Share

Bab 5 Aku Mau Cerai

last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-18 17:42:12

"Aku minta maaf atas apa yang sudah dilakukan istriku," lirih Amran sambil memberikan sebuah dress kepada Rania.

Awalnya dress itu hadiah yang akan ia berikan kepada Zia, karena warnanya juga adalah warna kesukaan Zia. Namun Amran malah memberikannya kepada Rania.

"Makasih, ya. Aku ganti dulu." Rania masuk ke kamar mandi yang ada di kamar Amran, padahal dari dulu Zia selalu berpesan jangan pernah ada wanita lain yang masuk ke kamarnya, namun lagi-lagi Amran melanggar.

Rania membuka paper bag yang diberikan Amran. Dia pun tersenyum lebar ketika melihat warna dress yang ada di dalamnya.

"Sama seperti yang aku katakan dulu, Zia. Semua yang menjadi milikmu akan menjadi milikku," ujarnya sambil menatap pantulan diri di cermin, lalu tersenyum menyeringai, "sejak awal kamu memang sudah kalah telak."

Rania hanya terkena jus yang ada di lantai, namun Amran langsung memberikan baju ganti. Sedangkan Zia yang tersiram hanya memberikannya seorang diri. Ditambah mendapatkan tatapan tajam dan tuduhan menyakitkan dari suaminya sendiri.

"Apa yang sudah kamu lakukan sama Rania?" Amran yang berdiri di depan pintu menatap Zia lekat.

"Aku tidak melakukan apa pun." Zia menjawab dengan malas, lalu berjalan kembali ke arah meja kompor.

"Aku sedang bicara, harusnya kau mendengarkan!"

Amran berteriak hingga suaranya terdengar sampai ke kamar atas dan hal itu membuat Rania semakin bahagia.

"Mulai sekarang aku tidak akan pernah membiarkanmu mengambil sampah yang aku buang, Zia. Tidak akan pernah."

"Aku juga sudah mengatakan yang sebenarnya, Mas. Apalagi yang kamu inginkan?" tanya Zia dengan napas yang terasa sesak.

Dadanya seperti sedang dihimpit batu yang sangat besar hingga membuatnya sangar kesakitan.

Amran kembali mendekat ke arah Zia.

"Sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan, kenapa melakukan itu?" Lagi, Amran mengeluarkan kata-kata yang membuat Zia semakin sesak.

"Susah aku bilang aku tidak melakukannya, Mas. Tidak pernah! Kalau kamu tidak percaya, silakan cek CCTV!" Zia ikut berteriak karena geram Amran sudah menyalahkannya.

Mendengar kata CCTV, Rania langsung masuk kamar Amran dan Zia lagi dan melakukan sesuatu dengan layar monitor.

"Kamu sudah kalah sepenuhnya, Zi. Kamu kalah," ujar Rania dengan senyamannya yang lebar.

"Baik. Aku akan lihat CCTV. Kalau nanti kamu terbukti bersalah, maka aku—"

"Aku apa, Mas?" potong Zia yang tersenyum getir. "Aku tak menyangka kalau kepercayaan kamu padaku hanya selembar tisu yang basah jika tersiram air sedikit saja, Mas."

Amran terdiam, lalu beberapa saat kemudian dia pun pergi menaiki anak-anak tangga ke arah kamarnya untuk melihat bukti yang ada. Akan tetapi, dia langsung terkejut ketika melihat Rabia berdiri di depan cermin.

"Kenapa?" Amran bertanya dengan lembut.

"Ini kan warna kesukaan Zia, Mas. Gapapa kalau aku pake? Gimana kalau dia marah?" tanya Rania sambil memasang wajah polosnya.

"Gapapa, nanti aku yang bilang sama dia. Itu baju buat kamu aja." Amran berucap santai membuat Rania berpikir kalau pria yang ada di hadapannya pasti masih mencintainya. Makanya setelah tiga tahun pernikahan, pernikahannya dan Zia belum dikarunia anak.

"Terima kasih banyak, Mas."

"Sama-sama."

Amran pun duduk di depan layar komputer dan mengecek kejadian di dapur barusan. Namun rekaman itu sudah hilang.

