Accueil / Horor / MALAM TANPA WAJAH / BAB 4 MISTERI CERMIN

Share

BAB 4 MISTERI CERMIN

last update Dernière mise à jour: 2025-03-05 08:29:00

Tapi itu bukan hanya wajahnya yang berubah. Di dalam cermin, wajah yang buruk rupa itu mulai tertawa—tertawa dengan suara yang mengerikan, suara yang bukan berasal dari dirinya. Suara itu seperti berasal dari kedalaman kegelapan yang menakutkan, bukan suara manusia.

"Tolong, jangan!" Alia berteriak, ingin berlari menjauh, tapi tubuhnya terasa kaku, seolah-olah terikat oleh kekuatan yang tak terlihat.

Wajah yang jelek di cermin itu terus tertawa dengan keras, tertawa seperti mengolok-olok ketakutannya. Alia menatap wajah yang mencerminkan dirinya, namun bukan dirinya yang dia kenal. Ada sesuatu yang jahat dalam tawa itu, sesuatu yang mengerikan.

Tiba-tiba, sosok dalam cermin itu berbicara dengan suara yang bergema di seluruh ruangan. "Kamu tidak bisa lari dari dirimu sendiri, Alia. Aku ada di dalam dirimu. Kamu tidak akan pernah terbebas."

Alia terbelalak, napasnya terengah-engah. Ia bisa merasakan ketakutan yang meluap-luap di dadanya. "Apa yang kamu inginkan dari aku? Siapa kamu?" teriaknya, suara pecah oleh kecemasan yang mendalam.

Senyuman jahat itu semakin melebar, semakin menyeramkan, dan wajah dalam cermin itu perlahan mulai menatapnya dengan tatapan kosong yang dalam. "Aku adalah bayanganmu yang paling gelap, Alia. Selama ini, kamu berusaha mengabaikanku, tetapi aku tetap ada di sini, menunggu untuk keluar."

Seketika, cermin itu pecah dengan suara keras yang menggema di seluruh ruangan. Potongan kaca berjatuhan ke lantai, namun di antara pecahan itu, Alia masih bisa melihat wajah itu wajahnya yang berubah menjadi sangat buruk rupa, tertawa tanpa henti, semakin mengerikan.

Alia mundur dengan langkah terhuyung, mencoba untuk melarikan diri, tetapi suasana di sekitarnya terasa semakin sesak. Dinding-dinding kamar mandi seolah mengancam untuk menutupinya, dan udara di ruangan terasa semakin berat. Ia merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk yang tidak berujung.

"Apa yang harus aku lakukan?" Alia bergumam pada dirinya sendiri, hatinya berdebar kencang. "Kenapa ini terjadi? Kenapa sekarang?"

Dengan suara gemetar, ia mulai berlari keluar dari kamar mandi, berusaha untuk menghindari pandangannya dari potongan kaca yang berserakan di lantai. Tapi meskipun ia keluar, suara tawa yang mengerikan itu masih terdengar di telinganya, seolah mengikutinya.

Ketika ia keluar dari kamar mandi, ia melihat bayangan samar lagi di ujung koridor—bayangan yang sepertinya mengikuti setiap gerakannya. Suara tangisan wanita yang pernah ia dengar di ruangan terlarang kembali terdengar, kali ini lebih keras, seolah-olah ada dua entitas yang terperangkap dalam rumahnya.

Alia merasa takut, bingung, dan hilang arah. Ia ingin berteriak, tetapi kata-kata seakan terjebak di tenggorokannya. "Apa yang harus aku lakukan? Siapa yang harus aku tanyakan?" pikirnya.

Saat itu, Dira, Lila, dan Aran tiba-tiba muncul di depannya. Mereka bertiga terlihat cemas, seolah mereka juga merasakan ada sesuatu yang tidak beres. “Alia, kami datang untuk menolong,” kata Dira dengan suara khawatir.

Alia menatap mereka dengan mata penuh ketakutan. "Dira... Ada sesuatu yang salah. Sesuatu mengikutiku... aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi aku merasa... aku sedang dihantui oleh bayangan aku sendiri."

Dira menatap Alia dengan serius, seolah memahami. “Kita harus mencari tahu lebih dalam tentang apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini, Alia. Ini lebih dari sekadar suara atau bayangan. Sesuatu jahat telah terperangkap di sini, dan itu mungkin berhubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari yang kita bayangkan.”

Alia menelan air liur, merasa lebih cemas dari sebelumnya, tetapi ia tahu bahwa ia tidak bisa menghadapi ini sendirian. Keempat teman itu kembali memutuskan untuk bersama-sama mengungkap misteri ini. Mereka tahu bahwa mereka harus menemukan jawaban sebelum kegelapan yang mengintai semakin menguasai hidup mereka.

