Pengagum Shirley sangat banyak. Dan pasti tak kalah banyak saat ia kuliah. Terlebih saat mulai berkarir. Jadi kalau akhirnya Shirley menentukan pilihan menikah pada seorang pria yang mulai bangkrut dan bermasalah dalam libido, alangkah malangnya gadis itu. Masalah semi-impotensi menjadi bahan obrolan lebih lanjut.
“Ini bener nih obat ini semanjur seperti yang ditulis di bungkusannya?” Zakaria bertanya dengan penuh rasa ingin tahu.
“Ada beberapa faktor penyebab.”
Tiba-tiba entah mendapat ide dari mana, Fadhil jadi ingin tahu seperti apa keadaan Shirley sekarang.
“Coba antum tunjukin foto dia sekarang kayak apa.”
Tanpa merasa bahwa itu permintaan yang aneh, Zakaria mengeluarkan ponselnya. Setelah beberapa kali ketukan dan geser-menggeser ia menunjukkan wajah isterinya saat ini.
“Shirley tampangnya gak berubah banyak ya. Rambutnya juga ikal kayak begini.”
Tanpa meminta izin Zakaria, jempolnya menggeser layar untuk ia bisa melihat foto-foto lain kondisi Shirley terkini.
“Cantiknya gak berkurang. Malah makin matang. Srrppp…. Mmm… Antum hoki dapetin dia.”
Zakaria sempat melihat Fadhil menelan ludah ketika mengamati foto ketiga. Saat ia melihat layar, ia jadi maklum karena itu adalah foto ketika Shirley berpose dengan rok mini dan atasan blus dengan potongan dada rendah sehingga menampilkan buah dadanya yang mengintip sebagian.
“Obat dan jamu yang antum pilih bisa dicoba, Zak. Ana gak jamin 100% antum bisa wikwikwik lagi dengan dia. Tapi dengan obat-obat ini insya allah ada hasil.”
Sambil Fadhil menyerocos dan melihati foto-foto lain di ponsel, Zakaria hatinya berdegup kencang. Ponselnya adalah gadget yang menyimpan banyak foto dan video syur isterinya. Walau itu untuk konsumsi pribadi dan bukan untuk publik, tetap saja tidak nyaman rasanya ada orang lain yang menikmati gambar dan video tadi.
Zakharia ingin melarang atau mengambil kembali ponselnya. Tapi entah kenapa di lain pihak ada perasaan lain yang muncul. Perasaan untuk membiarkan saja karena ia suka jika ada orang asing yang meihat foto dan video privat tadi!
*
Ervan boleh saja dianggap terlalu muda. Kurang pengalaman. Namun, lulus dengan gelar Cum Laude di sebuah perguruan tinggi ternama di bidang akunting membuat dirinya piawai dalam melakukan audit internal. Di hari yang masih kesekian ia sudah menemukan ada pembukuan yang tidak wajar. Ada selisih nilai aset yang dia temukan pada sebuah kantor cabang yaitu di Bekasi.
Sebetulnya ia ingin memberitahu sekretarisnya. Namun seketika ia sadar bahwa Shirley sebagai sekretaris justeru direkrut dari tempat itu oleh ayahnya untuk ditempatkan di Jakarta. Jadi dengan alasan kerahasiaan Ervan tidak melibatkan Shirley sama sekali. Baginya, jika perlu ia melakukan pekerjaan investigasi itu seorang diri.
Dengan maksud sekaligus untuk mengenal kondisi karyawan di Bekasi yang belum pernah ia datangi, hari itu ia melakukan kunjungan mendadak ke kantor cabang tersebut. Saat tiba dan dengan hanya diantar Waluyo sebagai driver, tentu saja hal ini terasa agak mengagetkan bagi semua orang yang ada di sana. Bagai sarang semut yang terbongkar, mereka langsung kesana-kemari menyambut dan menyiapkan segala sesuatu. Mau tidak mau mereka juga lantas memfasilitasi ketika mendapat info bahwa kedatangannya adalah untuk melakukan audit internal. Sebuah ruang kantor segera disiapkan sebagai tempat kerja Ervan.
Atas situasi yang terjadi, seseorang lantas keluar kantor sejenak. Saat sudah berada dalam jarak yang ia rasa aman, ia lantas menghubungi seseorang. Karena gagal terhubung walau sudah mencoba berkali-kali, ia lalu mengirim pesan chat sambil berharap orang di sana cepat membuka pesan itu.
[Big boss curiga soal transaksi deposit LC tahun lalu. Hati-hati.]
Orang itu lantas menunggu. Dan usahanya tidak sia-sia karena semenit kemudian ada panggian telpon yang masuk.
“Sori, gue tadi lagi makan siang.”
“O.”
“Jadi bener nih, boss ngaudit ke kantor Bekasi?”
“Iya.”
“Terus, dia nyinggung soal transaksi tahun lalu yang soal deposit dana LC?”
“Bener. Itu sebabnya gue buru-buru telpon lu.”
Orang di ujung telpon sana adalah Shirley. “Pak Bram, bantuin gue dong.”