"Cari apa, Mas?" Rania mendekat dengan wajah tenang seolah dia tidak melakukan kesalahan apa pun.

"Enggak cari apa pun." Amran berbohong.

"Ya sudah, ayo kita ke bawah lagi."

Rania dan Amran berjalan beriringan sambil membahas hal-hal kecil, lalu keduanya tertawa seolah tidak menyakiti siapa pun.

Padahal, Zia tengah menatap ke arah mereka dengan perasaan yang sesak dan dadamya terbakar. Rania seolah menjadi bumerang di dalam kehidupannya tepat ketika kembali setelah tiga tahun menghilang.

“Harusnya tiga tahun lalu kamu enggak pergi, jadi sekaran istrinya Mas Amran adalah kamu, bukan aku.” Zia berucap lirih, namun berhasil membuat Amran menatap tajam ke arahnya.

“Apa yang kamu katakan? Yang lalu biarlah berlalu.”

“Aku hanya mengatakan yang sebnarnya. Mas kalau kamu keberatan, kamu bisa marahi aku. Bahkan kamu boleh menampar aku kalau mau.”

Usai mengatakan itu, Zia kembali pergi dari hadapan keduanya. Dia masuk ke kamarnya dan menangis sejadi-jadinya.

“Kalau memang kamu hanya mau memberikan aku luka, kenapa meimilih untuk mmenikahi aku? Kenapa enggak tunggu dia saja?” teriak Zia sambil menarik-narik rambutnya.

Amran dan Rania tidak tahu menahu tentang hal itu, mereka terus saling bercerita sambil tertawa. Amran bahkan sampai melupakan masakan Zia yang sudah dingin, padahal sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. Ketika Rania pergi, Amran selalu melakukan apa pun yang Zia minta, kecuali nafkah batin. Katanya Amran masih belum siap untuk melakukannya karena masih butuh waktu untuk melupakan masa lalunya, yaitu Rania.

“Aku pikir kamu marah sama aku dan gak bakal mau ketemu aku lagi setelah kepergianku,” lirih Rania sambil memasang wajah kasihan.

“Enggaklah, mana mungkin aku benci sama kamu. Justru selma ini aku selalu ingat kamu terus.” Amran mengatakan semuanya dengan sangat jujur hinggga membuat Zia yang tidak sengaja mendengarnya semakin terluka.

Padahal, Zia memutuskan kembali turun hanya untuk mengambil makanannya, namun ternyata dia malah mendengar kata-kata yang tidak seharusnya dia dengar.

Zia kembali melanjutkan langkahnya dan berpura-pura tidak mendengar apa yang mereka bicarakan.

“Wah, aku sungguh bahagia kalau kamu masih mengingatku,” ucap Rania sambil menaikan nada bicaranya agar sengaja terdengar oleh Zia yang masih berada di dapur, “ternyata aku tidak sendirian.”

“Maksudnya?” Amran bertanya dengan wajah polos hingga membuat Zia muak.

“Sejak aku pergi, kamu selalu hadir di mimpiku. Bahkan ketika akan melakukan operasi besar saja aku baru bisa tenang setelah mengingat dirimu.

“Kalian berarti berjodoh, menikah saja,” sahut Zia membuat Amran syok karena dia tidak tahu kalau Zia sudah turun lagi.

“Benarkah boleh? Memangnya kamu mau dimadu?” tanya Rania dengan tatapan penuh harap, namun di satu sisi dia juga sedang berusaha untuk menjatyhkan Zia. Ditambah dirinya tahu betul kalau Zia adalah orang yang pemarah dalam segala hal, apalagi jika ada orang lain yang mau merebut miliknya.

Zia tidak bicara, sedangkan Amran hanya menundukkan kepalanya.

“Maaf, aku hanya bercanda. Jadi tidak perlu memasukannya ke dalam hati.” Rania meralat ucapannya, sengaja untuk membuat Zia marah.

“Tapi aku serius,” lirih Zia tiba-tiba membuat Amran menatap tak percaya, “kalian bisa menikah dengan atau tanpa izinku.”

