Malam itu, setelah ayah Alia meninggalkan mereka dengan peringatan yang lebih menakutkan daripada sebelumnya, suasana di ruang tamu menjadi semakin hening. Teman-teman Alia merasa ketegangan di udara sangat nyata. Dira, Lila, dan Aran saling berpandangan, dan tanpa berkata-kata, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing.
Alia hanya mengangguk lemah saat mereka berpamitan, merasa seolah-olah beban berat menggelayuti hatinya. Meskipun perasaan takut dan kebingungan masih menyelimutinya, ia tahu bahwa ia harus melanjutkan hidupnya, setidaknya untuk malam ini. "Dira... terima kasih sudah mencoba membantu," kata Alia dengan suara pelan saat teman-temannya beranjak pergi. Dira hanya mengangguk, memberikan senyuman tipis yang penuh arti. "Jaga diri baik-baik, Alia," kata Lila dengan penuh perhatian. "Jika ada apa-apa, langsung hubungi kita, oke?" "Semoga semuanya baik-baik saja," ujar Aran, meskipun ada kecemasan yang jelas di wajahnya. "Kami di sini jika kamu butuh bantuan." Setelah teman-temannya pergi, Alia berdiri di pintu depan, menatap mereka pergi ke jalan dengan langkah cepat, lalu menutup pintu dengan perlahan. Hening menyelimuti rumah besar itu, seolah-olah rumah itu sendiri menunggu sesuatu yang belum terungkap. Dengan langkah pelan, Alia kembali ke kamarnya. Ia menarik nafas panjang, berharap malam ini akan berlalu tanpa kejadian yang mengerikan seperti sebelumnya. Ia duduk di tempat tidurnya dan menatap langit-langit kamar, mencoba menenangkan pikirannya yang bergejolak. Tadi malam, segala sesuatu yang terjadi begitu mengerikan—wajah buruk rupa di cermin, suara tawa yang tak bisa dijelaskan, serta suara tangisan yang terus menggema di rumah ini. Semua itu masih terasa begitu nyata, menghantui pikirannya, dan sepertinya ia tak bisa menghindari perasaan bahwa ada sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap yang terperangkap di sini. Namun, malam itu, suasana di dalam kamar terasa aneh. Alia mencoba tidur, mencoba menutup matanya dan membiarkan dirinya terlelap, tetapi ada perasaan aneh yang terus menggelayuti hatinya—seperti ada sesuatu yang mengawasi, sesuatu yang sedang menunggunya. Ia berbalik ke sisi tempat tidur dan memejamkan mata, berharap ketenangan bisa datang. Namun, meskipun ia merasa gelisah dan tidak bisa sepenuhnya tenang, malam itu tidak ada yang terjadi. Tidak ada suara-suara aneh, tidak ada langkah kaki atau bisikan halus yang menghantui. Mungkin ini adalah malam yang seharusnya menjadi kesempatan untuk tidur tanpa gangguan, untuk sejenak melupakan semua kegelapan yang membayangi rumah ini. Akhirnya, setelah beberapa saat, Alia tertidur, meskipun masih terjaga dalam ketegangan yang halus. Tidur yang tak sepenuhnya damai, tetapi tidur yang memberi sedikit ketenangan setelah hari yang penuh kecemasan dan ketakutan. Namun, meskipun malam itu tampak tenang, Alia tidak tahu bahwa ketenangan itu hanyalah sebuah ilusi. Ada sesuatu yang lebih gelap, sesuatu yang lebih kuat yang bersembunyi dalam bayang-bayang rumahnya, menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan dirinya dengan cara yang lebih menakutkan lagi. Malam itu, Alia tidur dengan penuh kecemasan, tetapi ia tidak tahu bahwa itu hanyalah awal dari sebuah teror yang jauh lebih mengerikan yang sedang menunggu