Saat itu hubungan Shirley dan Bram hanyalah pertemanan bisnis kantor biasa. Tak ada yang istimewa. Dalam melakukan tugas di bawah atap kantor yang sama Shirley sebetulnya jarang sekali berinteraksi dengan Bram. Begitupun sebaliknya. Tapi sebuah proyek kantor di bidang Safety Environment membuat keduanya mulai akrab karena proyek itu membutuhkan komunikasi intens antara semua pihak yang dilibatkan, dimana Bram dan Shirley termasuk di dalamnya.
“Lu mainnya kasar. Liat nih akibatnya. Perbuatan lu bisa kebongkar, ngerti?”
Shirley terdiam. Jujur, ia memang melakukan penggelapan keuangan perusahaan melalui transaksi-transaksi berulang yang tidak berjadwal. Efeknya, ada sekian persen dana dari ratusan transaksi yang mengalir ke rekening pribadinya. Adalah Bram yang mengetahui hal itu terlebih dulu, berbulan-bulan lalu, dan meminta Shirley berhenti melanjutkan. Bram bisa saja melapor. Tapi dengan alasan tertentu Bram tidak melakukan pelaporan.
“Jadi apa yang gue musti lakuin sekarang?”
“Jamu empot-empot yang antum beli itu sudah dapat registrasi di Badan POM. Ini artinya jamu itu bagus secara medis. Kalo dikonsumsi dengan betul, insya allah ada hasil sekitar 60%. Dari hasil penelitian, nggak ada efek samping. ” Bak seorang penjual obat, Fadhil non stop menceritakan khasiat obat yang ia jual.Saat mengucap kalimat-kalimat di atas, jempol Fadhil tak lagi bergerak-gerak di permukaan layar ponsel. Zakaria langsung mengerti bahwa ini artinya Fadhil sedang terhenti sesaat pada sebuah file. File itu bisa jadi berbentuk foto yang sangat privat yang semuanya adalah foto Shirley. Zakaria hampir saja bangkit dan meminta ponsel itu kembali dari tangan Fadhil. Tapi sesaat kemudian pikirannya berubah. Berubahnya pun 180 derajat. Ia kini justeru malah ingin Fadhil menikmati saja semua foto tentang isterinya!“Eh, kata lu tadi berapa persen obat dan jamu ini bisa manjur?”Fadhil menjawab pendek dengan
Tak lagi mengantuk, Shirley mencoba menghilangkan kegundahan dengan beraktifitas fisik. Tumpukan pakaian langsung menjadi prioritas dengan langsung ia cuci. Dan seolah penderitaannya belum cukup mesin cuci itu ternyata fungsi pengeringnya tidak bekerja. Mau tak mau pakaian hanya bisa dicuci dan dibilas sebelum dijemur dalam keadaan basah kuyup. Ada satu ember penuh pakaian yang kini perlu dijemur.Bagian belakang rumah yang ia tempati menyisakan ruang kosong berlantai semen yang hanya digunakan untuk menjemur. Padahal di kompleks perumahan dimana ia tinggal, mayoritas mengubah tanah kosong dengan peningkatan berupa penambahan bangunan hingga dua lantai. Saat Shirley menjemur, bayangan kegagalan hubungan intim sejam lalu masih membekas kuat di benaknya. Kesedihannya masih belum berlalu terlihat dari pekerjaannya yang tidak optimal terlihat dari tetesan-tetesan air dari pakaian banyak mengenai tubuh. Ketika hal ini membuat beberapa bagian tubuhnya yang
“Halo,” sapanya ketika sudah berdiri di depan Shirley. Pekerjaan jemur menjemur telah diselesaikan Shirley.“Hi,” Shirley membalas. Suaranya bergetak. Kaku.Keduanya mendekat selangkah dua langkah sehingga kini bisa saling melihat dari jarak sangat dekat dan mengagumi kelebihan fisik masing-masing. Wajah, mata, rambut, hidung, mulut. Namun ketika pemuda itu melihati daster di bagian dadanya yang kuyup, Shirley tersadar dan buru-buru menahan dengan kedua lengan.“Kalo ditutupin gitu, berarti tante curang,” cetusnya makin nakal dan berani. “Tante aja ngeliatin dada gue malah gue biarin.”Itu pemikiran nakal tapi memang masuk akal, pikir Shirley. Sebuah gerakan skak-mat dalam catur yang membuatnya terkunci. Tak bisa melakukan hal lain kecuali menerima saja apa yang diminta. Dengan ragu dan sedikit gemetar ia melapas sendiri kedua tangan yang mendekap dada. Pemuda itu kini bisa melihat betapa sepas
