Share

Bab 4 Mengalah

"Enak?" tanya Amran kepada Zia yang sedang makan sayuran buatannya.

Ini pertama kalinya dia memasak dan khusus untuk Zia. Bahkan dia tidak pernah memasak untuk Rania ketika mereka menjalani hubungan selama beberapa tahun.

Zia hanya mengangguk, hal itu itu membuat Amran marah.

"Kamu bisa nggak sedikit saja menghargai aku? Kenapa selalu ingin membuatku marah?" ucap Amran tak terima.

"Lalu aku harus bagaimana? Aku udah jujur kalau makananmu enak bukan dan memakannya lahap. Lalu kenapa kamu marah-marah?" Begitulah jawaban yang biasanya Zia katakan ketika Amran setengah memintanya jawaban.

Namun kali ini Zia hanya diam sambil terus memakan makanannya tanpa mengatakan satu kata pun. Hal itu membuat Amran semakin marah dan membanting makanannya yang ada di atas meja, namun Zia sama sekali tidak menggubrisnya.

Zia makan dengan sangat tenang, lalu kembali masuk ke kamarnya seolah tidak ada yang terjadi. Sedangkan Amran segera ikut masuk ke sana dan memeluknya erat lalu menciumi tengkuknya dengan napas yang memburu, namun yang di dalam pelukannya hanya diam, tidak ada perlawanan atau penolakan.

"Bisa tidak kalau kamu jangan seperti ini?" teriak Amran tak terima, aku terluka kalau sikapmu nggak jelas kayak gini. Aku juga nggak tahu mau kamu apa, coba katakan sekarang!" teriak Amran sambil melepaskan Zia lagi.

"Jangan hiraukan aku dan jangan tanya aku," ucap dia lirih membuat Amran mengerutkan kening. Pasalnya pria itu tidak terima dengan perlakuan Zia, namun dia juga tidak mau diperlakukan seperti itu.

Amran kembali berteriak dan lagi-lagi menghancurkan barang-barang yang ada di kamar Zia. Sedangkan Zia hanya diam, lalu kemudian keluar dari rumah besar itu dengan tatapan kosong.

Amran pun langsung mengejarnya, namun pergelangan tangannya segera ditarik oleh seseorang dan itu ternyata adalah Rania.

"Kamu mau ke mana, Mas? Apa kamu tidak tahu kalau aku sedang ada di hadapanmu?" ucapnya tajam terima karena Amran hanya sibuk dengan Zia.

"Aku minta maaf, tapi saat ini Zia sedang marah. Dia tidak berbicara sejak tadi dan aku sendiri tidak tahu maunya apa. Aku benar-benar lelah dengan semuanya." Tanpa sadar, Amran menceritakan kepada Rania kalau dia belum bisa mencintai Zia. Hal itu tentu membuat Rania tersenyum lebar.

"Kalau begitu berarti jangan dikejar, Mas." Rania berucap santai, seolah yang dibicarakannya tidak menyangkut dengan kehidupan orang lain.

"Kenapa bisa?" tanya Amran tak percaya.

"Kamu adalah pria sukses yang sangat sibuk, Mas. Harusnya dia sebagai istri bisa menghargai kamu. Kalau dia menunjukkan sikap yang kekanak-kanakan seperti ini, lalu kamu mengejarnya, maka sampai kapan pun dia tidak akan pernah menjadi dewasa. Terus saja seperti ini," terang Rania tanpa merasa berdosa.

Amran terdiam. Dia mencoba untuk memahami apa yang dikatakan kakak iparnya.

"Kalau kamu diamkam, memblokir atmnya, dan dia pergi tanpa membawa dompet juga mobil, sudah pasti dia akan kembali padamu, bukan?" tanya Rania dengan senyuman yang dimanipulatif.

Amran tertegun selama beberapa saat, lalu memerintahkan beberapa orang untuk mengikuti Zia, namun semuanya berkata kalau mereka sudah kehilangan jejak istrinya itu.

Amran menjadi emosi kembali.

"Kenapa menjaga satu orang saja tidak bisa? Terlebih Dia seorang wanita! Apa kalian lebih lemah daripada dirinya?" teriaknya membuat Rania semakin merasa terancam karena Amran sepertinya tidak ingin melepaskan Zia, padahal dirinya sudah ada di depan mata.

Rania pikir selama dirinya kembali ke hadapan Amran, maka Amran akan menceraikan Zia dan menerima dirinya lagi di dalam kehidupannya. Namun ternyata semuanya tidak semudah itu karena Amran terlihat seperti sudah mempunyai perasaan yang berbeda kepada Zia, namun dia tidak menyadarinya.

