Pria di hadapan Bethany menatapnya heran. "Excuse me?" Bethany belum juga menjawab. Pria itu kemudian kembali bicara dalam bahasa Prancis. "Bonjour?" Bethany yang sejak tadi berusaha mengingat siapa seseorang yang mirip dengan pria di hadapannya ini, akhirnya tersadar saat seseorang memanggil pria tersebut. "Alden! Cepat! Upacaranya akan segera dimulai!" Ia akhirnya mengambil kertasnya kembali dan pria itu pergi bersama seorang wanita yang terlihat sangat serasi dengannya. "Sepertinya aku benar-benar harus segera membawamu kembali, sweetheart." Bethany mendengar suara yang begitu ia kenal, ia terkejut dan spontan membalik badannya. Hampir saja ia terjatuh, tapi pria itu segera menopangnya dengan memegang pinggulnya lalu mendekatkan tubuh mereka. Alex telah berdiri di sana. Ia tidak berubah sama sekali, bahkan lebih tampan dari sebelumnya. "Alex, kau bilang kau tidak akan hadir. Bagaimana bisa?" tanya Bethany tidak dapat menyembunyikan rasa senangnya. "Aku beru
Beberapa bulan setelah Bethany tinggal di Paris, Alex masih menghubunginya hampir setiap hari. Bethany tentu tidak keberatan dengan hal itu. Karena itu satu-satunya syarat agar Alex bisa melepasnya pergi. Setelah membereskan peralatan rias yang ia gunakan untuk berlatih hari ini, Bethany duduk bercermin dan menatap refleksi dirinya sendiri. Teringat akan saudari kembarnya yang saat ini masih bekerja di Magesty. Sejak keputusannya untuk pergi ke Paris, Bella juga lebih sering menghubunginya. Hubungannya dengan Bella membaik sejak seluruh kejadian yang mereka alami sebelumnya. Ponselnya akhirnya bergetar, tepat pukul sembilan malam. Waktu yang mereka janjikan untuk saling bekirim kabar. Kali ini, Alex tidak hanya mengiriminya pesan, tapi ia juga melakukan panggilan video dari negeri sebrang. Bethany menerima panggilan video tersebut. Sudah hampir sebulan mereka tidak melakukan panggilan video seperti ini karena kesibukan masing-masing. 'Apa dia biasanya memang setampan in
Keputusan Vanessa menyembunyikan surat ibunya Danny selama ini adalah keputusan yang sangat tidak egois. Semakin dipikirkan berkali-kali, alasan Vanessa menyembunyikan surat itu semakin jelas. Menyembunyikan fakta dari Danny bahwa ibunya melakukan bunuh diri karena melihat anaknya mulai dekat dengan dirinya. Agar Danny tidak merasa bersalah. Namun, Vanessa telah memunculkan monster baru dalam dirinya. Monster yang selama ini tidak pernah sekalipun mencoba untuk keluar. Keinginan untuk tetap mempertahankan Dominic pada posisinya. Keinginan untuk dicintai. Keinginan untuk tetap bersama dengan cara yang salah. Bethany dengan lemah berjalan ke luar ruangan. Pikirannya berkecamuk. Bagaimana bisa seseorang yang tadinya adalah malaikat menjadi monster karena cinta? Bagaimana harta dan tahta bisa membuat seseorang berperilaku di luar nalar. Entah keputusan yang benar atau salah dirinya terlibat jauh dalam masalah besar keluarga itu. Ia menatap kedua telapak tangannya sendiri.
Terpaan angin tak terduga membuat tubuh Vanessa terhuyung. Seolah alam menginginkan dirinya untuk melanjutkan apa yang ia rencanakan sebelumnya. Ia memejamkan mata, seolah menerima hal itu sebagai takdirnya. Namun, seorang anak yang tidak rela ibunya pergi meninggalkannya begitu saja berhasil menangkapnya. Kini Vanessa berada di tepi gedung, tubuhnya melayang dengan hanya bertopang pada genggaman Alex pada pergelangan tangannya. Ia tidak berani melihat ke bawah. Ternyata, kematian begitu mengerikan ketika sudah berada sangat dekat. “P-peganglah yang erat,” ucap Alex sambil menahan berat tubuh ibunya sendiri dengan kedua tangan. Vanessa merasakan tangan lain mencoba untuk menariknya ke atas. Wanita itu, yang selama ini selalu ingin ia singkirkan, saat ini mencoba untuk menyelamatkannya. “Kau tidak boleh mati seperti ini.” Bethany mengulurkan tangan satu lagi dan membantu Alex menarik Vanessa ke atas. Ternyata, menyelamatkan seseorang yang hampir saja terjatuh dari ketingg
Bethany hendak menemui atasannya di ruang kerja. Ia sangat ingin melihat ekspresi dari Vanessa Godfrey. Orang yang selama ini berusaha menyingkirkannya. Ia sangat ingin tahu bagaimana Vanessa menghadapi kenyataan bahwa apa yang selama ini ia usahakan tidak sesuai dengan rencananya. Bethany sudah berdiri di depan pintu. Pintu yang untuk pertama kalinya ia masuki dengan tanpa rasa takut. Ia mengetuk dua kali pintu tersebut. Tapi, ia tidak mendapat respon apa pun. Ia menangkap sebuah keanehan. Bethany pun tidak lagi mencoba mengetuk, ia langsung membuka pintu itu. Apa yang ia harapkan lebih dari imajinasinya. Ruang kerja yang biasanya sangat rapih itu kini sangat berantakan. Beberapa pecahan gelas dan botol wine berhamburan di bawah. Potongan kertas telihat robek berkeping-keping di atas meja. Ia memungut kertas-kertas itu untuk memastikan apa isinya. Setelah menyusun kembali potongan kertas itu seperti puzzle, apa yang ia lihat tidak pernah ia duga sebelumnya. Surat perceraian.
Pagi itu adalah pagi yang teramat berbeda bagi para pegawai di Perusahaan Magesty. Plang nama berkilau di pintu masuk sudah tak seindah biasanya. Beberapa wartawan telah mengerubungi lobby perusahaan, demi mendapat berita terkini tentang penangkapan Bob Hudges semalam. Bahkan, nama Cathie, mantan aktris yang dengan licik pernah mencoba untuk menjebak Bethany dan kawan-kawan, ikut terseret ke dalam kasus tersebut. Penangkapan salah satu petinggi perusahaan nomor dua di New York itu mengungkap segala kebusukan Magesty, tidak hanya tentang pelecehan yang terjadi di kalangan para mantan karyawan, tapi juga tentang penggelapan dana perusahaan. Alex sempat kebingungan dengan tindakan yang akan dia lakukan selanjutnya. Setelah berpikir semalaman, ia akhirnya mengumpulkan seluruh pemegang saham untuk rapat dadakan di kantor tersebut. Beberapa di antara mereka tidak datang, takut dengan sorotan media. Sedangkan yang lain, terpaksa hadir untuk mengetahui nasib mereka. "Bagaimana i