Share

Bab 3 Egois

last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-18 17:41:12

"Mama!"Amran berteriak dengan suara yang melengking hingga membuat Via ataupun Zia berhasil menutup telinganya dan sama-sama menatap kaget ke arah Amran.

"Kenapa kamu membentak Mama seperti itu, Mas? Apa kamu sudah lupa dari mana kamu dilahirkan dan tumbuh menjadi pria yang durhaka?" Zia berdiri di tengah-tengah antara Via dan Amran, menurutnya suaminya itu sudah sangat keterlaluan.

"Tapi Mama sudah melakukan kesalahan. Bukannya introspeksi diri, Mama malah berniat untuk membuat semuanya semakin kacau," terang Amran memberikan penjelasan, namun Via tidak terima.

"Kesalahan mana yang sudah Ibu lakukan?" hardik Via tak terima sambil berjalan mendekat ke arahnya. "Apa kamu pikir Ibu akan diam saja ketika ada wania yang disakiti psikisnya seperti itu?"

"Tidak ada yang aku sakiti! Mama berpikir terlalu berlebihan lagi dan aku tidak suka itu," sentak Amran berusaha mendorong mamanya untuk keluar, namun lagi-lagi Zia menahannya.

"Apa yang kamu lakukan ini, Mas? Kenapa kamu selalu mendorong Mama menjauh? Apa jangan-jangan Mama mengetahui salah satu kelemahanmu?" tebak Zia benar seketika membuat Amran salah tingkah. "Kalau pun iya, kamu juga tidak berhak melakukan hal seperti ini, Mas. Ini bukan hal pantas dan boleh dilakukan seorang anak kepada ibu kandungnya sendiri."

Amran terdiam setelah mencerna perkataan Zia. Pada dasarkan dia membentak Via bukan karena dia sudah melakukan kesalahan, namun karena dia tidak ingin Zia mengetahui semuanya. Bagi Amran, Zia lebih baik tidak mengetahui beberapa hal. Karena jika mengetahuinya, mungkin saja dia akan mundur dan pergi dari kehidupan pernikahan yang sudah membelenggunya ini.

Amran pun mendekat ke arah Via dengan penuh harap. "Aku mohon, Ma. Aku minta maaf atas apa yang kulakukan barusan, tapi aku tidak tidak ingin Mama merusak apa yang sudah aku bangun. Ditambah sekarang dia memang sedang sensitif, jadi aku harap Mama memberikanku waktu lagi agar bisa menjelaskan semuanya kepada Zia," pinta Amran membuat emosi Via perlahan meredup.

Zia juga sudah tidak emosi lagi meski tadi dia sangat membenci Amran.

"Untuk ke depannya kalau kamu bentak Mama, maka aku tidak akan tinggal diam," ancam Zia namun tangan Via lebih dulu menyentuh lengan menantunya.

"Apa kalian sangat membenci Ibu?" tanya Via tiba-tiba membuat keduanya seketika menatap Via.

"Apa? Enggak. Kenapa Mama bertanya seperti itu?" tanya Zia lirih.

"Soalnya kalian panggil Mama sejak tadi, bukankah Ibu sudah bilang enggak suka panggilan itu?" Via menatap sayu ke depan.

Zia seketika memeluk tubuh ibu mertuanya itu.

"Aku minta maaf, Bu. Aku benar-benar tidak sengaja melakukannya. Ditambah aku baru pulang dari rumah Mama, jadi panggilannya terbawa ke sini," ucapnya lembut.

Via menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan.

"Untuk kali ini Ibu tidak akan pernah memperhatikan apa pun yang dilakukan Amran, jadi Ibu minta maaf kalau dia belum bisa menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab, ya. Cuman Ibu janji tidak akan pernah membiarkan kamu bersikap seenaknya terhadap menantu Ibu," terangnya penuh penekanan membuat Amran serba salah.

"Aku akan berusaha untuk menjadi suami yang baik bagi Zia. Jadi, aku mohon Ibu jangan mengganggu pernikahan kita yang sudah bahagia ini," lirih Amran keberatan terhadap Via yang suka ikut campur.

