Part 13"Ma-s, to-long lepasin aku!"Adit justru tersenyum melihat Safira. Sudut bibirnya tertarik ke atas dengan bentuk yang tidak simetris, seolah tengah mengejeknya.Butiran kaca di kedua mata Safira tampak mengembun tebal. Hampir saja bulir bening itu jatuh. Ia tak pernah menyangka kalau mantannya itu justru akan membuatnya merasa terhina seperti ini."Safira, tatap mataku!" pekik Adit. Safira bergeming, pikirannya terus berkecamuk, bagaimana caranya agar dia terlepas dari lelaki brengsek yang ada di hadapannya ini."Safira, aku takkan melakukan ini kalau kau menghargai perasaanku! Tapi dengan sengaja kau bermesraan dengan adikku. Aku tak bisa terima itu! Tidak bisa! Kau hanya milikku, Safira. Sampai kapanpun hanya milikku!" Aditya menjapit dagu Safira. Dilihatnya manik mata coklat itu tampak begitu ketakutan. "Mas, tolong lepaskan aku, Mas!" Safira memohon dengan pandangan berkaca-kaca."Tidak akan setelah aku puas denganmu. Kau yang membuatku jadi gila seperti ini!""Toloooongg
Part 14"Abi?"Safira beranjak dan membuka pintu. Dilihatnya sang suami tengah berdiri lalu tersenyum ke arahnya."Yang, kenapa kamu menangis?" tanya Abiyya saat melihat wajah istrinya sembab.Safira langsung memeluk tubuh Abiyya dengan erat, menumpahkan kesedihannya di sana. Pemuda itupun mendekapnya, membelai rambut Safira dengan lembut seraya mengecup puncak kepalanya berkali-kali. Ia membiarkan Safira menumpahkan kesedihannya, walau hatinya diselimuti oleh pertanyaan. Jantung Abiyya berdebar-debar dengan kencang seperti gendang bertalu. Ia tak menyangka, sang istri akan memeluknya tiba-tiba seperti ini."Yang, duduk dulu yuk. Lalu ceritakan padaku apa yang terjadi."Safira mengangguk pelan. Pipinya sudah basah oleh air mata. "Yang, ada apa?" tanya Abiyya. Mereka berdua duduk berdampingan."Bi, tadi Mas Adit hampir melecehkanku di kantor."Bagaikan disambar petir saat mendengar pengakuan istrinya.'Melecehkan Safira? Benarkah Mas Adit sebejat itu?'Untuk beberapa jeda, emosinya mu
Part 15Seperti ditampar oleh sandal, Abiyya terbungkam mendengar keputusan ayah mertuanya. Ia hanya mampu menunduk dengan pandangan berkaca-kaca."Tapi, Yah--""Ini demi kebaikan kalian. Ayah juga ingin lihat kesungguhanmu menjadi seorang suami yang baik dan bertanggung jawab. Semoga kamu mengerti dengan keputusan ayah," lanjut ayah mertuanya lagi.Abiyya terpaksa mengangguk. Gara-gara ulah sang kakak, dia yang kena getahnya. Pemuda itu mengambil nafas dalam-dalam, mulai sekarang dia harus bekerja keras dan membuktikan pada mertuanya itu bahwa ia mampu menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab untuk istrinya.Abiyya juga yakin, suatu saat, dia pasti bisa membahagiakan Safira."Ayah akan memberimu waktu tiga bulan, minimal kamu dapat pekerjaan yang tetap, setelah itu kamu boleh membawa Safira pergi bersamamu. Tapi harus diingat, jangan serumah lagi dengan Adit.""Baik, Yah. Aku akan berusaha dengan keras.""Bagus. Sekarang, kamu pulang dulu. Biarkan Safira tinggal dengan tenang di
Part 16"Pekerjaan apa?""Nyanyi di cafe? Mau kagak lu? Ini kesempatan emas lho!"Eggy menyerahkan ponselnya pada sang sahabat. Abiyya membaca semua chat dari Nabila. Ia berpikir sejenak. "Gak usah kebanyakan mikir lu! Bukannya lu lagi membutuhkan uang? Terima saja dulu buat batu sandungan lu sementara waktu!" tukas Eggy. Dia mengambil guitar dari pangkuan Abiyya."Ayo kita berangkat sekarang! Gue bakalan anterin lu! Siapa tau menyanyi adalah jalan lu menjadi sukses!" lanjut Eggy lagi dengan nada berapi-api."Tapi Gy, kalau bokap gue tahu dia pasti gak bakalan ngizinin.""Gak usah pikirin bokap lu yang kuno itu. Yang penting kan lu bisa nghasilin duit, halal, dan yang terpenting bisa nafkahin istri lu. Lu harus buktikan pada orang tua lu dan juga mertua lu, kalau lu itu layak! Lu itu laki-laki yang bertanggung jawab! Bukan bocil yang bergantung pada ortu lagi!"Abiyya menghela nafas dalam-dalam. "Baiklah, aku akan mencobanya."Jawaban Abiyya membuat Eggy tersenyum."Nah, gitu dong! G
