“Jamu empot-empot yang antum beli itu sudah dapat registrasi di Badan POM. Ini artinya jamu itu bagus secara medis. Kalo dikonsumsi dengan betul, insya allah ada hasil sekitar 60%. Dari hasil penelitian, nggak ada efek samping. ” Bak seorang penjual obat, Fadhil non stop menceritakan khasiat obat yang ia jual.
Saat mengucap kalimat-kalimat di atas, jempol Fadhil tak lagi bergerak-gerak di permukaan layar ponsel. Zakaria langsung mengerti bahwa ini artinya Fadhil sedang terhenti sesaat pada sebuah file. File itu bisa jadi berbentuk foto yang sangat privat yang semuanya adalah foto Shirley. Zakaria hampir saja bangkit dan meminta ponsel itu kembali dari tangan Fadhil. Tapi sesaat kemudian pikirannya berubah. Berubahnya pun 180 derajat. Ia kini justeru malah ingin Fadhil menikmati saja semua foto tentang isterinya!
“Eh, kata lu tadi berapa persen obat dan jamu ini bisa manjur?”
Fadhil menjawab pendek dengan mata tetap menatap layar ponsel. “60 persen.”
Zakaria tidak puas dengan kemungkinan itu yang menurutnya kecil. ia lalu bertanya apakah ada obat lain yang perlu dikonsumsi.
“Kalo untuk ningkatin lagi, menurut ana sih, antum musti stimulasi dari luar.”
“Maksudnya, Dhil?”
Fadhil tak segera menjawab karena matanya sibuk menatapi layar. Zakaria menyeringai karena tahu foto apa yang sedang diperhatikan.
“Sexy kan foto bini gue?”
Fadhil menelan ludah lagi melihat foto vulgar Shirley. “Banget. Sayang bodi sebagus ini dianggurin. Jadi antum selain minum jamu, musti stimulasi dengan nonton bokep.”
“Gue udah lakuin. Sebelum ML, gue buka situs porno.”
“Bukan sebelumnya. Tapi s-e-w-a-k-t-u lagi ML. Antum udah lakuin?”
Melihat Zakaria ragu, Fadhil melanjutkan. “Jamu sama obat musti diminum sejam sebelumnya. Selain itu, kudu nonton bokepnya bareng, abis itu pake alat stimulasi.”
Zakharia kaget. “Alat apa?”
Fadhil bangkit dari duduk dan mengambil sesuatu dari rak etalase.
“Ini.”
Zakaria terkejut melihat benda karet berbentuk pennis pria berwarna hitam dan panjang, disodorkan di permukaan meja di depannya. Ia menengok ke kiri-kanan, memastikan bahwa di toko Fadhil itu tak ada orang lain bersama mereka. Setelah yakin aman, ia lalu menutup sex toy itu dengan tubuhnya agar tidak terlihat orang-orang yang lalu lalang di depan tokonya.
“Musti pakai dildo juga?”
“Jangan bilang lu nggak pernah tau ya. Bohong itu!” Fadhil menjawab santai. “Untuk bini semontok dia, itu kudu. Dia musti punya minimal satu yang jadi kesayangannya. Jangan nanggung-nanggung. Bini antum butuh pelampiasan.”
“Siap.”
Layar ponsel kini menampilkan sebuah file video. Sekilas ada sebentuk gambar lipatan paha di situ. Melihat Fadhil ragu, Zakaria malah menyemangati.
“Lu kalo mau nonton yang itu ya nonton aja.”
“Gue takut sama lakinya,” godanya. Laki yang dimaksud tentu saja adalah suaminya sendiri.
“Takut ketauan.”
“Boleh nih?”
“Boleh aja.”
“Lagi ngapain sih ini?”
”Lagi asyik lah,” Zakaria menyeringai. “Jangan lupa pake headset. Di situ suara bini gue kalo lagi merintih-rintih kenceng banget.”
*
Zakaria memang mengalami impotensi akibat sakit yang diderita. Ini jelas bukan masalah kecil. Ini masalah serius karena dampaknya adalah terganggunya keharmonisan hubungannya dengan Zakaria sebagai suami. Upaya pengobatan sudah berkali-kali dilakukan termasuk mendatangi klinik eksklusif berbiaya tinggi, tapi perkembangan kesembuhan nyaris nihil. Padahal biaya yang dikeluarkan sudah sangat besar.
Situasi ini berjalan terus-menerus sampai akhirnya terjadi restrukturisasi berupa perampingan perusahaan yang mengakibatkan Zakaria harus diPHK. Efek lebih jauhnya, Zakaria semakin kekurangan vitalitas. Persenggamaan bahkan kini dianggap momok karena kemungkinan keberhasilan yang rencah. Seiring dengan semakin parahnya sakit yang diderita.