Sementara Zia ... dia hanya bisa menyunggingkan senyum sambil menahan hatinya yang tengah berdarah, karena mereka tidak mungkin menunjukkan ketidak bahagiaan keluarga mereka kepada Ibu mertuanya. Jadi hanya bisa tersenyum seperti boneka yang tidak merasakan perasaan apa pun dan dituntut untuk menunjukkan yang baik-baik saja. Terlebih, dia sendiri yang sudah menyetujui hal aneh ini ketika Amran mengajukannya.

Via memang lebih perasa daripada perempuan pada umumnya, karena sebelumnya dia juga mempunyai suami yang katanya akan mencintainya. Namun ketika Arman, anak pertama dan satu-satunya beranjak remaja, suaminya itu masih belum mencintainya.

Zia mengantar Via sampai mobil yang sudah ia pesan sebelumnya. Zia sudah mengajukan diri untuk mengantar, namun Via menolaknya.

"Jaga diri kamu baik-baik, ya." Via menggenggam tangan sang menantu. "Ingat, Ibu akan selalu ada untuk kamu. Pokoknya apa pun yang kamu pilih, Ibu akan mendukungnya. Bagi Ibu, kebahagiaan kamu adalah yang terpenting, Sayang."

Via kembali memeluk Zia, sang menantu yang menurutnya sangat kuat daripada dirinya. Namun ternyata setelah dirinya pergi, Zia juga masuk ke dalam rumah dengan air mata yang terus mengalir di pipinya. Lalu, duduk di hadapan Amran yang hanya diam sambil memeluk bantal.

"Aku tahu apa yang terjadi barusan meski tidak ada yang memberitahu," lirih Zia membuat Amran menatapnya gusar.

"Apa yang kamu tahu? Sungguh tidak ada yang aku lakukan, Mama hanya berpikir berlebihan."

"Cukup! Dia ibumu, Mas. Bukan Mama. Bukankah Ibu juga pernah bilang kalau Mama yang kamu sebut itu sudah menghancurkan kehidupan Ibu dan kamu?" sentak Zia tidak terima. "Sama seperti Rania yang ikut menghancurkan kehidupanku. Sayangnya kelak, aku tidak akan kalah. Dia berhasil ataupun tidak dalam perebutan dirimu, namun aku tetap tidak akan pernah memberikan dia hidup dalam kebahagiaan. Catat itu!"

Setelah mengeluarkan emosinya, Zia kembali masuk ke kamarnya dan menghubungi Gea.

"Ge...."

Zia menangis hebat setelah panggilan tersambung. Sebagai sahabat yang selalu ada di sisi Zia, Gea hanya diam sambil menunggu emosi Zia mereda. Dia bahkan lebih tahu sikap Zia dan bagaimana sahabatnya ini menyelesaikan masalah daripada dirinya sendiri.

Beberapa saat kemudian, Gea dan Zia sama-sama terdiam.

"Ge, apa yang harus aku lakukan?"

"Apa pun yang kamu inginkan, Zi." Gea menjawab dengan lembut dan penuh sayang. Dia benar-benar ikut terluka dengan apa yang terjadi dengan Zia.

Di tengah krisisnya sahabat yang bisa mengerti di segala sisi, juga baik di depan belakang, namun sosok Gea tidak pernah berubah. Gea dan Zia selalu saling melengkapi atas banyak hal yang terjadi di setiap keadaan.

Zia pun menceritakan apa yang terjadi di rumahnya tadi kepada Gea yang juga langsung ikut emosi.

"Sialan! Mereka benar-benar tidak tahu diri dan berani-beraninya merebut posisi keturunan langsung ibumu. Padahal, semua kekayaan yang mereka miliki dari kakekmu!"

"Aku sungguh enggak sanggup, Ra. Aku ingin berpisah dan pergi jauh dari semua orang. Rasanya aku bisa mati jika terus ada di rumah ini dan melihat semua orang yang sudah menghunuskan pedangnya padaku. Apalagi mereka tidak sadar dengan apa yang sudah mereka lakukan," rintih Zia sambil memukul-mukul dadanya.

Amran yang berada di depan pintu Zia mendengar semuanya. Dia pun merasa menyesal karena sudah menerima Rania kembali ke dalam hidupnya. Akan tetapi, Amran juga tidak bisa membohongi dirinya kalau dia masih sangat mencintai Rania.

