MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKUBab 34 Melati Kena Batunya"Apa istri saya kecelakaan, Sus?""Betul, Pak. Silakan datang ke rumah sakit Medika.""Iya, Sus, saya segera ke sana."Astaga ada-ada saja, kenapa Melati bisa ada di kabupaten sebelah. Sebenarnya dia mau ke mana, sampai kecelakaan. Aku memberitahu kabar ini pada ibu, dan menitipkan anak-anak. Lalu, bersiap menggunakan motor menuju alamat rumah sakit. Perjalanan sekitar satu jam setengah. Akhirnya sampai juga, aku di arahkan masuk ke ruang rawat Delima. Di sana Melati sedang terbaring lemah dengan kondisi wajah dipenuhi perban. "Melati, sadar, Mel.""Ma-mas, akhirnya kamu datang. Wajahku perih, Mas.""Mangkanya jangan bertingkah, Mel. Kenapa segala kabur, rasakan akibatnya. Wajahmu rusak kaya gini."Melati terdiam sambil menangis. Lalu, ada seorang perempuan seumuranku masuk. Ternyata dia yang menabrak. Diceritakan kronologi kecelakaan, bahwa Melati lengah di jalanan, dan pelaku kaget, tapi untungnya menyenggol tubuh melati t
MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKUBab 35 MeninggalPov Ara"Ya, sudah, ayok, Mas."Aku merasakan firasat tak enak. Pantas saja kemarin-kemarin gelisah, mendadak teringat mantan ibu mertua. Sejahat apapun dia, aku harus memaafkannya. Allah saja maha pemaaf, maka tak pantas jika hambanya sombong dan tak mau memaafkan kesalahan sesama manusia. "Pakde, aku izin mau menengok Bu Lastri di rumah sakit." Sebelum berangkat aku izin dulu kepada orang rumah. "Jangan diizinin, Pak. Lagian ngapain sih, Ra, kamu ke sana. Ingat perbuatan buruk mereka dulu. Udah, kamu fokus sama kebahagian kamu saja. Anggap mereka gak ada di muak bumi," ujar Mbak Yuli emosi. Dia melirik sinis ke arah Mas Arya yang sedang menunggu di teras. "Aku cuman mau nengok Bu Lastri, Mbak. Itu permintaan dia, takutnya ...," ucapanku menggantung, tak tega membayangkan kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi."Pergi, Nak," ujar Pakde Ahmad. Aku tersenyum senang, lalu mencium tangannya. Aku dan Mas Arya berangkat ke rumah sakit.
MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKUBab 36 Akad Nikah"Jangan mulut Anda," bentak Mas Andra. Dia memang paling emosi kalau ada orang yang berbicara buruk kepadaku. Wajahnya langsung berubah menyeramkan."Melati, kamu pulang saja. Bikin rusuh.""Ih, emang kenyataan." Dengan wajah kesal karena dibentak dua pria sekaligus, Melati pergi sambil menutup sebagain wajahnya dengan selendang. "Andra, Ara, maafkan Melati.""Iya, tapi ajarin istri kamu, biar mulutnya tidak menyakiti orang terus.""Sudah, Mas, ayok kita pulang. Banyak yang harus diurus untuk pernikahan kita.""Sekali lagi maaf."Aku mengangguk, dan pamit pulang. Kasihan Mas Arya, kondisi sedang berduka, malah harus menanggung malu karena sikap istrinya yang tidak punya tata krama.“Jangan emosi, Sayang.” Aku genggam tangan Mas Andra saat kami di dalam mobil. Calon suamiku tersenyum sambil mencium tanganku.Hidup memang penuh misteri, dan kejutan indah. Dulunya aku yang selalu memperlakukan Mas Arya dan keluarga bak raja. Sementara ak
MADU, YANG DIBELI OLEH MERTUAKUBab 37 Tamat“Berulah apa sih, Mas. Jelas-jelas makanannya gak enak, makanan murahan.”“Gak enak tapi abis, Mbak,” ujar karyawan katering.“Betul tuh, habis dua piring bilangnya gak enak,” ujar tamu undangan yang lain.“Iya nih, buat gaduh aja. Baru nemu mkanan enak yah, Mbak, jadinya norak.”“Eh, jaga moncongmu!”“Halah, ibu-ibu miskin tukang bikin sensasi. Ayok, bubar-bubar!” “Mel, ayok pergi!”“Awas kalian!”Mas Arya kelihatan menahan malu sekaligus kesal, pipinya memerah. Dia langsung menarik Melati pulang. Aku kasihan melihatnya, sudah diberi banyak peringatan, tetap saja belum sadar. Semoga suatu saat nanti Melati mendapat hidayah, agar bisa menjadi istri dan ibu yang baik.“Mereka sudah pergi, kamu jangan cemas lagi, Sayang. Orang yang hatinya jahat, akan memakan kejahatannya sendiri.”Aku tersenyum sambil menggenggam tangan suami. Kerusuhan yang dibuat Melati tak bearti apa-apa, diibandingkan kebahagianku yang tak ternilai ini. Mulai saat ini,