Amran menatap tajam ke arah Zia dengan

harapan sang istri mau meralat perkataannya, namun ternyata Zia malah kembali menaiki anak-anak tangga.

Amran pun mengejarnya, lalu mencekal pergelangan tangannya. “Apa yang kamu katakan barusan?”

Melihat Amran menatapnya dengan tajam, Zia gtersenyum lebar. “Aku mau cerai,” ucapnya tegas tanpa kesediha, lalu menghempaskan tangan Amran begitu saja.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (14)
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Betul mendingan cerai tiga tahun menikah tidak dihargai
goodnovel comment avatar
Wati Puspawati
makin seru
goodnovel comment avatar
Sarah Tuling
Setuju Zia minta cerai
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Syukuran (tamat)

    Bukannya langsung ikut dengan Amran, Zia malah tampak santai dan tenang seolah keracunan adalah hal yang biasa."Apalagi yang sedang kamu pikirkan? Apa kamu sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi pada papamu?" tanya Amran tak percaya."Peduli atau tidak, tidak ada hubungannya denganmu, Mas. Terlebih, aku sudah tahu hal ini akan terjadi, namun sayangnya papaku lebih memilih untuk mempercayai istri dan anak tirinya itu," terang Zia.Amran kehilangan kata-kata."Pergilah, Mas. Mungkin sekarang Rania sedang ada di rumah sakit dan menunjukkan akting terbaiknya. Jenguklah dia, Mas. Mungkin sekarang dia sedang membutuhkanmu," suruh Zia."Apa sebenarnya yang ada di kepalamu?" teriak Amran tak percaya. "Apa tahu kalau papamu sedang mempertaruhkan nyawa?""Aku tahu, tapi itulah pilihannya. Aku juga tidak punya waktu lagi untuk terus berbicara omong kosong," jawab Zia. "Jadi pergilah, lihat apa yang sebenarnya terjadi di sana."Karena Amran tidak bisa membawa Zia pergi, akhirnya dia k

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Racun

    "Jangan bercanda, aku dan Alia memang punya hubungan. Namun sebatas teman saja. Jadi jangan menuduh sembarangan," sangkalnya cepat."Teman?" Zia mendekat ke arah Rania. "Sejak kapan kamu punya teman modelan begini?""Walau kita tidak pernah dekat, aku tahu betul kamu tidak akan pernah berteman dengan manusia seperti itu," tandasnya lagi."Jangan sok tahu! Kamu tidak akan pernah tahu tentangku," sentak Rania, lalu dia memposisikan tubuhnya berhadapan dengan Zia. "Semua yang menjadi milikmu akan menjadi milikku," bisiknya membuat Zia spontan menamparnya keras."Kau sungguh wanita yang tidak tahu malu," teriaknya membuat Haris segera mendekat dan mengecek kondisi tangan Zia."Jangan lakukan itu lagi, aku mohon. Katakan saja padaku, aku akan meminta orang-orang untuk menamparnya," ujar Haris lembut."Rio, Alia!" panggilnya dengan teriakan yang membuat burung-burung beterbangan jauh."Ada apa, Bos?" Rio segera mendekat dengan Alia yang ditariknya."Tampar Rania masing-masing lima kali. Ka

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Membereskan Gadis Kecil

    Kau! Bagaimana bisa mengatakan itu tanpa beban di depan seorang wanita?" Alia melemparkan tatapan tak percaya pada pria yang sudah lama dikaguminya itu."Lantas, apa yang menurutmu pantas aku lakukan?" Haris mendekat ke arah Zia dan kembali menghujaninya dengan ciuman tanpa mengindahkan keberadaan Alia."Cukup, aku ada di sini. Apa kau sama sekali tidak mau balas Budi pada kakakku yang sudah mengorbankan segalanya untukku?" Alia kembali melemah.'Hanya cara ini yang aku bisa. Dengan berpura-pura menjadi lemah, Haris akan kembali menjadi milikku,' batinnya tertawa.'Yah, seorang Haris Amarta, pria paling sempurna di pelosok dunia ini hanya boleh menjadi suamiku. Dia tidak diizinkan untuk menjadi suami orang lain, apalagi dari seorang wanita yang berstatus janda,' lanjutnya.Alia sama sekali tidak mendengar kabar yang beredar kalau Zia bercerai dengan status perawan. Dia bahkan tidak membuka matanya dengan baik karena tidak melihat tubuh Zia yang sangat jauh jika dibandingkan dengan tub