“Anehnya aku juga tidak mau melepaskan dirimu dan tidak akan pernah melakukannya. Apa yang sudah menjadi milikku, maka tidak akan pernah kulepaskan," lirih Amran kemudian sambil tersenyum menyeringai.

"Aku akan menempatkan beberapa orang untuk selalu mengikuti dirimu. Jadi mereka bisa langsung membawamu kembali ketika kamu mencoba kabur dariku," lanjutnya dengan wajah menyeramkan seperti bukan Amran yang sesungguhnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (7)
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Amran suami brengsek dan egois mendingan zia bercerai
goodnovel comment avatar
sulikah
Betul bangettttt itu
goodnovel comment avatar
Ma E
Emang laki laki kebanyakan egois
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Syukuran (tamat)

    Bukannya langsung ikut dengan Amran, Zia malah tampak santai dan tenang seolah keracunan adalah hal yang biasa."Apalagi yang sedang kamu pikirkan? Apa kamu sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi pada papamu?" tanya Amran tak percaya."Peduli atau tidak, tidak ada hubungannya denganmu, Mas. Terlebih, aku sudah tahu hal ini akan terjadi, namun sayangnya papaku lebih memilih untuk mempercayai istri dan anak tirinya itu," terang Zia.Amran kehilangan kata-kata."Pergilah, Mas. Mungkin sekarang Rania sedang ada di rumah sakit dan menunjukkan akting terbaiknya. Jenguklah dia, Mas. Mungkin sekarang dia sedang membutuhkanmu," suruh Zia."Apa sebenarnya yang ada di kepalamu?" teriak Amran tak percaya. "Apa tahu kalau papamu sedang mempertaruhkan nyawa?""Aku tahu, tapi itulah pilihannya. Aku juga tidak punya waktu lagi untuk terus berbicara omong kosong," jawab Zia. "Jadi pergilah, lihat apa yang sebenarnya terjadi di sana."Karena Amran tidak bisa membawa Zia pergi, akhirnya dia k

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Racun

    "Jangan bercanda, aku dan Alia memang punya hubungan. Namun sebatas teman saja. Jadi jangan menuduh sembarangan," sangkalnya cepat."Teman?" Zia mendekat ke arah Rania. "Sejak kapan kamu punya teman modelan begini?""Walau kita tidak pernah dekat, aku tahu betul kamu tidak akan pernah berteman dengan manusia seperti itu," tandasnya lagi."Jangan sok tahu! Kamu tidak akan pernah tahu tentangku," sentak Rania, lalu dia memposisikan tubuhnya berhadapan dengan Zia. "Semua yang menjadi milikmu akan menjadi milikku," bisiknya membuat Zia spontan menamparnya keras."Kau sungguh wanita yang tidak tahu malu," teriaknya membuat Haris segera mendekat dan mengecek kondisi tangan Zia."Jangan lakukan itu lagi, aku mohon. Katakan saja padaku, aku akan meminta orang-orang untuk menamparnya," ujar Haris lembut."Rio, Alia!" panggilnya dengan teriakan yang membuat burung-burung beterbangan jauh."Ada apa, Bos?" Rio segera mendekat dengan Alia yang ditariknya."Tampar Rania masing-masing lima kali. Ka

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Membereskan Gadis Kecil

    Kau! Bagaimana bisa mengatakan itu tanpa beban di depan seorang wanita?" Alia melemparkan tatapan tak percaya pada pria yang sudah lama dikaguminya itu."Lantas, apa yang menurutmu pantas aku lakukan?" Haris mendekat ke arah Zia dan kembali menghujaninya dengan ciuman tanpa mengindahkan keberadaan Alia."Cukup, aku ada di sini. Apa kau sama sekali tidak mau balas Budi pada kakakku yang sudah mengorbankan segalanya untukku?" Alia kembali melemah.'Hanya cara ini yang aku bisa. Dengan berpura-pura menjadi lemah, Haris akan kembali menjadi milikku,' batinnya tertawa.'Yah, seorang Haris Amarta, pria paling sempurna di pelosok dunia ini hanya boleh menjadi suamiku. Dia tidak diizinkan untuk menjadi suami orang lain, apalagi dari seorang wanita yang berstatus janda,' lanjutnya.Alia sama sekali tidak mendengar kabar yang beredar kalau Zia bercerai dengan status perawan. Dia bahkan tidak membuka matanya dengan baik karena tidak melihat tubuh Zia yang sangat jauh jika dibandingkan dengan tub