Part 17Aditya turun dari motornya, lalu menyugar rambut sembari berkaca di spion. Lelaki itu bersiul-siul riang. Berharap hari ini akan bertemu dengan pujaan hati. Melewati ruangan Safira, pandangannya seolah mencari ke seluruh penjuru ruangan tapi tak nampak. Tak lama Santi, rekan kerja Safira melintas."Santi, tunggu!" cegah Aditya."Ya?""Safira gak berangkat kerja?""Gak tau deh, jam segini dia belum sampai. Biasanya kan sudah ya.""Kamu gak tahu dia dimana sekarang?!""Enggak. Bukannya lu yang harusnya lebih tau tentang Safira ya? Lu kan kakak iparnya?!" pungkas Santi, ia pun segera berlalu begitu saja meninggalkan Aditya yang masih terbengong sendiri.'Dia tau kalau gue kakak iparnya?' batin Aditya. Tangan Adit mengepal, ia tak terima. Karena dulu ia dan Safira terkenal sebagai pasangan yang serasi. Tapi ternyata ia hanya berakhir sebagai kakak iparnya saja. Safira menikah dengan adiknya."Gagal deh! Padahal aku ingin mengajaknya kencan bersama lagi! Aaarrrggh! Awas saja kau S
Part 18Malam itu Abiyya sudah berada di Cafe bersama sahabatnya. Untuk beberapa saat, ia mulai latihan dulu. Tak lupa membawa gitar kesayangannya, untuk mengurangi rasa grogi yang mendera."Abi, udah siap?" tanya Nabila dengan senyuman manisnya."Siap, Mbak. Bismillah ..." sahut Abiyya dengan mantap. Untuk sejenak ia memejamkan matanya."Oke semangat ya!"Pemuda itu mengangguk. Terbayang wajah Safira sebagai penyemangat untuk ia bekerja pertama kalinya di cafe ini.'Ini semua untukmu, hidupku untukmu, sayang dan cintaku pun untukmu. Semoga kita bisa bertahan dalam ujian cinta ini. Aku akan berjuang demi kamu.'Di panggung itu, Abiyya mulai tampil membawakan beberapa lagu. Ia memang sengaja membawa gitarnya sendiri agar terlihat profesional meski dengan versi akustik.Saat ini beginilah pekerjaannya, menghibur para pengunjung cafe. Mendengar suara merdu Abiyya, beberapa orang langsung memperhatikannya dan memberikan tepuk tangan saat lagu itu selesai.Pukul setengah sebelas malam, pe
Part 19Abiyya datang ke toko tepat waktu. Raffi tersenyum melihat semangatnya. "Syukurlah kamu sudah datang," ucap Raffi."Iya, Mas.""Nih, ganti dulu bajunya pakai seragam ini."Abiyya mengangguk dan langsung mengganti baju di belakang."Sudah sarapan?" tanya Raffi."Sudah Mas.""Oke, kamu bantu-bantu yang lain dulu ya, siapin box kue. Dan masukin kue-kue kecil dalam plastik.""Baik, Mas."Abiyya berlalu ke dalam. Beberapa karyawan Raffi's bakery sudah berkumpul semua dan melakukan tugasnya masing-masing. Pemuda itu merasa takjub dengan banyaknya pesanan di toko kue yang terlihat sepi dari luar. Nyatanya di dalam, produksi penuh dengan pesanan online. Raffi yang mengendalikan sendiri sebagai tim marketing online tokonya. Begitupun dengan resep kuenya. Dia selalu berinovasi dengan aneka kue yang ia ciptakan.Hampir tiga jam Abiyya menyiapkan aneka box kue dan juga memasukkan kue yang sudah selesai produksi."Bi, ini daftar alamat pelanggan," ujar Raffi menyodorkan sebuah kertas pad
Part 20"Tenang saja, kalau buat beli hati kamu sih cukup.""Eh?""Haha, bercanda Yang!" tukas Abiyya sembari menjawil pipi Safira. "Ayo, mau makan dimana?" "Warung makan lesehan.""Oke.""Nih, pakai helmnya," ucap Abiyya. Tadi ia sengaja pulang ke rumah untuk mengambil helm.Seperti sepasang remaja yang sedang di mabuk asmara. Mereka berboncengan dengan mesra. Safira memeluk erat pinggang sang suami dan menyandarkan kepalanya di punggung. Merasakan kehangatan dan kenyamanan yang ia nanti. Gelora cinta keduanya luar biasa, rasa rindu yang terpendam selama beberapa hari kini mulai terobati. Irama jantung keduanya berdebar tak menentu. Bagaikan bunga-bunga yang layu kini kembali bermekaran.Sesampainya di warung lesehan, keduanya turun. Abiyya membantu Safira melepaskan helmnya.Safira tersenyum manis. Ia merasa gugup sekali, setelah sembilan hari tak bertemu."Pak, ayam bakarnya dua ya, minumnya es teh manis." Abiyya memesan makanan untuk mereka berdua."Baik, Mas. Silakan duduk dulu