Berpikir soal kehamilan membuat ia kembali terpikir pada suaminya. Zakaria Santoso adalah pria yang mana ia bersumpah akan ia temani seumur hidupnya. Pria terakhir dalam hidupnya. Pria terbaik. Pria pilihan untuk mereka berdua jalani demi hari-hari pernikahan yang langgeng. Tapi kini situasi berbeda telah terjadi. Biduk pernikahan mereka koyak, mulai terisi air yang segera menenggelamkan. Dan dirinyalah penyebab kebocoran. Penyesalan mendalam datang tiba-tiba. Menyergap nalar, menghabisi sikap puritan yang bertahun ia agungkan. Ini membuat dirinya terasa bodoh, kotor,mudah diperdaya, dan tak pantas disebut isteri.Shirley bersumpah itu adalah pengalaman pertama dan sekaligus terakhirnya bersama pria lain walau orang itu adalah mahasiswa setampan Katon. Enough is enough. Pengkhianatan pada suaminya cukuplah sampai di situ.“Maafkan aku Pa,” desisnya. Pandangannya berkaca-kaca dan mulai menganaksungai ketika ia merebahkan diri. Rasa bersal
Percakapan menarik dipicu ketika di sebuah persimpangan mobil menikung sangat tajam yang membuat kantong kresek berisi viagra, dan obat herbal yang kemarin dibeli dari Fadhil terjatuh dari dashboard ke sepatu Guntur. Orang itu spontan mengambil dan bermaksud mengembalikan ke tempat semula. Tapi plastik yang tersobek membuat benda-benda tadi terihat olehnya. Syukurlah bahwa dildo tak lagi di sana karena sempat ia gunakan tadi saat bercinta dengan isterinya walau kemudian berakhir dengan kegagalan.Zakaria merasa malu atas kejadian itu, sebaliknya Guntur tersenyum.“Wah, pake obat kuat juga pak?”“Begitulah.”Diam. Tak ada percakapan lagi. Tapi Zakaria kemudian merasa perlu untuk sedikit curhat.“Abisnya, dengan pake begitu aja belum tentu tuntas juga.”“Oh, bapak udah coba?”“Tadi pagi. Hasilnya yah gitu-gitu aja.”Guntur membua
“Gue pernah baca tulisan Dr. Sigler Hirsch, sex-therapist pencipta trik stimulan otak. Otak manusia bekerja dengan cara diluar ekspektasi. Ia suka menghasilkan apa yang tadinya kita pikir tidak mungkin. Padahal kita memiliki kapasitas melebihi apa yang kita bayangkan. Kita sering membatasi cara kerjanya padahal sebetulnya dia mencari jalan sendiri. Kita berpikir, dalam satu kasus, otak bisa menghasilkan A padahal dia bisa menghasilkan A dan B atau bisa juga C. Ini juga berlaku dalam hubungan suami-isteri. Kita suka berpikir kepuasan sex itu terjadi jika kita melakukan A atau B. Padahal itu bisa dikreasikan sehingga kepuasan itu variatif. Ada yang A, B, atau A1, B1. Intinya kita terlalu membatasi diri dengan alasan norma, etika ketimuran, nggak enak pada pasangan. Padahal, kita saja yang tidak terbuka terhadap kemungkinan yang ada.”Guntur berhenti sesaat, lalu melanjutkan. “Memang sempat cemburu, tapi itu sesaat. Kenapa harus meributkan soal je
“Jangan macem-macem, Bram! Nggak bener apa yang kita bikin. Ini udah keterlaluan. Keterlaluan! Gue nggak mau. Nggak mau! Pokoknya gue nggak mauuuuu!!!”Penolakan Shirley begitu keras. Lantang.Tapi situasi kembali berbalik.Shirley boleh saja galak. Boleh saja menentang keras. Boleh saja menceramahi soal etika. Tapi tak sampai setengah jam kemudian, situasi memang sangat pantas disebut berbalik kembali. Alkohol tampil sebagai pemenang mengalahkan logika. Shirley yang menolak dan galak sudah tak ada lagi.Kali ini hanya ada sosok Shirley yang dengan lincah asyik meremasi buah dadanya sendiri. Memilin kedua putingnya di tengah gelora birahi yang melonjak sebagai dampak pengaruh alkohol. Dalam posisi woman on top ia dengan liar menduduki mulut Bram.Sebuah lagu yang hanya diplayback melantun tanpa seorangpun menyanyi. Tak ada yang menyaksikan layar LCD yang menampilkan syair lagu heavy metal. Tiga rekan Bram sudah hilang seja
Mendadak ia teringat pada pemuda yang tadi katanya mau mengantar paket kiriman. Saat itu Zakaria percaya saja semua omongannya. Alangkah naif. Saat orang itu tidak menunjukkan mana paket yang katanya salah antar itu, kenapa ia bisa percaya begitu saja dan membiarkannya pergi? Zakaria merutuk kepolosannya yang parah.Bulu kuduknya seketika merinding menyadari bahwa isterinya kemungkinan memiliki pria lain di belakangnya. Seberapa besar kemungkinan itu, ia belum tahu. Pemikiran itu hanya sesaat saja timbul. Semua pertanyaan dan tandatanya akhirnya diputuskan untuk dikubur saja dahulu. Ia akan tanyakan itu ke isteri tersayangnya pada kesempatan dan tempat yang tepat.Mudah-mudahan itu semua hanya salah paham, begitu pikirnya.Zakaria yang malang. Zakaria Santoso yang naif.Seandainya saja ia tahu bahwa isterinya memang sudah sangat jauh melangkah. Merobek dinding biduk rumah tangga mereka dengan tangannya sendiri. Menyerahkan diri