"Enak?" tanya Amran kepada Zia yang sedang makan sayuran buatannya.
Ini pertama kalinya dia memasak dan khusus untuk Zia. Bahkan dia tidak pernah memasak untuk Rania ketika mereka menjalani hubungan selama beberapa tahun.Zia hanya mengangguk, hal itu itu membuat Amran marah."Kamu bisa nggak sedikit saja menghargai aku? Kenapa selalu ingin membuatku marah?" ucap Amran tak terima."Lalu aku harus bagaimana? Aku udah jujur kalau makananmu enak bukan dan memakannya lahap. Lalu kenapa kamu marah-marah?" Begitulah jawaban yang biasanya Zia katakan ketika Amran setengah memintanya jawaban.Namun kali ini Zia hanya diam sambil terus memakan makanannya tanpa mengatakan satu kata pun. Hal itu membuat Amran semakin marah dan membanting makanannya yang ada di atas meja, namun Zia sama sekali tidak menggubrisnya.Zia makan dengan sangat tenang, lalu kembali masuk ke kamarnya seolah tidak ada yang terjadi. Sedangkan Amran segera ikut masuk ke sana dan memeluknya erat lalu menciumi tengkuknya dengan napas yang memburu, namun yang di dalam pelukannya hanya diam, tidak ada perlawanan atau penolakan."Bisa tidak kalau kamu jangan seperti ini?" teriak Amran tak terima, aku terluka kalau sikapmu nggak jelas kayak gini. Aku juga nggak tahu mau kamu apa, coba katakan sekarang!" teriak Amran sambil melepaskan Zia lagi."Jangan hiraukan aku dan jangan tanya aku," ucap dia lirih membuat Amran mengerutkan kening. Pasalnya pria itu tidak terima dengan perlakuan Zia, namun dia juga tidak mau diperlakukan seperti itu.Amran kembali berteriak dan lagi-lagi menghancurkan barang-barang yang ada di kamar Zia. Sedangkan Zia hanya diam, lalu kemudian keluar dari rumah besar itu dengan tatapan kosong.Amran pun langsung mengejarnya, namun pergelangan tangannya segera ditarik oleh seseorang dan itu ternyata adalah Rania."Kamu mau ke mana, Mas? Apa kamu tidak tahu kalau aku sedang ada di hadapanmu?" ucapnya tajam terima karena Amran hanya sibuk dengan Zia."Aku minta maaf, tapi saat ini Zia sedang marah. Dia tidak berbicara sejak tadi dan aku sendiri tidak tahu maunya apa. Aku benar-benar lelah dengan semuanya." Tanpa sadar, Amran menceritakan kepada Rania kalau dia belum bisa mencintai Zia. Hal itu tentu membuat Rania tersenyum lebar."Kalau begitu berarti jangan dikejar, Mas." Rania berucap santai, seolah yang dibicarakannya tidak menyangkut dengan kehidupan orang lain."Kenapa bisa?" tanya Amran tak percaya."Kamu adalah pria sukses yang sangat sibuk, Mas. Harusnya dia sebagai istri bisa menghargai kamu. Kalau dia menunjukkan sikap yang kekanak-kanakan seperti ini, lalu kamu mengejarnya, maka sampai kapan pun dia tidak akan pernah menjadi dewasa. Terus saja seperti ini," terang Rania tanpa merasa berdosa.Amran terdiam. Dia mencoba untuk memahami apa yang dikatakan kakak iparnya."Kalau kamu diamkam, memblokir atmnya, dan dia pergi tanpa membawa dompet juga mobil, sudah pasti dia akan kembali padamu, bukan?" tanya Rania dengan senyuman yang dimanipulatif.Amran tertegun selama beberapa saat, lalu memerintahkan beberapa orang untuk mengikuti Zia, namun semuanya berkata kalau mereka sudah kehilangan jejak istrinya itu.Amran menjadi emosi kembali."Kenapa menjaga satu orang saja tidak bisa? Terlebih Dia seorang wanita! Apa kalian lebih lemah daripada