan Farhan bergejolak tidak menentu.Perlahan kedua mata yang menikmati cumbuan mesra itu terbuka, tatapan yang menginginkan satu sama lain terlihat jelas.Stella mulai pasrah,