untuk menghampirinya. Malam itu, setelah perasaan takut yang menggelayuti pikirannya, Alia akhirnya tertidur dengan penuh kecemasan. Tidur yang tidak memberikan ketenangan, tetapi cukup untuk membuatnya terlelap dalam keletihan emosional. Namun, ketenangan itu sangatlah singkat. Di tengah malam yang sunyi, Alia terbangun dengan perasaan aneh yang menggantung di udara, seolah sesuatu yang tidak terlihat sedang mengawasinya. Ia membuka mata, dan meskipun kamarnya tetap gelap, ada satu hal yang berbeda sesuatu yang tak biasa. Di depan tempat tidurnya, berdiri sebuah sosok yang sangat mirip dengannya. Sosok itu tidak bergerak, hanya berdiri diam seperti bayangan yang menunggu sesuatu. Alia mencoba untuk memfokuskan pandangannya, tetapi semakin ia melihat, semakin ia merasa bahwa ada yang salah. Sosok itu tidak memiliki wajah. Wajahnya datar, kosong tidak ada mata, hidung, atau mulut yang bisa dikenali. Hanya sebuah permukaan halus dan datar yang tampak seperti kulit manusia, tanpa ekspresi atau identitas. Sosok itu hanya berdiri di sana, diam, dan menatap Alia dengan cara yang menakutkan meski tak ada wajah yang bisa dilihat. Jantung Alia berdegup kencang, dan tubuhnya terasa kaku. Rasa takut yang luar biasa mulai merambat dari ujung jarinya hingga ke seluruh tubuhnya. Ia ingin berteriak, ingin bergerak, tetapi tubuhnya terasa seperti terkunci. Tidak ada kata yang keluar dari mulutnya, hanya keheningan yang menekan di sekelilingnya. "S-sosok ini... apa?" gumam Alia pelan, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia hanya sedang berhalusinasi. Namun, seiring dengan perasaan bingung dan takut yang semakin kuat, sosok itu mulai bergerak perlahan. Gerakan yang sangat halus, hampir tidak terlihat. Ia melangkah mendekat ke arah Alia, langkahnya tenang, namun setiap langkahnya terasa semakin berat di udara yang mengelilinginya. Tidak ada suara yang terdengar selain detakan jantung Alia yang semakin kencang. Alia ingin berteriak, ingin melarikan diri, tetapi tubuhnya terasa seolah dibekukan oleh rasa takut yang mendalam. Saat sosok itu semakin mendekat, sebuah sensasi dingin yang mencekam mulai merayap ke seluruh tubuh Alia. Ia merasa seperti ada sesuatu yang menekan dadanya, membuatnya sulit bernapas. Tiba-tiba, sosok itu berhenti tepat di depan Alia. Meskipun tidak ada wajah yang bisa dilihat, Alia bisa merasakan kehadiran sosok itu begitu jelas, begitu kuat—seperti ada kekuatan yang ingin menyatu dengannya. Dengan napas terengah-engah, Alia mencoba memejamkan mata, berharap ini semua hanya mimpi buruk. Namun, begitu matanya terpejam, suara yang sangat rendah dan terdengar seperti bisikan datang ke telinganya. "Kamu tidak bisa lari... kamu tidak bisa sembunyi..." Alia membuka matanya kembali dengan tergesa-gesa. Sosok itu masih di sana, tetapi kini ada sesuatu yang lebih mengerikan. Perlahan, sosok itu mulai memunculkan detail yang lebih mengerikan warna wajahnya yang semakin memudar, perlahan menjadi abu-abu dan tampak seperti sesuatu yang rapuh dan rusak. Sosok itu semakin mendekatkan dirinya ke wajah Alia, namun wajahnya tetap datar, kosong. Rasa takut yang mencekam menguasai Alia. "Apa yang kamu inginkan?" tanyanya, suara hampir tidak terdengar karena ketakutan yang mencekam. Sosok itu tidak menjawab. Hanya