Dunia Alex rasanya diputarbalikkan begitu mendengar ayahnya mengatakan bahwa pria asing muda di depannya adalah kakaknya. Apakah ayahnya berselingkuh? Tidak, jika ibunya adalah istri pertama seharusnya dia lebih tua dari pria itu. Lalu? Ayahnya yang tadi merangkul pria muda yang ia sebut sebagai Danny itu mendekat ke arah Alex dan tiba-tiba memeluknya. "Maafkan Ayah." Hanya dua kata tanpa penjelasan tersebut ia dengar dari ayahnya pada hari itu. Sejak saat itu, Danny mulai tinggal di rumah mereka seolah ia bukan merupakan orang asing yang tiba-tiba muncul. Lebih anehnya lagi, ibunya—yang ia pikir akan membenci Danny, malah terlihat menyayangi anak itu. Ia bahkan lebih perhatian kepada ayahnya sejak saat itu. Beberapa kali ia memergoki ibunya diam-diam mempersiapkan kotak bekal untuk dibawa pergi. Yang pada saat itu ia pikir adalah untuk ayahnya. Hubungannya dengan Danny tidak baik juga tidak buruk. Bisa dibilang, ia tidak paham apa pun tentang Danny. Kadang, Danny t
Flashback, Alex berumur 14 tahun. "James! Aku menemukannya!" teriak Alex kepada koki muda yang sedari tadi sibuk mengejarnya. "Alex, apa kau mau aku dipecat? Makan malam kalian belum siap. Aku harus cepat kembali ke dapur." Alex mendesah lalu terduduk sambil memegang bola baseball yang baru saja ia temukan. "Percuma saja. Mereka tidak akan pulang. Malam ini pasti hanya ada aku dan beberapa pelayan seperti biasanya," ucapnya sambil menunduk memandangi rumput basah di bawahnya. James, satu-satunya koki muda berumur 18 tahun yang bekerja di kediaman keluarga Godfrey mendekatinya sambil melepas celana putih panjang yang ia kenakan. "Hei! Apa yang akan kau lakukan?! Aku tidak suka pria!" teriak Alex panik melihat teman yang bertaut empat tahun lebih tua darinya tersebut. James hanya terkekeh lalu tetap melakukan apa yang dilarang oleh majikan kecilnya. Alex membuang napas lega ketika melihat celana lain masih dikenakan James di balik celana putih seragamnya. James kem
Seorang wanita tengah duduk dengan serius sambil menyilangkan kakinya di kursi dengan sandaran yang cukup tinggi. Ruangan itu sangat luas meski diperuntukkan hanya untuk satu orang. Tertulis sebuah tag nama akrilik di meja. CHAIRMAN OF THE BOARD. D'Amond. Perusahaan kosmetik nomor 1 di New York. Sejak pemilik asli mewariskan perusahaan tersebut kepada anaknya, Vanessa Godfrey berhasil mempertahankan posisi puncak itu selama bertahun-tahun. Ia membolak-balik dokumen di tangannya dan membaca dengan teliti isi dari sebuah laporan keuangan. Tanpa sadar, ia meremas tepi kertas itu ketika menyadari sesuatu yang janggal. Meskipun ia menyadari hal itu, ia tidak melakukan apa pun, seolah menyimpan suatu rencana untuk nanti. Hari ini, ia dikabarkan akan kedatangan sekretaris baru karena sekretaris sebelumnya mengundurkan diri dengan alasan yang sama dengan para pendahulunya. Tidak tahan dengan sikapnya. "Siapa lagi sekretaris berikutnya yang akan memberikan surat pengunduran diri?
Bethany menjatuhkan tasnya dan menghampiri Alex yang tergeletak di lantai. Ia memeriksa keadaan kekasihnya tersebut yang tampak sangat kacau. Ia mencium aroma alkohol yang begitu menyengat dari tubuh Alex. Beberapa botol bir kosong sudah berserakan. Alex pingsan dengan tubuh yang sedikit berkeringat. "Berapa banyak yang kau minum?!" teriak Bethany dengan khawatir meskipun ia tahu bahwa kekasihnya itu tidak akan membalasnya. Alex bahkan lupa menyalakan pendingin ruangan. Suhu tubuhnya yang hangat di tengah cuaca dingin di luar menandakan ia telah menghabiskan banyak sekali alkohol yang menyebabkannya sedikit berkeringat. Ia membopong tubuh Alex memasuki kamar dan membaringkannya di tempat tidur. Ini adalah pertama kalinya ia melihat kekasihnya itu sampai tidak sadarkan diri karena terlalu banyak minum. Bethany duduk di pinggir tempat tidur. Menyingkap sedikit rambut Alex dengan telapak tangannya. Begitu ia masih menyentuh dahinya, Alex tiba-tiba terbangun dan menggenggam
Bethany masih tak bersuara, tubuhnya refleks menghindar ketika sang ibu mencoba menyentuhnya. "Tidak apa-apa. Dia tidak pernah menyerang siapa pun," ucap perawat yang mengantarnya tadi sambil melangkah ke luar ruangan. Namun, hanya ia yang tahu alasan yang sebenarnya. Bukan hanya tubuhnya yang menghindar. Hatinya juga menolak. Menolak untuk disentuh oleh orang yang selama ini bahkan tidak pernah menganggapnya sebagai anak. Baginya, orang di hadapannya sekarang bukan ibunya. Melainkan hanya "wanita itu" di matanya. Wanita itu tiba-tiba menatap Bethany dengan tatapan curiga. Ia bahkan telah berhasil menyentuh leher Bethany yang telah ditato. "Beraninya kau datang ke sini!" teriak wanita itu pada Bethany yang langsung terperanjat. 'Dia ingat,' batin Bethany ketika menyadari ibunya masih bisa membedakan antara dirinya dan Bella. "Pergi! Pergi dari sini!" Mendengar sebuah kegaduhan, dua orang perawat datang. Salah satunya memegang tangan wanita itu agar tidak bergerak,
Bethany melebarkan matanya. Ia belum siap dengan hal baru yang ia dengar. Meski sangat membenci ibunya, kenyataan yang baru saja ia dengar membuatnya sangat terkejut sekaligus penasaran. "Awalnya, saya berpikir bahwa istri saya telah meninggalkan saya untuk bersama pria lain. Tapi, saya baru mengetahui bahwa ternyata istri saya telah meninggal ketika ia mengunjungi kembarannya di negara asalnya. Saya mengetahui hal ini saat melakukan pencarian untuk menemukannya ke New Jersey beberapa tahun lalu." "Lalu, apa maksudnya istri anda salah dikira sebagai ibuku?" "Wanita yang ditemukan tewas dalam kecelakaan bersama ayahmu adalah istri saya." "Apa anda melakukan tes DNA? Bukankah itu butuh persetujuan kami jika membongkar makamnya kembali?" "Tidak. Saya tidak melakukan hal itu." "Lalu, bagaimana anda yakin bahwa yang tewas itu adalah istri anda dan bukan ibu saya?" "Itu karena saya mengetahuinya dari orang ini." Pria itu memberikan sebuah kartu nama dari seseorang bergelar d