Share

1. Dua Ara

Gadis dengan bibir berbentuk hati keluar dari kost-kostan putri dengan pakaian rapi. Kemeja berwarna putih dan rok hitam selutut menjadi outfit kebanggan dia beberapa bulan ini.

Kaki jenjang itu melangkah meninggalkan kostan  yang dua bulan ini menjadi tempat beristirahat setelah lelah bekerja seharian. Tempat sederhana itu nyaman karena pemilik kost dan penghuni kost yang lain memperlakukannya dengan baik. Meskipun ada satu orang yang sedikit mengganggunya.

Sienna Bimantara, gadis dengan mata cantik dan hidung mancung juga rambut hitam itu merupakan lulusan terbaik dari salah satu universitas negeri di Jakarta. Sayangnya gelar itu tidak membuat Sienna senang luar biasa.

"Neng geulis mau berangkat ngajar?" tanya seorang pria paruh baya, pemilik kostan yang dia tempati.

"Iyaa Pak," sahutnya dengan senyum manis khas gadis berbibir love itu.

"Itu abang ojek onlinenya udah nunggu."

"Iyaa Pak. Duluan ya Pak."

"Hati-hati Neng."

Sienna sedikit berlari menuju pagar kostan berwarna hitam. Di depan gerbang, ojek online yang dia pesan sudah menunggu.

Motor itu berjalan setelah sang supir memberikan helm dan mengkonfirmasi alamat tujuan Sienna. Sebelum menjalankan motornya Sienna berpesan kepada sang supir untuk mengendarai motor dengan pelan.

Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke sekolah di mana Sienna mengajar. Menyukai anak kecil, membuat Sienna memutuskan untuk melamar pekerjaan di sekolah dasar tak jauh dari kostannya.

Sejak taman kanak-kanak Sienna sangat suka bermain dengan bayi. Bahkan jika tantenya membawa anaknya yang masih bayi bermain di rumahnya, Sienna akan menangis jika mereka akan pulang. Baginya bersama dengan anak-anak membuatnya bahagia. Membuatnya melupakan sejenak segala peraturan kedua orangtuanya.

Sienna kecil menginginkan seorang adik tapi sayang kedua orangtuanya tidak menginginkan anak lagi setelah Sienna lahir. Keduanya memegang teguh anjuran pemerintah kalau dua anak saja cukup.

Sienna ongkos onjek online. Langkahnya terhenti saat melihat seorang anak menangis di dekat pot bunga besar.

"Anak manis kenapa nangis?" tanya Sienna berjongkok di dekat pot bunga itu.

Sienna tersenyum lembut saat tidak ada jawaban dari anak itu. Anak dengan rambut tergurai itu menutupi wajahnya dengan tangannya membuat Sienna tidak bisa melihat wajahnya.

"Ibu tunggu sini sama kamu ya?"

Sienna masih asik berjongkok. Tangannya terulur mengusap rambut anak itu yang lepek karena air mata. Sienna yakin kalau anak itu sudah menangis cukup lama.

"Ibu kuncir rambutnya pakai ikat rambut frozen boleh?"

Sienna mengikat rambut anak itu dengan lembut. Sedangkan anak itu hanya diam saat Sienna mengikat rambutnya. Sienna yakin kalau anak itu merasakan panas karena rambutnya tidak diikat.

"Sienna!"

Gadis cantik dengan langkah terburu-buru berjalan menghampiri Sienna. Belva, gadis itu menghembuskan nafasnya saat melihat anak itu masih menangis.

Belva berjongkok di dekat Sienna. "Susah banget diemin anak ini, udah biarin aja," bisiknya.

Sienna mendengus. "Gila lo, mending lo pergi dulu gue mau coba lagi ngebuat anak ini diem."

"Wish you luck! Gue duluan ke kelas ya. Nanti gue kasih tau pak Heri kalau lo izin telat karena lagi ngurusin salah satu anak didik lo."

Sienna mengangkat jempolnya. Belva, sahabatnya yang pengertian dan peka. Tanpa meminta dia akan tahu apa yang sahabatnya butuhkan. Sienna bersyukur memiliki Belva sebagai sahabat di hidupnya.

"Semoga pak Heri gak marahin lo."