"Sabarlah, sama seperti yang aku bilang tadi. Karena tidak punya uang dan dia juga tidak punya teman, dia pasti akan pulang ke rumah," ujar Rania meyakinkan.

Amran menatap Rania tak percaya, Ia pun menghembuskan napas panjang. "Aku takut Zia lari dari pelukanku, karena selama ini dialah yang merangkul dan memelukku ketika kamu pergi. Jadi aku tidak ingin melepaskan wanitaku untuk yang kedua kalinya," ucap Amran membuat pengakuan namun memperlihatkan raut tak suka dari Rania.

"Percayalah padaku, dia tidak akan pergi jauh."

Di tempat lain, Zia sudah merasa lapar karena tadi hanya makan sedikit. Namun Zia hanya bisa menghembuskan napas panjang ketika sadar dia tidak membawa dompet dan tidak membawa apa pun. Jadi dia hanya bisa pulang dan memasak beberapa menu dengan bahan-bahan yang ada di rumahnya.

Namun baru saja membuka pintu, dia dibuat terkejut dengan Amran dan Rania yang saling berpelukan. Sebelumnya dia tidak tahu kalau Amran sangat membela Rania dan masih mencintainya, jadi dia selalu marah ketika melihat atau mendengar Amran menyebut tentang kakaknya. Namun sekarang sudah tidak lagi, dia malah masuk dengan senyuman yang tipis dan manis, lalu memasak beberapa menu seperti yang dia inginkan tanpa melihat ke arah Amran dan Rania.

"Jika melihat mereka seperti ini, aku seperti mati rasa." Zia bergumam. "Perasaan yang menggebu ketika menatap matanya, kini sudah hilang."

Zia berbicara sambil tersenyum getir, karena pria yang sudah menjadi suaminya kembali ke pelukan wanita lain yang masih mempunyai hubungan darah dengan dirinya.

"Kupikir orang yang akan menjadi orang ketiga di pernikahanku adalah seorang wanita dari keluarga biasa atau konglomerat, namun yang lebih mudah dari kekuatan dan titik ternyata malah yang lebih tua," ucap Zia ketika Rania hendak masuk ke kamar mandi yang ada di dapur.

Rania pun menumpahkan segelas air ke arah Zia hingga membuat tubuhnya basah kuyup karena Zia tidak sempat menghindar. Ah, tidak. Zia sengaja diam di tempat karena ingin melihat bagaimana respon Amran. Ia sangat tahu kalau Rania adalah orang yang suka memutarbalikkan fakta, namun hal ini akan dia manfaatkan untuk tahu di mana Amram akan berpihak.

Ketika mendengar suara langkah kaki, Rania segera menjatuhkan dirinya di lantai hingga suara Amran terdengar menggelegar.

"Apa yang terjadi?" tanyanya kepada Zia yang

masih berdiri tegap.

"Dia mendorongku, Mas. Dia berpikir kalau aku sengaja menyiramkan segelas air padanya, padahal aku tidak sengaja, aku...." Rania mulai menunjukkan aktingnya.

Amran segera membantu Rania untuk berdiri, padahal dia hanya pura-pura. SedangkyanZia yang benar-benar disiram, hanya menonton sambil tersenyum.

"Aku baru sadar ternyata kamu adalah orang yang begitu kejam. Bahkan setelah melakukan hal yang jahat pun, kamu masih tersenyum. Sebenarnya kamu siapa? Apa benar Zia istriku, atau orang lain?" cecar Amran membuat Zia ingin tertawa.

"Mari kita berpisah, Mas! Setelah berpisah, kamu bebas bersama dengan siapa pun, termasuk dengan wanita yang ada di pelukanmu itu," ujadiZia membuat Amran seketika melepaskan Rania.

"Kenapa? Sejak awal kita memang tidak ditakdirkan bersama. Aku hanyalah pengganti yang sudah harus pergi ketika yang pergi sudah kembali," lirih Zia terlihat santai, lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, ementara Amran masih berada di dapur dan menunggu Zia untuk meminta penjelasan.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
D N
dasar manusia ular kau Rania
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
bener Xia kenapa kmu pergi ko kembali lagi dh kmu tinggal kn 2 orang itu yg satu iblis betina yg satu nya laki2 pecundang yg dua2 yg punya akhlak buat apa d pertahan kn
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
bagus zia km harus tegas pada suamimu, buat apa bertahan klo dy tidak bisa percaya padamu dan melindungimu. suatu saat Adnan akan menyesal klo beneran melepaskanmu zia demi kania
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status