dirinya?" teriaknya membuat Rania semakin merasa terancam karena Amran sepertinya tidak ingin melepaskan Zia, padahal dirinya sudah ada di depan mata.Rania pikir selama dirinya kembali ke hadapan Amran, maka Amran akan menceraikan Zia dan menerima dirinya lagi di dalam kehidupannya. Namun ternyata semuanya tidak semudah itu karena Amran terlihat seperti sudah mempunyai perasaan yang berbeda kepada Zia, namun dia tidak menyadarinya."Sabarlah, sama seperti yang aku bilang tadi. Karena tidak punya uang dan dia juga tidak punya teman, dia pasti akan pulang ke rumah," ujar Rania meyakinkan.Amran menatap Rania tak percaya, Ia pun menghembuskan napas panjang. "Aku takut Zia lari dari pelukanku, karena selama ini dialah yang merangkul dan memelukku ketika kamu pergi. Jadi aku tidak ingin melepaskan wanitaku untuk yang kedua kalinya," ucap Amran membuat pengakuan namun memperlihatkan raut tak suka dari Rania."Percayalah padaku, dia tidak akan pergi jauh."Di tempat lain, Zia sudah merasa lapar karena tadi hanya makan sedikit. Namun Zia hanya bisa menghembuskan napas panjang ketika sadar dia tidak membawa dompet dan tidak membawa apa pun. Jadi dia hanya bisa pulang dan memasak beberapa menu dengan bahan-bahan yang ada di rumahnya.Namun baru saja membuka pintu, dia dibuat terkejut dengan Amran dan Rania yang saling berpelukan. Sebelumnya dia tidak tahu kalau Amran sangat membela Rania dan masih mencintainya, jadi dia selalu marah ketika melihat atau mendengar Amran menyebut tentang kakaknya. Namun sekarang sudah tidak lagi, dia malah masuk dengan senyuman yang tipis dan manis, lalu memasak beberapa menu seperti yang dia inginkan tanpa melihat ke arah Amran dan Rania."Jika melihat mereka seperti ini, aku seperti mati rasa." Zia bergumam. "Perasaan yang menggebu ketika menatap matanya, kini sudah hilang."Zia berbicara sambil tersenyum getir, karena pria yang sudah menjadi suaminya kembali ke pelukan wanita lain yang masih mempunyai hubungan darah dengan dirinya."Kupikir orang yang akan menjadi orang ketiga di pernikahanku adalah seorang wanita dari keluarga biasa atau konglomerat, namun yang lebih mudah dari kekuatan dan titik ternyata malah yang lebih tua," ucap Zia ketika Rania hendak masuk ke kamar mandi yang ada di dapur.Rania pun menumpahkan segelas air ke arah Zia hingga membuat tubuhnya basah kuyup karena Zia tidak sempat menghindar. Ah, tidak. Zia sengaja diam di tempat karena ingin melihat bagaimana respon Amran. Ia sangat tahu kalau Rania adalah orang yang suka memutarbalikkan fakta, namun hal ini akan dia manfaatkan untuk tahu di mana Amram akan berpihak.Ketika mendengar suara langkah kaki, Rania segera menjatuhkan dirinya di lantai hingga suara Amran terdengar menggelegar."Apa yang terjadi?" tanyanya kepada Zia yangmasih berdiri tegap."Dia mendorongku, Mas. Dia berpikir kalau aku sengaja menyiramkan segelas air padanya, padahal aku tidak sengaja, aku...." Rania mulai menunjukkan aktingnya.Amran segera membantu Rania untuk berdiri, padahal dia hanya pura-pura. SedangkyanZia yang benar-benar disiram, hanya menonton sambil tersenyum."Aku baru sadar ternyata kamu adalah orang yang begitu kejam. Bahkan setelah melakukan hal yang jahat pun, kamu masih tersenyum. Sebenarnya kamu siapa? Apa benar Zia