Share

Bab. 5

"Aiswa mana Bu?" Aku bertanya pada Ibu karna tak biasanya jam segini anakku itu belum siap di meja makan untuk sarapan.

"Mungkin masih tidur. Capek kali! Kemarin kan acara di sekolahnya lumayan lama waktunya." Ibu menjawab pertanyaanku tanpa melihat ke arahku. Tangannya terus sibuk menyiapkan piring dan makanan di meja.

"Selamat pagi Ma, pagi Nek !"

"Eeh, cucu nenek sudah bangun. Ayo sayang sarapan! Nenek masak kesukaan Aiswa, opor ayam spesial!" Ibu nampak sumringah menyambut kemunculan cucunya.

Aiswa hanya tersenyum mengangguk, lalu menarik sebuah kursi untuk ia duduk disebelah Ibu.

Detik selanjutnya, tak sepatah katapun terlontar dari mulut kami. Aku memang jarang sekali ikut sarapan dirumah. Tapi biasanya Aiswa selalu berceloteh riang bila sudah bersama neneknya. Namun kali ini, entah kenapa bocah itu jadi sangat pendiam.

"Mungkinkah Aiswa marah karna mengira aku tak hadir di sekolah kemarin?" Batinku bertanya menelisik.

"Ehm ehm!" Aku berdehem sebelum memulai berbicara.

"Bu, nanti aku pulang agak malaman. Aku harus lembur beberapa hari ini. Banyak laporan yang harus segera diselesaikan."

"Ya!" jawab ibu singkat. Lagi lagi tanpa ekspresi, apalagi melihatku.

Aah mungkinkah Ibu juga marah kali ini?

"Aiswa, kamu ga usah nunggu Mama pulang. Apalagi pake acara ketiduran di ruang tamu. Mengerti?"

"Iya Ma!" Aiswa menatapku sekilas disertai anggukan kepalanya. Lalu kembali menunduk, sibuk dengan makanannya.

Aiishh! Mereka begitu pelit bicara. Suasana makin menjadi kaku !

"Aku berangkat dulu, sebentar lagi ojek pesananku datang."

Terpaksa hari ini aku harus naik ojek karna mobil terkena tilang kemarin. Rencana siang ini aku baru akan mengurusnya.

Aku bangkit dari tempat dudukku dan bersiap untuk menunggu ojek di luar rumah.

Baru beberapa langkah, aku teringat sesuatu yang dari semalam sudah aku rencanakan. Aku kembali berbalik arah menghampiri Ibu dan Aiswa.

"Sabtu besok aku mau ngajak kalian jalan jalan ke puncak. Kita nginap disana. Ya meski cuman semalam sih."

"Kamu serius Aina ?"

"Ya tentu dong Bu. Anggap saja ini hadiah untuk kelulusan Aiswa. Dan juga sebagai hadiah untuk penampilan Aiswa kemarin di pentas !" Aku melirik Aiswa sembari tersenyum.

"Aiswa, tari piring yang kemarin kamu bawakan bagus banget loh!"

Seperti dikomando, Aiswa dan Ibu seketika menghentikan aktivitas makan mereka. Dengan kompak mata mereka membulat, menatap ke arahku.

"Jadi kemarin kamu datang ke sekolah, Aina?"

"Ja - jadi Mama kemarin liat aku tampil di panggung?"

"Benar begitu, Aina?"

Mereka memberondongku dengan pertanyaan. Seolah tak percaya kalau ternyata aku hadir di acara tempo hari.

Aku pun hanya mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban.

"Yeaaaayyy! Akhirnya Mama mau datang ke sekolah bahkan ngasih hadiah ke aku, Nek !" Kedua tangan Aiswa terangkat ke atas bersorak gembira.

"Bukan itu saja, mulai besok Mama akan sempatkan antar Ais ke sekolah dan hadir di setiap undangan wali murid di sekolah." Aku mengusap pelan pucuk rambut kepala Aiswa.

"Beneran Ma?" Aiswa seolah masih tak percaya dengan ucapanku barusan.

"Yup!"

Kedua mata Aiswa seketika berbinar terang. Tubuhnya langsung menghambur memelukku. Aku dapat merasakan betapa bahagianya ia pagi ini.