Shirley menderita tapi tak bisa berbuat apa-apa. Ia mencoba menata hidup dengan kondisi yang ada. Ia bersikap di hadapan banyak orang bahwa seolah tak terjadi apa-apa. Ketika keadaan berlangsung berbilang hari, mungkin itu bukan masalah besar. Lalu, bagaimana jika itu sudah terjadi nyaris setahun? Dirinya adalah seorang wanita matang yang masih jauh dari kata frigid. Ada hasrat yang tak jua berhenti. Sampai kapan biduk bernama kesetiaan seorang isteri bisa bertahan menghadapi gempuran libido yang bergelora tanpa henti setiap hari?
Di hari Sabtu awal bulan April, biduk itu bocor.
*
Zakaria baru saja pergi dengan Xenia-nya, mencari nafkah sebagai pengemudi taksi online. Pagi itu adalah kemalangan bagi Shirley karena suaminya lagi-lagi gagal memberikan kepuasan. Ejakulasi dini pada diri Zakaria menyisakan derita pada Shirley dimana hasratnya yang menggelegak harus terhenti paksa begitu saja. Zakaria jelas ikut berduka tapi tak bisa berbuat apapun. Terpaksa ia meninggalkan Shirley begitu saja dan berharap Shirley tidak terlalu lama menjalani kesedihan karena hasrat yang gagal tersalurkan.
Tak lagi mengantuk, Shirley mencoba menghilangkan kegundahan dengan beraktifitas fisik. Tumpukan pakaian langsung menjadi prioritas dengan langsung ia cuci. Dan seolah penderitaannya belum cukup mesin cuci itu ternyata fungsi pengeringnya tidak bekerja. Mau tak mau pakaian hanya bisa dicuci dan dibilas sebelum dijemur dalam keadaan basah kuyup. Ada satu ember penuh pakaian yang kini perlu dijemur.Bagian belakang rumah yang ia tempati menyisakan ruang kosong berlantai semen yang hanya digunakan untuk menjemur. Padahal di kompleks perumahan dimana ia tinggal, mayoritas mengubah tanah kosong dengan peningkatan berupa penambahan bangunan hingga dua lantai. Saat Shirley menjemur, bayangan kegagalan hubungan intim sejam lalu masih membekas kuat di benaknya. Kesedihannya masih belum berlalu terlihat dari pekerjaannya yang tidak optimal terlihat dari tetesan-tetesan air dari pakaian banyak mengenai tubuh. Ketika hal ini membuat beberapa bagian tubuhnya yang
“Halo,” sapanya ketika sudah berdiri di depan Shirley. Pekerjaan jemur menjemur telah diselesaikan Shirley.“Hi,” Shirley membalas. Suaranya bergetak. Kaku.Keduanya mendekat selangkah dua langkah sehingga kini bisa saling melihat dari jarak sangat dekat dan mengagumi kelebihan fisik masing-masing. Wajah, mata, rambut, hidung, mulut. Namun ketika pemuda itu melihati daster di bagian dadanya yang kuyup, Shirley tersadar dan buru-buru menahan dengan kedua lengan.“Kalo ditutupin gitu, berarti tante curang,” cetusnya makin nakal dan berani. “Tante aja ngeliatin dada gue malah gue biarin.”Itu pemikiran nakal tapi memang masuk akal, pikir Shirley. Sebuah gerakan skak-mat dalam catur yang membuatnya terkunci. Tak bisa melakukan hal lain kecuali menerima saja apa yang diminta. Dengan ragu dan sedikit gemetar ia melapas sendiri kedua tangan yang mendekap dada. Pemuda itu kini bisa melihat betapa sepas
Berpikir soal kehamilan membuat ia kembali terpikir pada suaminya. Zakaria Santoso adalah pria yang mana ia bersumpah akan ia temani seumur hidupnya. Pria terakhir dalam hidupnya. Pria terbaik. Pria pilihan untuk mereka berdua jalani demi hari-hari pernikahan yang langgeng. Tapi kini situasi berbeda telah terjadi. Biduk pernikahan mereka koyak, mulai terisi air yang segera menenggelamkan. Dan dirinyalah penyebab kebocoran. Penyesalan mendalam datang tiba-tiba. Menyergap nalar, menghabisi sikap puritan yang bertahun ia agungkan. Ini membuat dirinya terasa bodoh, kotor,mudah diperdaya, dan tak pantas disebut isteri.Shirley bersumpah itu adalah pengalaman pertama dan sekaligus terakhirnya bersama pria lain walau orang itu adalah mahasiswa setampan Katon. Enough is enough. Pengkhianatan pada suaminya cukuplah sampai di situ.“Maafkan aku Pa,” desisnya. Pandangannya berkaca-kaca dan mulai menganaksungai ketika ia merebahkan diri. Rasa bersal