istriku, atau orang lain?" cecar Amran membuat Zia ingin tertawa."Mari kita berpisah, Mas! Setelah berpisah, kamu bebas bersama dengan siapa pun, termasuk dengan wanita yang ada di pelukanmu itu," ujadiZia membuat Amran seketika melepaskan Rania."Kenapa? Sejak awal kita memang tidak ditakdirkan bersama. Aku hanyalah pengganti yang sudah harus pergi ketika yang pergi sudah kembali," lirih Zia terlihat santai, lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, ementara Amran masih berada di dapur dan menunggu Zia untuk meminta penjelasan.Bukannya langsung ikut dengan Amran, Zia malah tampak santai dan tenang seolah keracunan adalah hal yang biasa."Apalagi yang sedang kamu pikirkan? Apa kamu sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi pada papamu?" tanya Amran tak percaya."Peduli atau tidak, tidak ada hubungannya denganmu, Mas. Terlebih, aku sudah tahu hal ini akan terjadi, namun sayangnya papaku lebih memilih untuk mempercayai istri dan anak tirinya itu," terang Zia.Amran kehilangan kata-kata."Pergilah, Mas. Mungkin sekarang Rania sedang ada di rumah sakit dan menunjukkan akting terbaiknya. Jenguklah dia, Mas. Mungkin sekarang dia sedang membutuhkanmu," suruh Zia."Apa sebenarnya yang ada di kepalamu?" teriak Amran tak percaya. "Apa tahu kalau papamu sedang mempertaruhkan nyawa?""Aku tahu, tapi itulah pilihannya. Aku juga tidak punya waktu lagi untuk terus berbicara omong kosong," jawab Zia. "Jadi pergilah, lihat apa yang sebenarnya terjadi di sana."Karena Amran tidak bisa membawa Zia pergi, akhirnya dia k
"Jangan bercanda, aku dan Alia memang punya hubungan. Namun sebatas teman saja. Jadi jangan menuduh sembarangan," sangkalnya cepat."Teman?" Zia mendekat ke arah Rania. "Sejak kapan kamu punya teman modelan begini?""Walau kita tidak pernah dekat, aku tahu betul kamu tidak akan pernah berteman dengan manusia seperti itu," tandasnya lagi."Jangan sok tahu! Kamu tidak akan pernah tahu tentangku," sentak Rania, lalu dia memposisikan tubuhnya berhadapan dengan Zia. "Semua yang menjadi milikmu akan menjadi milikku," bisiknya membuat Zia spontan menamparnya keras."Kau sungguh wanita yang tidak tahu malu," teriaknya membuat Haris segera mendekat dan mengecek kondisi tangan Zia."Jangan lakukan itu lagi, aku mohon. Katakan saja padaku, aku akan meminta orang-orang untuk menamparnya," ujar Haris lembut."Rio, Alia!" panggilnya dengan teriakan yang membuat burung-burung beterbangan jauh."Ada apa, Bos?" Rio segera mendekat dengan Alia yang ditariknya."Tampar Rania masing-masing lima kali. Ka
Kau! Bagaimana bisa mengatakan itu tanpa beban di depan seorang wanita?" Alia melemparkan tatapan tak percaya pada pria yang sudah lama dikaguminya itu."Lantas, apa yang menurutmu pantas aku lakukan?" Haris mendekat ke arah Zia dan kembali menghujaninya dengan ciuman tanpa mengindahkan keberadaan Alia."Cukup, aku ada di sini. Apa kau sama sekali tidak mau balas Budi pada kakakku yang sudah mengorbankan segalanya untukku?" Alia kembali melemah.'Hanya cara ini yang aku bisa. Dengan berpura-pura menjadi lemah, Haris akan kembali menjadi milikku,' batinnya tertawa.'Yah, seorang Haris Amarta, pria paling sempurna di pelosok dunia ini hanya boleh menjadi suamiku. Dia tidak diizinkan untuk menjadi suami orang lain, apalagi dari seorang wanita yang berstatus janda,' lanjutnya.Alia sama sekali tidak mendengar kabar yang beredar kalau Zia bercerai dengan status perawan. Dia bahkan tidak membuka matanya dengan baik karena tidak melihat tubuh Zia yang sangat jauh jika dibandingkan dengan tub
