Share

Bab 5. Pertemuan pertama.

MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYA.

Bab 5.

Mereka segara melaksanakan shalat maghrib bersama-sama. Di sini Bima menyadari kalau harta bukanlah segala-galanya. Bahkan mereka yang berada di sini tidak ada yang tahu siapa Bima sebenarnya? Di sini semua sama, terutama di mata Allah.

Bima yang terlalu sangat mencintai Firly bahkan lupa akan kewajibannya. Mungkin ini lah sebagai teguran untuknya, agar ia tidak lalai akan tugasnya dan kewajibannya. Dengan diberikan kenyataan seperti ini, agar ia tidak pernah lupa terhadap Allah yang Maha SegalaNya. Ia yakin semua yang diawali dengan niat yang baik pasti akan mendapatkan hasil yang baik pula. Semoga saja ia mendapatkan hikmah dibalik semua kejadian ini dan semoga menjadi orang yang lebih baik ke depannya.

Tetap istiqomah dan jangan bangga diri. Ketika burung hidup, semut adalah makanannya. Tapi bila burung mati, semut pula yang akan memakannya.

"Nak Joko."

Bima yang sedang melamun, tersentak dengan panggilan Pak Jenggot padanya. Ia pun berusaha menghilangkan pikiran-pikiran yang bisa mengganggunya.

"Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Bima yang berjalan menghampiri Pak Jenggot.

"Begini Nak Joko, sebentar lagi akan memasuki waktu isya. Apa kamu bersedia melaksanakan adzhan isya?" tanya Pak Jenggot yang membuat Bima langsung melotot setelah mendengar omongan Pak Jenggot.

Bima bahkan bingung harus menjawab apa? Ia sama sekali tidak pernah melakukan adzhan sama sekali, apalagi sampai didengarkan orang banyak. Bima terdiam dalan kebingungan saat mendengar ucapan Pak Jenggot. Hatinya terasa sesak, nafasnya tersendat.

"Ya Allah, berikan lah hambamu ini ampunan. Bagaimana bisa aku menyamar menjadi marbot tapi tidak menyiapkan apapun. Harusnya aku mengetahui adzhan dan mendalami mengaji sebelum memutuskan menjadi marbot. Bodoh, bodoh!" rutuknya dalam hati.

"Kalau Bapak tanya itu dijawab, jangan malah bengong. Kamu bisakan melaksanakan adzhan?" tanya Pak Jenggot penuh penekanan, menatap serius ke arah Bima.

Tentu saja Bima bingung dengan pertanyaan yang baru saja dipertanyakan Pak Jenggot padanya. Cukup lama ia terdiam, hingga akhirnya ia memberanikan diri untuk bisa menjawabnya.

"Maaf, Pak! Saya kan orang baru di sini, baru menjadi marbot. Apa tidak sebaiknya Bapak atau orang lain saja yang lebih berpengalaman yang melaksanakan azhan isya? Saya masih belajar, Pak. Lagian suara saya jelek, malu rasanya kalau harus didengar orang banyak apalagi kalau sempat salah," jawabnya sambil menundukkan pandangan. Sebenarnya ia sangat malu untuk mengatakan yang sejujurnya.

"Kenapa meski malu, Nak Joko? Nantikan lama-lama jadi terbiasa. Allah yang mendengar pasti akan senang. Jangan pernah memperdulikan apa yang diomongkan orang. Omongan orang itu kalau dituruti panjang nantinya, panjangnya galah lebih panjang lagi jalanan. Ya, seperti itu lah istilahnya. Panjang galah lebih panjang omongan orang. Tapi ya sudah, Bapak tidak memaksa. Jika memang kamu belum siap nggak apa-apa kok. Kalau begitu, sambil menunggu adzhan Isya lebih baik kita bercengkrama dengan Bapak - Bapak yang lain ya. Hitung-hitung buat perkenalan kamu lebih dalam." Pak Jenggot pun mengajak Bima sambil menuntunnya berjalan bersamaan.

Ternyata banyak bapak - bapak yang tidak pulang ke rumahnya sambil menunggu adzhan Isya. Mereka pun bercerita banyak, bahkan menanyai banyak pertanyaan kepada Bima. Darimana asalnya? Apa sebelumnya pekerjaan yang dilakukannya? Banyaklah yang dipertanyakan mereka. Hingga membuat Bima kalang kabut menjawab pertanyaan itu.

Lagi-lagi Bima harus berbohong untuk menyembunyikan siapa ia sebenarnya. Sampai akhirnya tanpa terasa, waktu Isya pun sudah tiba. Mereka pun segera bergegas melaksanakan shalat isya berjama'ah.

Waktu pun berlalu begitu cepat. Sampai tak terasa sudah masuk waktu shubuh. Bima pun bergegas untuk melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu. Tanpa disadari, Bima baru saja melihat Pak Jenggot datang bersama seorang gadis yang membuntutinya dari arah belakang.