Percakapan menarik dipicu ketika di sebuah persimpangan mobil menikung sangat tajam yang membuat kantong kresek berisi viagra, dan obat herbal yang kemarin dibeli dari Fadhil terjatuh dari dashboard ke sepatu Guntur. Orang itu spontan mengambil dan bermaksud mengembalikan ke tempat semula. Tapi plastik yang tersobek membuat benda-benda tadi terihat olehnya. Syukurlah bahwa dildo tak lagi di sana karena sempat ia gunakan tadi saat bercinta dengan isterinya walau kemudian berakhir dengan kegagalan.Zakaria merasa malu atas kejadian itu, sebaliknya Guntur tersenyum.“Wah, pake obat kuat juga pak?”“Begitulah.”Diam. Tak ada percakapan lagi. Tapi Zakaria kemudian merasa perlu untuk sedikit curhat.“Abisnya, dengan pake begitu aja belum tentu tuntas juga.”“Oh, bapak udah coba?”“Tadi pagi. Hasilnya yah gitu-gitu aja.”Guntur membua
“Gue pernah baca tulisan Dr. Sigler Hirsch, sex-therapist pencipta trik stimulan otak. Otak manusia bekerja dengan cara diluar ekspektasi. Ia suka menghasilkan apa yang tadinya kita pikir tidak mungkin. Padahal kita memiliki kapasitas melebihi apa yang kita bayangkan. Kita sering membatasi cara kerjanya padahal sebetulnya dia mencari jalan sendiri. Kita berpikir, dalam satu kasus, otak bisa menghasilkan A padahal dia bisa menghasilkan A dan B atau bisa juga C. Ini juga berlaku dalam hubungan suami-isteri. Kita suka berpikir kepuasan sex itu terjadi jika kita melakukan A atau B. Padahal itu bisa dikreasikan sehingga kepuasan itu variatif. Ada yang A, B, atau A1, B1. Intinya kita terlalu membatasi diri dengan alasan norma, etika ketimuran, nggak enak pada pasangan. Padahal, kita saja yang tidak terbuka terhadap kemungkinan yang ada.”Guntur berhenti sesaat, lalu melanjutkan. “Memang sempat cemburu, tapi itu sesaat. Kenapa harus meributkan soal je
“Jangan macem-macem, Bram! Nggak bener apa yang kita bikin. Ini udah keterlaluan. Keterlaluan! Gue nggak mau. Nggak mau! Pokoknya gue nggak mauuuuu!!!”Penolakan Shirley begitu keras. Lantang.Tapi situasi kembali berbalik.Shirley boleh saja galak. Boleh saja menentang keras. Boleh saja menceramahi soal etika. Tapi tak sampai setengah jam kemudian, situasi memang sangat pantas disebut berbalik kembali. Alkohol tampil sebagai pemenang mengalahkan logika. Shirley yang menolak dan galak sudah tak ada lagi.Kali ini hanya ada sosok Shirley yang dengan lincah asyik meremasi buah dadanya sendiri. Memilin kedua putingnya di tengah gelora birahi yang melonjak sebagai dampak pengaruh alkohol. Dalam posisi woman on top ia dengan liar menduduki mulut Bram.Sebuah lagu yang hanya diplayback melantun tanpa seorangpun menyanyi. Tak ada yang menyaksikan layar LCD yang menampilkan syair lagu heavy metal. Tiga rekan Bram sudah hilang seja
Mendadak ia teringat pada pemuda yang tadi katanya mau mengantar paket kiriman. Saat itu Zakaria percaya saja semua omongannya. Alangkah naif. Saat orang itu tidak menunjukkan mana paket yang katanya salah antar itu, kenapa ia bisa percaya begitu saja dan membiarkannya pergi? Zakaria merutuk kepolosannya yang parah.Bulu kuduknya seketika merinding menyadari bahwa isterinya kemungkinan memiliki pria lain di belakangnya. Seberapa besar kemungkinan itu, ia belum tahu. Pemikiran itu hanya sesaat saja timbul. Semua pertanyaan dan tandatanya akhirnya diputuskan untuk dikubur saja dahulu. Ia akan tanyakan itu ke isteri tersayangnya pada kesempatan dan tempat yang tepat.Mudah-mudahan itu semua hanya salah paham, begitu pikirnya.Zakaria yang malang. Zakaria Santoso yang naif.Seandainya saja ia tahu bahwa isterinya memang sudah sangat jauh melangkah. Merobek dinding biduk rumah tangga mereka dengan tangannya sendiri. Menyerahkan diri
Shirley menyadari hal itu dan menyambut dengan semangat. Selama ini ia selalu menyemangati Zakaria dalam urusan ranjang. Kadang berhasil, namun lebih banyak gagal. Tapi malam ini ia melihat kemungkinan berhasil sepertinya cukup besar. Syaratnya, satu saja: tidak boleh terlalu lama foreplay.“Mas mau ML, sayang?” desah Shirley saat Zakaria mulai meraba bagian-bagian tubuhnya yang berlekuk dan tanpa lemak. Ia sudah disetubuhi Bram dengan liar. Ia capek. Kemaluannya pun masih menyisakan rasa perih. Tapi ia masih mau kembali bersetubuh kalau yang meminta adalah orang yang sangat ia hormati dan sayangi.“Iya, Ma.”Shirley jadi bersemangat. Ia langsung bertekad untuk malam itu membahagiakan Zakaria.*Besoknya. Di keremangan subuh, satu sosok nampak beringsut diam-diam. Bergerak meniti sebuah dahan pohon mangga yang berada di bagian belakang sebuah rumah, menuruni batang pohon sebelum kemu