Mereka pun sampai di rumah yang sudah dipersiapkan Haris untuk ditinggali bersama Zia.Akan tetapi, belum sempat mereka masuk ke dalam rumah, ponsel Haris lebih dulu berdering dengan keras."Aku sudah ada di bandara. Jemput aku sekarang kalau kamu mau membalas budi pada kakakku," ucap seorang wanita, lalu mematikan sambungan teleponnya begitu saja tanpa menunggu penjelasan dari Haris.Mendengar apa yang dikatakan wanita itu, Zia mengerutkan keningnya."Apa yang dikatakan dia sama seperti kata-kata Rania beberapa waktu lalu," ujarnya membuat Haris tidak berani melangkah."Semuanya terserah padamu, Mas. Tapi aku tekankan sekali lagi, kalau memang kamu bersungguh-sungguh, jangan pernah hadirkan orang ketiga. Jangan berikan aku surga lewat pintu poligami," lanjutnya menegaskan."Baik." Haris menjawab mantap, lalu segera menghubungi seseorang."Jemput Alia di bandara sekarang! Kalau dia hanya di mana aku, bilang aku sedang menikmati malam pertama dengan istriku," titahnya."Apa? Bagaimana
"Kalian baru saling mengenal, tidak mungkin kamu sudah mencintainya sedalam itu dan tidak mungkin dia juga sudah mencintaimu sebesar yang kamu katakan. Aku saja ragu padanya, bagaimana mungkin kamu tidak meragukannya?" tanya Amran tanpa memperdulikan tatapan Haris yang menatapnya penuh ketajaman. "Aku percaya pada suamiku, siapa pun dia, kepercayaanku akan selalu melekat padanya. Bukankah aku juga melakukan hal yang sama ketika kita masih menjadi suami istri?" tanya Zia yang lagi-lagi membuat Amran diam. "Aku sudah memaafkan apa yang telah kamu lakukan di masa lalu, kini aku sudah menjalani kehidupan yang baru. Jadi, aku juga berharap kamu melupakan masa lalu kita dan kembali meniti kehidupan yang baru," tegas Zia berusaha membuat Amran sadar kalau kehidupan di antara mereka sekarang sudah berbeda. "Aku tidak akan menyerah semudah itu, aku yakin pasti ada kesempatan untukku agar bisa kembali bersamamu. Aku dan kamu saja bisa berpisah setelah lima tahun pernikahan, apalagi antara ka
"Kenapa kamu manis banget, sih? Bukannya orang-orang bilang kamu kejam?" Zia melemparkan tatapan tak percaya pada pria yang ada di depan matanya.Zia selalu mendengar kritikan negatif terhadap keluarga Amarta, bahkan katanya keluarga ini adalah keluarga dengan orang-orang yang paling berbahaya.Sebelumnya Zia percaya akan gosip itu karena selama ini mereka memang selalu menunjukkan sisi negatif, namun setelah masuk langsung dan menjadi menantu Amarta, Zia tidak merasa demikian. Justru Zia merasa orang-orang yang mengatakan mereka jahat hanya pandai melihat dari luar, namun tidak jeli dengan kebenaran yang ada."Aku manis hanya di hadapanmu," sahut Haris cepat membuat Zia memalingkan tatapan, "karena kamu istriku, tentu aku akan melakukan apa yang aku bisa untuk mencintaimu.""Kalau nanti kamu berpaling?" tanya Zia penasaran karena Haris bukanlah pria biasa."Sebelum itu terjadi, aku akan mengatur beberapa aset untukmu. Ada anak atau tidak di antara kita, kamu tetap akan mendapatkannya