Siapa gadis itu? Bisa dibilang gadis itu sangat cantik dengan memakai balutan baju gamis bercorak bunga-bunga dengan hijab yang menutup kepalanya. Wanita yang terlihat anggun ketika dipandang mata. Sejenak Bima tertegun melihat wanita bagaikan bidadari tepat di hadapannya. Seorang wanita yang menutup seluruh tubuhnya terkecuali wajah dan telapak tangannya.

"Nak Joko?" panggil Pak Jenggot yang berjalan ke arahnya.

"Saya, Pak," jawabnya yang berusaha juga mendatangi Pak Jenggot dan gadis tersebut.

Tak sengaja sekilas Bima menatap wajah gadis tersebut, tapi karena gadis itu tahu jika Bima melihat ke arahnya, ia pun segera menundukkan pandangannya. Untuk pertama kalinya ada seorang gadis yang menundukkan pandangannya ketika melihat Bima yang terbilang cukup tampan dan mempesona. 

Bima merupakan sosok pria yang tampan, hidungnya mancung, parasnya layaknya seperti orang Asia.

Bima begitu merasa penasaran dengan gadis yang ada di belakang Pak Jenggot. Siapa gadis itu? Mengapa gadis itu tidak menatap ke arahnya? Begitu banyak pertanyaan melintas di pikirannya. Tidak seperti gadis-gadis lain jika melihatnya langsung mencari perhatian bahkan senyum-senyum kecentilan hanya untuk sekedar mendapatkan perhatian dari seorang Bima.

Setelah putusnya hubungan Bima dengan Firly kekasihnya. Tak jarang banyak yang mencoba untuk mendekatinya. Mencari kesempatan untuk menyelip hati seorang pemilik perusahaan ternama seperti Bima.

Beredar gosip tentang putusnya hubungan Bima dengan Firly begitu cepat menyebar digolongan kaum hawa. Ya, mereka selalu mengincar, mencari celah untuk menjadi pacar Bima selanjutnya. Tapi sayang, jangankan untuk memiliki pacar, mengenal wanita saja Bima pun malas rasanya. Ia tak mau masuk ke lubang yang sama bahkan untuk yang kedua kalinya. Cukup satu kali kebodohan yang  ia lakukan karena seorang wanita.

"Gadis yang sangat berbeda," pikirnya seketika.

Bima pun masih dalam pikiran yang merenung, bertanya-tanya siapa wanita yang bersama Pak Jenggot tersebut?

"Kenapa aku jadi memikirkan gadis ini? Apa perduliku padanya? Ia hanya orang asing yang tak sengaja kutemui setelah Pak Jenggot. Tapi, siapakah gadis ini buat Pak Jenggot? Kenapa mereka datang secara bersamaan? Bahkan gadis itu mengikuti Pak Jenggot dari arah belakangnya," gerutu Bima dalam hati. Begitu banyak pertanyaan melintas di benaknya, merasa penasaran akan sosok wanita yang saat ini bersama dengan sosok pria tua seperti Pak Jenggot.

Bima pun menggelengkan kepalanya tanpa sadar. Bingung akan apa yang sedang dipikirkannya? Kenapa ia memikirkan yang bukan urusannya sama sekali?

"Nak... Nak Joko, kenapam Kok malah geleng-geleng kepala seperti itu?" tanya Pak Jenggot yang mungkin sedikit bingung melihat tingkah Bima.

"Saya tidak kenapa-kenapa kok, Pak. Saya cuma heran saja dengan Bapak. Kenapa Bapak membawa anak gadis, apa gadis ini istri kedua Bapak?" tanya Bima dengan wajah bingung yang melirik ke arah gadis yang tepat di belakang Pak Jenggot.

"Kamu itu kok ngomong asal aja," elak Pak Jenggot yang memukul pundak Bima.

Bima yang mengucapkan kata yang tak seharusnya diucapkannya, langsung merasa bersalah. Kenapa Pak Jenggot nampak marah begitu dengan ucapan yang baru saja diucapkan Bima? Apa kata-kata yang diucapkannya salah? Atau menyinggung perasaannya?

Baling-baling di otaknya tiba-tiba melayang entah ke mana-mana berputar? Selama putus dari Firly, Bima selalu berburuk sangka pada orang lain. Bahkan untuk melihat gadis yang tepat di hadapannya itu, ia sudah berpikir jauh entah ke mana-mana. Sementara Bima saja belum mengenal siapa gadis itu sebenarnya? Ia yang merasa penasaran harus segera menanyakan hal itu pada Pak Jenggot. Mungkin saja apa yang dilihatnya tidak seperti kenyataannya?

Bima pun berusaha mengumpulkan keberanian untuk bertanya kepada Pak Jenggot mengenai gadis itu.

Bersambung...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yos Bos
terlalu banyak pengulangan baik itu tentang tokoh utama maupun tokoh pendukung suasana hati keadaan tempt dll sehingga dalm 1 bab itu intinya hanya 2-3 paragrapsaja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status