diam, tetapi sesuatu dalam keheningan itu sangat mengganggu. Itu seperti jawaban dari semua teror yang selama ini mengikutinya bahwa ia tidak akan pernah bisa melarikan diri dari sesuatu yang telah mengikatnya pada rumah ini. Pada saat itu, tiba-tiba pintu kamar Alia terbuka dengan keras, memecah kesunyian yang menekan. Dalam kegelapan, Alia melihat siluet seseorang berdiri di ambang pintu. Ayahnya. Namun, wajahnya juga datar, kosong, tidak ada ekspresi hanya seperti bayangan yang tidak bernyawa. "Apa yang kamu lihat?" suara ayahnya terdengar dalam nada yang dingin dan datar. Alia, yang kini semakin bingung dan ketakutan, hanya bisa menatap ayahnya dengan mata terbuka lebar. "Pa... papa?" suaranya gemetar. Namun, sebelum ayahnya bisa melangkah lebih jauh, sosok yang ada di depan Alia bergerak cepat, seolah-olah menelan bayangan ayahnya. Dalam sekejap, sosok itu menghilang, dan hanya ada hening yang lebih dalam, mencekam. Pintu kamar Alia kembali tertutup, dan rumah itu kembali jatuh ke dalam keheningan yang menakutkan. Alia merasa seolah-olah dunia di sekitarnya runtuh tidak ada yang nyata lagi. Semua yang dilihatnya semua yang dirasakannya terasa seperti sebuah mimpi buruk yang tidak ada ujungnya. Namun, satu hal yang pasti Alia tahu bahwa malam ini adalah titik balik. Apa yang ia lihat, apa yang ia rasakan, itu bukan sekadar imajinasi. Ada sesuatu yang jauh lebih gelap, lebih berbahaya, yang tersembunyi di rumah itu, dan ia tidak bisa melarikan diri dari kenyataan itu lagi. Alia, yang tubuhnya gemetar, duduk kembali di tempat tidurnya, berusaha menenangkan diri, tetapi hatinya tahu bahwa ia kini terjebak dalam sebuah misteri yang jauh lebih mengerikan daripada apa yang ia bayangkan.Malam itu, setelah ayah Alia meninggalkan mereka dengan peringatan yang lebih menakutkan daripada sebelumnya, suasana di ruang tamu menjadi semakin hening. Teman-teman Alia merasa ketegangan di udara sangat nyata. Dira, Lila, dan Aran saling berpandangan, dan tanpa berkata-kata, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Alia hanya mengangguk lemah saat mereka berpamitan, merasa seolah-olah beban berat menggelayuti hatinya. Meskipun perasaan takut dan kebingungan masih menyelimutinya, ia tahu bahwa ia harus melanjutkan hidupnya, setidaknya untuk malam ini. "Dira... terima kasih sudah mencoba membantu," kata Alia dengan suara pelan saat teman-temannya beranjak pergi. Dira hanya mengangguk, memberikan senyuman tipis yang penuh arti. "Jaga diri baik-baik, Alia," kata Lila dengan penuh perhatian. "Jika ada apa-apa, langsung hubungi kita, oke?" "Semoga semuanya baik-baik saja," ujar Aran, meskipun ada kecemasan yang jelas di wajahnya. "Kami di sini jika kamu butuh
Tapi itu bukan hanya wajahnya yang berubah. Di dalam cermin, wajah yang buruk rupa itu mulai tertawa—tertawa dengan suara yang mengerikan, suara yang bukan berasal dari dirinya. Suara itu seperti berasal dari kedalaman kegelapan yang menakutkan, bukan suara manusia."Tolong, jangan!" Alia berteriak, ingin berlari menjauh, tapi tubuhnya terasa kaku, seolah-olah terikat oleh kekuatan yang tak terlihat.Wajah yang jelek di cermin itu terus tertawa dengan keras, tertawa seperti mengolok-olok ketakutannya. Alia menatap wajah yang mencerminkan dirinya, namun bukan dirinya yang dia kenal. Ada sesuatu yang jahat dalam tawa itu, sesuatu yang mengerikan.Tiba-tiba, sosok dalam cermin itu berbicara dengan suara yang bergema di seluruh ruangan. "Kamu tidak bisa lari dari dirimu sendiri, Alia. Aku ada di dalam dirimu. Kamu tidak akan pernah terbebas."Alia terbelalak, napasnya terengah-engah. Ia bisa merasakan ketakutan yang meluap-luap di dadanya. "Apa yang k