1. Permintaan Ibu mertuaku“Negatif lagi, Ra?” Ibu bertanya dengan nada lembut, namun aku tahu kalau dia tengah kecewa berat saat ini. Bagaimana tidak, di usia pernikahanku yang sudah menginjak angka dua tahun, aku dan suamiku belum juga diberi rezeki momongan oleh Allah.Wajar jika Ibu kecewa, Mas Arya yang merupakan suamiku adalah anak tunggal. Jadi wajar saja, kalau Ibu sudah amat sangat ingin menggendong cucu dari kami. Wajah tuanya nampak sedih, apalagi saat dia menghela nafas panjang, aku bisa merasa dunia hampir runtuh saat itu juga.“Iya, Bu,” sahutku dengan lirih. “Maafkan Arra ya, Bu—”“Nggak usah minta maaf, Nduk.” Ibu memotong ucapanku. “Yang namanya keturunan, itu adalah hak prerogatif dari Allah, kita sebagai makhluk ndak bisa mengaturnya,” kata Ibu dengan lembut.“Ta—”“Udah! Nggak usah tapi-tapian, Ibu ndak suka kalau kamu sedih.” Ibu berucap tegas.“Bagaimana kalau ternyata Arra tidak bisa memberikan Ibu dan Bapak seorang cucu?” tanyaku dengan nada sedih.Mati-matian
2. Perangai buruk Mas AryaNamun, usapan sayangnya sama sekali tidak bisa membuat aku tenang. Kepalaku masih terbayang-bayang dengan kata-kata Ibu barusan. Miskin dan juga lemah, apakah hal itu bisa dijadikan alasan, untuk menjadikan wanita yang bernama Mela itu jadi maduku?"Ta—tapi, Arra—""Nduk, Ibu tahu pasti berat bagimu untuk merelakan hal ini, dan mengikhlaskan Arya menikah dengan wanita lain. Tapi yakinlah, Ibu melakukan hal ini hanya untuk kebaikan kita semua." Ibu meremas jemariku dengan sangat lembut."Tapi tidak dengan Mas Arya yang kembali menikah, Arra tidak bisa, Bu …." Aku mendesah, merasa kesal tiba-tiba.Ibu terdiam, dia menatapku dengan pandangan yang tidak bisa aku artikan. Sehingga aku sama sekali tidak bisa menebak apa yang tengah Ibu pikirkan, raut wajahnya menyimpan banyak sekali makna."Baiklah, tidak apa-apa, Nduk," ujar Ibu tiba-tiba. "Maafkan Ibu yang meminta hal itu padamu, Ibu yang salah." Ibu tersenyum masam."Bu—""Kamu bisa keluar, karena Ibu mau ist
3. Pinjam Uang“Maaf ya, Mas.” Aku belum mampu menahan tawaku. “Topik mengenai Mas Arya yang tertukar di rumah sakit, adalah topik yang paling lucu menurutku,” kataku dengan susah payah.Ibu kemudian ikut tertawa bersamaku, menertawakan Mas Arya yang kini menatap kami berdua dengan pandangan kesal. “Kalian berdua itu kompak sekali kalau membullyku,” ujar Mas Arya akhirnya. “Menantu dan mertua sama saja!” katanya lagi.“Lah, kamu lebih mau Ibu dan istrimu nggak akur?” tanya Ibu dengan pedas.**********“Iya, seharusnya Mas senang, dong. Arra dan juga Ibu punya hubungan yang sangat baik, tidak seperti hubungan menantu-mertua yang ada di novel-novel!” kataku ikut menimpali.“Ya, Mas senang. Tapi, hubungan kalian itu udah kelewat baik, bahkan kadang Mas ngerasa kalau yang anak Ibu sebenarnya adalah kamu, bukan Mas.” Mas Arya mencebik.“Atau jangan-jangan memang begitu?” Ibu memasang wajah berpikir.“Haruskah kita tes DNA, Bu?” tanyaku antusias.“Oke, Ibu setuju!” Ibu menyambar cepat.“Ya
4. Interogasi“Maksud kamu apa, Mas?” Aku menjawab cepat.Mata Mas Arya lalu memicing tajam, dan menatapku dengan dalam. Sedangkan aku sendiri langsung membalas tatapannya dengan pandangan tak kalah tajam, jelas saja aku tidak terima dengan kata-katanya barusan.“Kok, kamu jadi nyalahin aku sih, Mas?” tanyaku lagi.Mas Arya langsung memalingkan wajahnya ke arah jendela kamar, kelihatannya dia sadar kalau kata-katanya barusan menyinggungku. Karena aku sama sekali tidak mau melunturkan wajah masamku sedikitpun, biar dia sadar kalau aku tidak menyukai apa yang baru saja dia bilang.“Aku juga nggak tahu kalau Pakde Mul mau meminjam uang, lagian … uang yang dia pinjam saja belum dikembalikan sampai hari ini, gimana aku mau minjemin lagi, coba?" Aku berujar marah."Kamu kok, hitung-hitungan banget sih sama aku sekarang, Ra?" Mas Arya malah menjawab kata-kataku dengan pertanyaan, yang terdengar amat menyebalkan di telingaku."Loh, aku nggak pernah hitung-hitungan sama Mas, kok!" Aku berujar