Namun, satu hal yang jelas—Alia tak akan bisa menghindari bayangannya sendiri lagi.

Malam itu, setelah kejadian mengerikan di kamar mandi, Dira merasa ada sesuatu yang harus mereka lakukan. Dia tahu bahwa untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi di rumah Alia, mereka harus menggali lebih dalam, mencari petunjuk tentang siapa atau apa yang mengganggu rumah tersebut.

Dira, dengan kemampuan indra keenamnya, merasa memiliki tanggung jawab untuk membantu Alia. Dia menyarankan agar mereka melakukan sebuah ritual kecil untuk mencoba melihat lebih jauh ke dalam rahasia rumah itu.

Mereka berkumpul di ruang tamu rumah Alia, dengan suasana yang terasa tegang. Alia, Lila, dan Aran duduk mengelilingi Dira, yang sudah menyiapkan beberapa benda yang dibutuhkan untuk ritual itu—sebuah lilin putih, sebuah mangkuk kecil berisi air, dan sebuah batu kristal yang selalu dibawa Dira ketika ia mencoba meramal.

“Dira, kau yakin dengan ini?” tanya Lila dengan cemas, meski ia selalu mendukung Dira, rasa takutnya semakin membesar. “Apa jika sesuatu yang lebih buruk terjadi?”

Dira mengangguk. "Aku rasa ini satu-satunya cara. Kita perlu tahu siapa yang mengganggu rumah ini, dan kenapa semua ini terjadi."

Dira menatap batu kristal di tangannya, lalu meletakkannya dengan hati-hati di atas meja. Dia menyalakan lilin putih dan memasukkan ujung jarinya ke dalam mangkuk air. Saat dia menutup matanya dan memfokuskan pikiran, udara di sekitar mereka terasa semakin berat, dan hawa dingin mulai meresap di ruangan itu.

"Jangan khawatir," kata Dira pelan, "Aku hanya akan mencoba melihat apa yang terperangkap di rumah ini, tidak lebih."

Namun, saat Dira mulai memasuki kondisi lebih dalam, dia merasa ada sesuatu yang sangat aneh. Biasanya, dengan kemampuannya, dia bisa merasakan kehadiran makhluk atau energi tertentu, tetapi malam ini—hampir seperti ada sebuah tembok yang menghalanginya.

"Ada yang salah," kata Dira dengan suara cemas. "Aku... aku tidak bisa melihatnya. Tidak ada apapun yang bisa aku rasakan. Seperti ada sesuatu yang menghalangi pandanganku. Semua terasa kabur."

Alia menatap Dira dengan penuh kekhawatiran. "Apa maksudmu? Tidak ada apapun?"

Dira menggigit bibirnya, merasa tidak nyaman. "Seharusnya aku bisa melihat apa yang mengganggu rumah ini. Tapi sekarang... aku tidak bisa. Ini tidak seperti yang sebelumnya."

Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah kaki di koridor. Semua pun terdiam, menunggu siapa yang akan muncul. Tidak lama setelah itu, pintu ruang tamu terbuka dengan keras, dan di ambang pintu berdiri sosok yang sangat familiar bagi Alia ayahnya, yang terlihat sangat marah.

"Apa yang kalian lakukan di sini?!" suara ayah Alia menggema di seluruh ruangan, penuh dengan kemarahan. "Aku sudah berulang kali mengingatkan kalian untuk tidak mendekati ruangan itu!"

Alia terkejut dan terdiam, sementara Dira, Lila, dan Aran terpaksa berdiri dan mundur sedikit, merasa cemas dengan reaksi ayah Alia.

"Kenapa kalian masih mencoba membuka semua ini?!" Ayah Alia melangkah maju, wajahnya semakin tegang dan serius. "Kalian tidak tahu apa yang terjadi di rumah ini! Ada hal-hal yang lebih baik dibiarkan tetap tersembunyi!"

"Papa, kami hanya ingin membantu," Alia mencoba berbicara dengan lembut, berusaha meredakan ketegangan. "Kami hanya ingin tahu apa yang terjadi. Ada sesuatu yang tidak beres di sini, dan kami... kami ingin tahu siapa yang menangis, siapa yang menghantui rumah ini."