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Tamu Tak Diundang

    Mereka pun sampai di rumah yang sudah dipersiapkan Haris untuk ditinggali bersama Zia.Akan tetapi, belum sempat mereka masuk ke dalam rumah, ponsel Haris lebih dulu berdering dengan keras."Aku sudah ada di bandara. Jemput aku sekarang kalau kamu mau membalas budi pada kakakku," ucap seorang wanita, lalu mematikan sambungan teleponnya begitu saja tanpa menunggu penjelasan dari Haris.Mendengar apa yang dikatakan wanita itu, Zia mengerutkan keningnya."Apa yang dikatakan dia sama seperti kata-kata Rania beberapa waktu lalu," ujarnya membuat Haris tidak berani melangkah."Semuanya terserah padamu, Mas. Tapi aku tekankan sekali lagi, kalau memang kamu bersungguh-sungguh, jangan pernah hadirkan orang ketiga. Jangan berikan aku surga lewat pintu poligami," lanjutnya menegaskan."Baik." Haris menjawab mantap, lalu segera menghubungi seseorang."Jemput Alia di bandara sekarang! Kalau dia hanya di mana aku, bilang aku sedang menikmati malam pertama dengan istriku," titahnya."Apa? Bagaimana

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Bersaing dengan Pria Sejati

    "Kalian baru saling mengenal, tidak mungkin kamu sudah mencintainya sedalam itu dan tidak mungkin dia juga sudah mencintaimu sebesar yang kamu katakan. Aku saja ragu padanya, bagaimana mungkin kamu tidak meragukannya?" tanya Amran tanpa memperdulikan tatapan Haris yang menatapnya penuh ketajaman. "Aku percaya pada suamiku, siapa pun dia, kepercayaanku akan selalu melekat padanya. Bukankah aku juga melakukan hal yang sama ketika kita masih menjadi suami istri?" tanya Zia yang lagi-lagi membuat Amran diam. "Aku sudah memaafkan apa yang telah kamu lakukan di masa lalu, kini aku sudah menjalani kehidupan yang baru. Jadi, aku juga berharap kamu melupakan masa lalu kita dan kembali meniti kehidupan yang baru," tegas Zia berusaha membuat Amran sadar kalau kehidupan di antara mereka sekarang sudah berbeda. "Aku tidak akan menyerah semudah itu, aku yakin pasti ada kesempatan untukku agar bisa kembali bersamamu. Aku dan kamu saja bisa berpisah setelah lima tahun pernikahan, apalagi antara ka

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Terlalu Manis

    "Kenapa kamu manis banget, sih? Bukannya orang-orang bilang kamu kejam?" Zia melemparkan tatapan tak percaya pada pria yang ada di depan matanya.Zia selalu mendengar kritikan negatif terhadap keluarga Amarta, bahkan katanya keluarga ini adalah keluarga dengan orang-orang yang paling berbahaya.Sebelumnya Zia percaya akan gosip itu karena selama ini mereka memang selalu menunjukkan sisi negatif, namun setelah masuk langsung dan menjadi menantu Amarta, Zia tidak merasa demikian. Justru Zia merasa orang-orang yang mengatakan mereka jahat hanya pandai melihat dari luar, namun tidak jeli dengan kebenaran yang ada."Aku manis hanya di hadapanmu," sahut Haris cepat membuat Zia memalingkan tatapan, "karena kamu istriku, tentu aku akan melakukan apa yang aku bisa untuk mencintaimu.""Kalau nanti kamu berpaling?" tanya Zia penasaran karena Haris bukanlah pria biasa."Sebelum itu terjadi, aku akan mengatur beberapa aset untukmu. Ada anak atau tidak di antara kita, kamu tetap akan mendapatkannya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status