Share

005

Usai pesta, Dominic menahan kepergian Swayata. Ia ingin mengonfirmasi sesuatu.

"Rasa kejut atau setrum itu hal wajar, Jenderal, menandakan Anda dan Nona Braun memang terhubung. Dengan kata lain, Anda sebenarnya tertarik secara fisik terhadap Nona Braun."

"Itu mustahil," sanggah Dominic. "Bahkan aku tidak nyaman berada di sampingnya." Dominic masih bersikeras menolak pernyataan Swayata.

"Maaf Jenderal, ini sulit untuk dijelaskan, pengalaman Anda bersama Nona Braun akan membuktikan segalanya."

Dominic berdecak tidak puas dengan pernyataan Swayata yang diplomatis.

"Seharusnya kau bisa memberi penjelasan lebih baik. Sekarang, keluarlah!" ucap Dominic tak tertarik memperpanjang urusan dengan Swayata.

"Jenderal, saya ingin mengingatkan sesuatu waktu terbaik membuahi Nona adalah dua hari setelah pernikahan tepat bulan purnama bersinar terang. Menjelang itu, moga Anda bisa menahan diri," jelas Swayata sembari tersenyum penuh makna.

"Swayata, mengapa hal semacam itu juga diatur?"

"Ini sesuai dengan kalender kesuburan Nona Braun, Jenderal, agar benih terbaik yang mengisi."

Dominic menggeleng-geleng tidak habis pikir dengan pengaturan yang ketat tentang cara menghasilkan keturunan unggul bagi stratum tinggi.

"Bagiku tidak ada masalah Swayata. Rasanya aku tidak juga punya hasrat padanya." Mereka hanya berbincang berdua di ruang kerja Dominic.

"Ya, Anda perlu belajar membangun hubungan hangat dengan istri Anda, Jenderal." Kalimat itu mendapat respon jengkel dari Dominic. "Itu semua demi kebaikan Anda dan Nona. Dan terlebih penerus militer kesultanan."

Swayata undur diri dari ruangan penuh buku dan peta kenegaraan. Dominic duduk di kursi kerjanya menatap tanpa arti peta negara di atas meja.

Enggan rasanya Dominic memasuki kamar pribadinya, kehadiran Janna di sana membuat pikirannya tidak tenang. Semenjak kehadiran Janna, Dominic diliputi rasa tidak nyaman.

Janna seperti musuh yang berada dekat dengannya, tetapi tidak saling mematikan secara fisik.

Janna memandang langit kelam bertabur bintang. Ia masih betah berlama-lama di balkon lantai atas kediaman Dominic. Sepi menyelimuti suasana hati Janna.

Ingin melangkah menuju ruangan pribadinya bersama Dominic rasanya berat. Janna memiliki perkiraan yang buruk mengenai hidupnya di balik tembok areal Pamdos.

"Apa kabar mereka di sana? Mereka pasti mencariku, tetapi kekuatan mereka sangat terbatas," lirih Janna, ia memutuskan duduk di salah satu bangku tanpa senderan.

Dingin mulai menusuk kulit Janna, ia tetap bergeming, risih berpindah ke dalam. Tadinya, ia meminta prajurit pengawal untuk meninggalkannya sendiri di balkon.

Janna memeluk lengan rampingnya sendiri sembari menghela nafas dalam.

"Kau mau bermalam di sini?" Seseorang menyela ketenangan diri Janna. Ia tahu suara siapa yang bersumber dari belakang tubuhnya.

Janna tidak tertarik sekedar menoleh untuk memastikan sosok yang menyapa.

Dominic menautkan tangan dibawa ke belakang tubuhnya. "Apa kau mendengarkan?"

Dominic hampir saja hilang kesabaran, Janna benar-benar tidak menghormati dirinya. Tangan Dominic mengepal di belakang.

Janna membalikkan tubuhnya, jejak air mata dan mata bengkak bisa dicermati Dominic, hanya saja pria itu tidak mau terpengaruh dengan cara Janna.

Mengangkut gaunnya, Janna memutuskan masuk melewati Dominic. Lebih baik baginya tidak membuat keributan daripada berakhir menangis sepanjang malam.

Giliran Dominic memandang langit malam. Sudah benar keputusannya tadi tidak kembali ke kamar pribadi. Perempuan yang telah resmi menjadi istri, berperilaku tidak hormat.

Janna melepaskan semua aksesori di tubuhnya tanpa bantuan pelayan. Telah lewat tengah malam, Janna tidak ingin merepotkan siapapun.

Mahkota kecil di kepala, kalung permata di leher, anting di telinga dilepas oleh Janna. Ia menaruh di laci dalam ruangan khusus penyimpanan pakaian dan aksesori.

Janna kesulitan membuka konser yang erat membangun tubuh rampingnya. Pelayan terlalu ketat mengikat di belakang tubuh, tali korset tersimpul pendek, Janna kepayahan menarik dengan tangannya sendiri.

"Bagaimana caranya ini?"

Janna mencoba melewati pundak, tak kunjung tangannya kesampaian menarik simpul. Seharusnya ia memang meminta bantuan pelayan sedari awal.

Janna kembali mengenakan satu jubah panjang, ia berniat memanggil pelayan untuk membantunya. Janna melihat di kamar tidurnya tidak ada Domi, inilah kesempatan Janna keluar menuju kamar pelayan yang terletak di ujung koridor.

Saat tangannya akan membuka tirai pintu, bahunya ditarik ke belakang dengan kasar sehingga Janna termundur beberapa langkah.

"Kau mau ke mana?" tanya Dominic dengan kernyitan dahi.

Janna menggenggam jubah depannya erat-erat. "Ke kamar pelayan."

"Keluar kamar dengan menggunakan jubah mandi?" tunjuk Dominic. Dominic bersidekap menganggap Janna rendah.

"Aku membutuhkan mereka, lebih baik kau menyingkirkan."

Dominic menggelengkan kepala pelan, kegeraman menjadi-jadi dalam dirinya.

"Apa kau tidak pernah diajarkan sopan? Pantaskah seseorang keluar kamar mengenakan jubah seperti ini?" Dominic heran melihat ekspresi tanpa salah Janna.

"Apa salahnya, jubah ini tertutup," enak Janna.

"Sekalipun tertutup, sikapmu tidak sesuai tata susila di negri ini," jelas Dominic.

Lelah rasanya Janna menghadapi Dominic, pria itu tidak pernah mau mengalah dalam berdebat. Selalu menyerang dan membuat Jangan tidak tahan berada dekat dengan Dominic.

Mengerahkan segala keberaniannya, Janna membuka tali kait jubah mandinya. Dominic terkesiap lalu membalikkan tubuhnya spontan.

"Mengapa kau membalikkan tubuh, aku membutuhkan bantuan untuk membuka korset sempit ini," ucap Janna dengan jantung berdegup kencang. Janna tahu Dominic tidak tertarik padanya, hanya perlu keberanian bagi Janna melakukan hal ini.

"Aku akan mencarikan pelayan untukmu."

Dominic bergegas meninggalkan kamar tidur menuju ruangan pelayan.

Janna menyentuh dadanya yang masih meninggalkan desakan kencang. Kembali dipakainya jubah mandi tertutup lalu pergi menuju ruangan khusus sembari menunggu pelayan.

"Perempuan aneh!" ucap Dominic seraya berjalan menuju ujung koridor.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status