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Tamu Tak Diundang

    Mereka pun sampai di rumah yang sudah dipersiapkan Haris untuk ditinggali bersama Zia.Akan tetapi, belum sempat mereka masuk ke dalam rumah, ponsel Haris lebih dulu berdering dengan keras."Aku sudah ada di bandara. Jemput aku sekarang kalau kamu mau membalas budi pada kakakku," ucap seorang wanita, lalu mematikan sambungan teleponnya begitu saja tanpa menunggu penjelasan dari Haris.Mendengar apa yang dikatakan wanita itu, Zia mengerutkan keningnya."Apa yang dikatakan dia sama seperti kata-kata Rania beberapa waktu lalu," ujarnya membuat Haris tidak berani melangkah."Semuanya terserah padamu, Mas. Tapi aku tekankan sekali lagi, kalau memang kamu bersungguh-sungguh, jangan pernah hadirkan orang ketiga. Jangan berikan aku surga lewat pintu poligami," lanjutnya menegaskan."Baik." Haris menjawab mantap, lalu segera menghubungi seseorang."Jemput Alia di bandara sekarang! Kalau dia hanya di mana aku, bilang aku sedang menikmati malam pertama dengan istriku," titahnya."Apa? Bagaimana

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Bersaing dengan Pria Sejati

    "Kalian baru saling mengenal, tidak mungkin kamu sudah mencintainya sedalam itu dan tidak mungkin dia juga sudah mencintaimu sebesar yang kamu katakan. Aku saja ragu padanya, bagaimana mungkin kamu tidak meragukannya?" tanya Amran tanpa memperdulikan tatapan Haris yang menatapnya penuh ketajaman. "Aku percaya pada suamiku, siapa pun dia, kepercayaanku akan selalu melekat padanya. Bukankah aku juga melakukan hal yang sama ketika kita masih menjadi suami istri?" tanya Zia yang lagi-lagi membuat Amran diam. "Aku sudah memaafkan apa yang telah kamu lakukan di masa lalu, kini aku sudah menjalani kehidupan yang baru. Jadi, aku juga berharap kamu melupakan masa lalu kita dan kembali meniti kehidupan yang baru," tegas Zia berusaha membuat Amran sadar kalau kehidupan di antara mereka sekarang sudah berbeda. "Aku tidak akan menyerah semudah itu, aku yakin pasti ada kesempatan untukku agar bisa kembali bersamamu. Aku dan kamu saja bisa berpisah setelah lima tahun pernikahan, apalagi antara ka

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Terlalu Manis

    "Kenapa kamu manis banget, sih? Bukannya orang-orang bilang kamu kejam?" Zia melemparkan tatapan tak percaya pada pria yang ada di depan matanya.Zia selalu mendengar kritikan negatif terhadap keluarga Amarta, bahkan katanya keluarga ini adalah keluarga dengan orang-orang yang paling berbahaya.Sebelumnya Zia percaya akan gosip itu karena selama ini mereka memang selalu menunjukkan sisi negatif, namun setelah masuk langsung dan menjadi menantu Amarta, Zia tidak merasa demikian. Justru Zia merasa orang-orang yang mengatakan mereka jahat hanya pandai melihat dari luar, namun tidak jeli dengan kebenaran yang ada."Aku manis hanya di hadapanmu," sahut Haris cepat membuat Zia memalingkan tatapan, "karena kamu istriku, tentu aku akan melakukan apa yang aku bisa untuk mencintaimu.""Kalau nanti kamu berpaling?" tanya Zia penasaran karena Haris bukanlah pria biasa."Sebelum itu terjadi, aku akan mengatur beberapa aset untukmu. Ada anak atau tidak di antara kita, kamu tetap akan mendapatkannya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status