Sementara, Ibu hanya duduk sambil menatap kami berdua. Ku lihat butiran bening jatuh dari matanya yang sedari tadi berkaca kaca. Tanpa sadar air mataku pun ikut menitik.

( Aaah Ibu, jadi luntur make up aku ! )

💖💖💖

Aku bernapas lega setelah urusan mengambil mobilku yang kemarin ditilang di kantor "Lantas" selesai. Bila tidak, semua rencanaku mengajak keluarga untuk weekend bisa berantakan.

"Krruukkk!" Suara dari dalam perutku nyaring memberi kode. Ya ampun! Aku sampai lupa makan siang tadi karna terburu buru. Masih ada sedikit waktu, lebih baik aku sempatkan dulu mampir ke restoran dekat kantor sebelum asam lambungku benar benar naik.

Kupilih meja kosong di sudut ruangan restoran. Sambil menunggu pesanan datang, aku memainkan ponsel mengecek beberapa aplikasi disana.

Ada banyak notifikasi dari group WA "lambe turah" teman teman di kantor. Penasaran, langsung saja ku klik aplikasi hijau tersebut.

Wina : [ Eeh pada tahu nggak? Hari ini kita kedatangan tamu istimewa loh]

Melani : [ Alaah, paling juga kunjungan bapak bapak dari perusahaan lain. Ga selera aah., udah pada tuwir]

Siska : [ Haha, ga papa juga kali tuwir, yang penting royal daripada lu jadi jomblo karatan]

Melani : [ Enak aja ngatain gue karatan! Emot muka garang 10 biji! ]

Wina : [ Nah loh, malah jadi berantem. Makanya jangan pada sok tahu! Yang mo dateng tuh anaknya big bos dari PT Wijaya Corp. Kabarnya nih ya, dia tuh ganteng abis! Udah gitu macho en tajir pula! ]

Melanie : [ Oke fix, idaman! ]

Siska : [ Kita liat aja siapa nanti yang bakalan dilirik. Oke, gue harus siap siap. Gue mo dandan cantik secetar mungkin! Biar itu anak big bos bakal terseponaaaah ama gue nanti ]

"Huuh., selalu saja ga jauh jauh soal cowok yang dibahas." Batinku heran. Kututup ponsel kemudian saat pelayan datang mengantar pesanan.

Aku mulai menyantap makan siangku, sambil sesekali menyapukan pandanganku pada pengunjung yang datang dan pergi di restoran.

Tunggu!

Sebuah wajah yang nampak tak asing belakangan ini tertangkap netraku.

Wajah tampan dengan hidung mancung, serta alis tebal yang hampir menyatu itu ternyata juga melihat ke arahku ! Sempat mata kami saling bertemu sepersekian detik, sebelum akhirnya saling membuang pandang.

Dalam hati aku sedikit penasaran, " Kenapa Polisi arogan ini bisa berada di tempat ini?"

Fattan!

Polisi arogan itu kini tak mengenakan seragam dinasnya, melainkan setelan formal kantor. Jas warna hitam senada dengan celana serta sepatu yang ia pakai, menambah kesan gagah pada postur tubuhnya yang memang tinggi.

Meski sudah pernah bertemu sebelumnya, tapi rasanya aku begitu enggan untuk menyapanya, apalagi hanya untuk sekedar basa basi.

Aku sangat kesal saat dia selalu menolak penawaranku agar aku bebas dari tilang dengan kompensasi yang ku berikan. Alih alih menggubrisku, melirikku pun tidak.

Huuh, sungguh menjengkelkan!

💖💖💖

Ku tekan tombol lantai 10 ketika aku memasuki lift. Aku akan ke ruangan Pak Jatmiko atasan kami untuk menyerahkan semua laporan yang telah selesai ku kerjakan. Aku menarik napas lega, sebab seluruh laporan selesai tepat waktu. Itu artinya rencanaku mengajak Aiswa dan Ibu jalan jalan ke puncak bisa terealisasi.

"Tiiiit!" Pintu lift terbuka. Seorang pria berpostur tinggi dengan kaca mata hitam masuk ke dalam lift. Awalnya aku begitu cuek dengan kehadiran lelaki itu. Tapi selanjutnya, aku benar benar terper angah begitu menyadari siapa pria tersebut.

Fattan lagi?

Huuh, bagaimana bisa aku bertemu pria arogan ini lagi sih?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status