Ayah Alia menatap Alia dengan tajam, seolah berusaha mencari tahu apakah dia serius atau hanya terperangkap dalam rasa penasaran. "Ada banyak hal yang tidak perlu kalian ketahui, Alia," jawabnya, suara penuh peringatan. "Ini urusan keluarga. Aku tidak ingin kalian terlibat dalam hal-hal yang lebih berbahaya. Percayalah, lebih baik kalian jauhkan diri dari ruangan itu, dan jangan pernah mencoba membuka hal-hal yang tidak perlu diketahui."

Dira, yang mulai merasa ketegangan ini semakin mencekam, mengangguk perlahan. "Kami tidak akan mengganggu lebih lanjut, Pak," katanya, mencoba menjaga sikap tenang. "Tapi tolong beri kami kesempatan untuk memahami apa yang sedang terjadi. Ada yang salah dengan rumah ini, dan kami tidak bisa mengabaikannya begitu saja."

Ayah Alia terdiam sejenak, wajahnya berubah serius, seolah-olah tengah memikirkan sesuatu yang dalam. Lalu, dengan suara yang lebih rendah, ia berbicara dengan nada yang lebih penuh peringatan. "Kalian tidak tahu apa yang terperangkap di sana. Kalian tidak tahu betapa berbahayanya tempat itu. Aku tidak akan membiarkan kalian membuat kesalahan yang bisa merusak semuanya."

Dira merasakan ada sesuatu yang sangat aneh dalam cara ayah Alia berbicara, dan dia tahu bahwa ini bukan hanya tentang rasa takut biasa. Ada sesuatu yang lebih gelap, lebih menakutkan, yang menyelimuti keluarga ini, sesuatu yang ayah Alia berusaha sembunyikan.

Setelah beberapa detik yang terasa begitu lama, ayah Alia akhirnya berbalik dan meninggalkan mereka dengan langkah cepat, menutup pintu dengan keras di belakangnya.

Alia dan teman-temannya saling bertukar pandang, kecemasan jelas tergambar di wajah mereka. "Apa yang dia sembunyikan?" tanya Aran, memecah keheningan. "Kenapa dia begitu ketakutan dengan ruangan itu?"

Dira menggigit bibirnya, merasa tidak nyaman. "Aku rasa ada sesuatu yang lebih besar dari yang kita bayangkan. Sesuatu yang sudah lama terpendam, dan mungkin ayahmu tidak ingin kalian tahu apa yang terjadi di rumah ini."

Alia memandangi pintu yang baru saja ditutup ayahnya, perasaan bingung dan khawatir semakin menguasai dirinya. Mereka tahu bahwa mereka berada di ambang sesuatu yang sangat besar, dan meskipun ayahnya berusaha melindungi mereka, Alia mulai merasa bahwa tak ada jalan lain selain mencari tahu apa yang sebenarnya tersembunyi di dalam rumah itu—meskipun itu berarti menghadapi kebenaran yang sangat menakutkan.

Keempatnya saling menatap, tak ada kata-kata yang diperlukan. Mereka tahu bahwa mereka tidak bisa mundur lagi.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • MALAM TANPA WAJAH   BAB 5 TEROR HANTU TANPA WAJAH

    Malam itu, setelah ayah Alia meninggalkan mereka dengan peringatan yang lebih menakutkan daripada sebelumnya, suasana di ruang tamu menjadi semakin hening. Teman-teman Alia merasa ketegangan di udara sangat nyata. Dira, Lila, dan Aran saling berpandangan, dan tanpa berkata-kata, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Alia hanya mengangguk lemah saat mereka berpamitan, merasa seolah-olah beban berat menggelayuti hatinya. Meskipun perasaan takut dan kebingungan masih menyelimutinya, ia tahu bahwa ia harus melanjutkan hidupnya, setidaknya untuk malam ini. "Dira... terima kasih sudah mencoba membantu," kata Alia dengan suara pelan saat teman-temannya beranjak pergi. Dira hanya mengangguk, memberikan senyuman tipis yang penuh arti. "Jaga diri baik-baik, Alia," kata Lila dengan penuh perhatian. "Jika ada apa-apa, langsung hubungi kita, oke?" "Semoga semuanya baik-baik saja," ujar Aran, meskipun ada kecemasan yang jelas di wajahnya. "Kami di sini jika kamu butuh