Suatu malam, setelah kejadian aneh di sekolah, Alia merasa gelisah. Hatinya terus dihantui oleh suara yang mereka dengar, bayangan yang mereka lihat, dan misteri yang belum terpecahkan. Namun, malam itu, sesuatu yang lebih mengganggu mulai terjadi di rumahnya.Suasana rumah yang biasanya tenang kini terasa berbeda. Alia terbangun dari tidurnya saat mendengar suara pelan yang datang dari lantai atas, diikuti dengan suara tangisan perempuan yang lirih dan penuh kesedihan. Suara itu terdengar begitu nyata, seolah datang dari dekat, bahkan meskipun seluruh rumah tampak sunyi.Alia memejamkan mata sejenak, berusaha untuk tidak terlalu panik. "Apa itu?" pikirnya dalam hati. Biasanya, ia akan mengabaikan suara-suara aneh, tetapi malam ini, ada sesuatu yang berbeda. Suara tangisan itu begitu jelas dan emosional, seolah seseorang sedang menderita di dalam rumahnya.Dengan hati-hati, Alia bangkit dari tempat tidur dan membuka pintu kamar. Suara tangisan itu semakin
Lila dan Aran pun terdiam, mencoba mendengarkan dengan seksama. Suara itu kembali terdengar, lebih jelas sekarang. Suara yang mengikuti nyanyian mereka, tapi dengan nada yang sangat aneh dan terdistorsi, seolah-olah berasal dari tempat yang jauh. "Ini tidak baik," kata Dira, matanya mulai berkilat ketakutan. "Itu bukan suara manusia." Mereka semua terdiam. Alia menatap sekeliling mereka, merasa ketegangan di udara semakin tebal. “Dira, apa yang kamu rasakan? Apa ini... ada hubungannya dengan yang terjadi di taman tadi?” Dira menundukkan kepala, menggigit bibirnya. “Aku tidak tahu pasti, Alia. Tapi rasanya... suara itu datang dari... tempat yang tidak bisa dijangkau. Aku bisa merasakannya, kita sedang diawasi.” Aran mencoba untuk tetap tenang. "Mungkin cuma kebetulan, atau ada yang iseng," katanya, meskipun suaranya terdengar lebih ragu daripada biasanya. Namun, saat mereka melanjutkan untuk bernyanyi lagi, suara itu kembali, lebih ke
Di sebuah kota yang indah, terdapat sebuah keluarga kaya yang hidup dalam kemewahan. Mereka tinggal di sebuah rumah besar dengan taman yang luas, lengkap dengan kolam renang dan ruang permainan, mereka mempunyai kekayaan ini tidak dari lama, di rumahnya terdapat ruangan yang tidak boleh dimasuki sembarang orang. Keluarga ini terdiri dari ayah dan ibu yang sukses di dunia bisnis, serta seorang putri tunggal yang bernama Alia. Alia adalah seorang gadis remaja yang berusia 16 tahun, bersekolah di SMA dekat rumahnya. Meskipun hidup dalam segala kenyamanan, ia memiliki sifat yang sederhana dan ramah, sangat dicintai oleh teman-temannya. Di sekolah, Alia memiliki tiga teman dekat yang selalu mendampinginya: Dira, Lila, dan Aran. Mereka sudah saling mengenal sejak SMP dan selalu bersama-sama melalui berbagai suka dan duka. Dira adalah teman yang paling ceria di antara mereka. Ia selalu memiliki energi positif dan senyum lebar yang membuat orang di sekitarnya merasa nyaman. Namun,