Heri, partner kerjanya yang diberi tugas bersamanya untuk memegang kelas lima sekolah dasar. Pria muda itu sering kesal karena Sienna selalu ada alasan untuk telat.

Padahal bukan kemauan Sienna untuk telat, dia memang sering kali ada masalah, entah itu apa. Sienna juga bingung, kenapa masalah sering kali datang kepadanya? Apakah karena mamanya yang tidak ikhlas dengan kepergiannya?

Entahlah, mungkin iya. Tapi Sienna tidak peduli dengan itu. Yang terpenting dia bisa hidup bebas tanpa peraturan di keluarganya.

"Ibu ada cokelat nih. Anak manis kelas berapa?" tanya Sienna yang dibalas gelengan kepala oleh anak itu.

Anak cantik itu mengangkat wajahnya. "Gak tau."

"Adhara..."

Sienna membaca nametag anak itu yang berada di dadanya. Memberikan cokelat putih yang selalu dia bawa di dalam tasnya kepada Adhara.

"Nama kamu mirip sama kaya nama Ibu."

Adhara mengangguk dengan mata khas setelah menangis. "Ara, papa dan abang biasanya manggil itu."

"Waaah Ara, nama yang bagus."

***

Pria berkemeja biru itu tersenyum mengusap foto dirinya dan kedua anaknya. Sudah satu minggu dia tidak bertemu dengan kedua anaknya setelah kejadian di mana istrinya memutuskan untuk bercerai.

Air matanya jatuh tanpa dia sadari. Dia merindukan kedua anaknya. Tapi dia tidak bisa menemui keduanya, ibu dari kedua anaknya melarangnya untuk bertemu kedua anaknya.

"Lendra! Lo dipanggil gak nya— eh lo nangis?" pria dengan mata sipit itu menepuk pundak Lendra itu.

Kenzie, pria dengan mata sipit itu tahu bagaimana perasaan Lendra. Diselingkuhi bertahun-tahun oleh istrinya dan tidak diizinkan bertemu dengan kedua anaknya.

"Kalau lo udah selesai, keruangan pak botak ya, dia nyariin lo."

Kenzie pergi meninggalkan meja kubikel Lendra. Dia berharap semoga sahabat malangnya itu bisa bertemu dengan kedua anaknya dalam waktu dekat ini.

Lendra mengusap wajahnya. Mencoba menghapus sisa air mata di wajahnya. Dia membatalkan niatnya ke ruangan kepala divisinya saat ponselnya berdering.

'Papa, Ara kangen sama Papa.'

***

Pria dengan jas hitam itu mengambil ponselnya. Mencoba mengirim pesan kepada adiknya. Masih sama, ponsel itu mati sejak satu bulan yang lalu. Sehingga pria itu tidak tahu dimana keberadaan adiknya.

Savero Bimantara, pria berjas hitam itu sudah meminta tolong kepada temannya yang seorang detektif untuk melacak keberadaan adiknya. Sienna, adiknya itu terlalu pandai, sehingga dia mematikan ponselnya agar tidak dapat dilacak olehnya.

Sienna pergi dari rumah karena kedua orangtuanya yang menolak cita-citanya sebagai seorang guru sekolah dasar dan perjodohan dengan seorang anak pembisnis. Entah keberanian darimana gadis itu berani membantah kedua orangtuanya.

Savero sangat menyayangi adiknya. Dia tidak tahu bagaimana kabar adiknya diluar sana. Sienna bahkan tidak menggunakan kartu atm miliknya. Bagaimana cara Sienna hidup jika kartu ATM miliknya tidak dia gunakan.

Hidup sejak kecil dengan mewah membuat Savero khawatir adiknya tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Bagaimana jika saingan bisnis papanya menyakitinya? Atau bahkan membunuhnya, membayangkan itu membuat Savero bergidik ngeri. Dia tidak akan memaafkan orang yang menyakiti adiknya.

'Cari adikmu, minggu besok dia harus bertemu dengan calon suaminya.'

Savero menghela nafasnya membaca pesan dari mamanya. Mamanya masih dengan niat awalnya. Menikahi Sienna dengan anak dari rekan bisnisnya.

Meskipun putri satu-satunya itu pergi, mamanya itu tidak berniat membatalkan niat awalnya, menjodohkan Sienna dengan teman arisannya itu.

"Dimana kamu Dek?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status