  • MALAM TANPA WAJAH   BAB 4 MISTERI CERMIN

    Tapi itu bukan hanya wajahnya yang berubah. Di dalam cermin, wajah yang buruk rupa itu mulai tertawa—tertawa dengan suara yang mengerikan, suara yang bukan berasal dari dirinya. Suara itu seperti berasal dari kedalaman kegelapan yang menakutkan, bukan suara manusia."Tolong, jangan!" Alia berteriak, ingin berlari menjauh, tapi tubuhnya terasa kaku, seolah-olah terikat oleh kekuatan yang tak terlihat.Wajah yang jelek di cermin itu terus tertawa dengan keras, tertawa seperti mengolok-olok ketakutannya. Alia menatap wajah yang mencerminkan dirinya, namun bukan dirinya yang dia kenal. Ada sesuatu yang jahat dalam tawa itu, sesuatu yang mengerikan.Tiba-tiba, sosok dalam cermin itu berbicara dengan suara yang bergema di seluruh ruangan. "Kamu tidak bisa lari dari dirimu sendiri, Alia. Aku ada di dalam dirimu. Kamu tidak akan pernah terbebas."Alia terbelalak, napasnya terengah-engah. Ia bisa merasakan ketakutan yang meluap-luap di dadanya. "Apa yang k

  • MALAM TANPA WAJAH   BAB 3 KEJADIAN HOROR DI RUMAH ALIYA

    Suatu malam, setelah kejadian aneh di sekolah, Alia merasa gelisah. Hatinya terus dihantui oleh suara yang mereka dengar, bayangan yang mereka lihat, dan misteri yang belum terpecahkan. Namun, malam itu, sesuatu yang lebih mengganggu mulai terjadi di rumahnya.Suasana rumah yang biasanya tenang kini terasa berbeda. Alia terbangun dari tidurnya saat mendengar suara pelan yang datang dari lantai atas, diikuti dengan suara tangisan perempuan yang lirih dan penuh kesedihan. Suara itu terdengar begitu nyata, seolah datang dari dekat, bahkan meskipun seluruh rumah tampak sunyi.Alia memejamkan mata sejenak, berusaha untuk tidak terlalu panik. "Apa itu?" pikirnya dalam hati. Biasanya, ia akan mengabaikan suara-suara aneh, tetapi malam ini, ada sesuatu yang berbeda. Suara tangisan itu begitu jelas dan emosional, seolah seseorang sedang menderita di dalam rumahnya.Dengan hati-hati, Alia bangkit dari tempat tidur dan membuka pintu kamar. Suara tangisan itu semakin

  • MALAM TANPA WAJAH   BAB 2 AWAL MULA KEJADIAN HOROR

    Lila dan Aran pun terdiam, mencoba mendengarkan dengan seksama. Suara itu kembali terdengar, lebih jelas sekarang. Suara yang mengikuti nyanyian mereka, tapi dengan nada yang sangat aneh dan terdistorsi, seolah-olah berasal dari tempat yang jauh. "Ini tidak baik," kata Dira, matanya mulai berkilat ketakutan. "Itu bukan suara manusia." Mereka semua terdiam. Alia menatap sekeliling mereka, merasa ketegangan di udara semakin tebal. “Dira, apa yang kamu rasakan? Apa ini... ada hubungannya dengan yang terjadi di taman tadi?” Dira menundukkan kepala, menggigit bibirnya. “Aku tidak tahu pasti, Alia. Tapi rasanya... suara itu datang dari... tempat yang tidak bisa dijangkau. Aku bisa merasakannya, kita sedang diawasi.” Aran mencoba untuk tetap tenang. "Mungkin cuma kebetulan, atau ada yang iseng," katanya, meskipun suaranya terdengar lebih ragu daripada biasanya. Namun, saat mereka melanjutkan untuk bernyanyi lagi, suara itu kembali, lebih ke

  • MALAM TANPA WAJAH   Bab 1 SEBUAH KELUARGA YANG HIDUP SERBA MEWAH

    Di sebuah kota yang indah, terdapat sebuah keluarga kaya yang hidup dalam kemewahan. Mereka tinggal di sebuah rumah besar dengan taman yang luas, lengkap dengan kolam renang dan ruang permainan, mereka mempunyai kekayaan ini tidak dari lama, di rumahnya terdapat ruangan yang tidak boleh dimasuki sembarang orang. Keluarga ini terdiri dari ayah dan ibu yang sukses di dunia bisnis, serta seorang putri tunggal yang bernama Alia. Alia adalah seorang gadis remaja yang berusia 16 tahun, bersekolah di SMA dekat rumahnya. Meskipun hidup dalam segala kenyamanan, ia memiliki sifat yang sederhana dan ramah, sangat dicintai oleh teman-temannya. Di sekolah, Alia memiliki tiga teman dekat yang selalu mendampinginya: Dira, Lila, dan Aran. Mereka sudah saling mengenal sejak SMP dan selalu bersama-sama melalui berbagai suka dan duka. Dira adalah teman yang paling ceria di antara mereka. Ia selalu memiliki energi positif dan senyum lebar yang membuat orang di sekitarnya merasa nyaman. Namun,

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status