Usai pesta, Dominic menahan kepergian Swayata. Ia ingin mengonfirmasi sesuatu.
"Rasa kejut atau setrum itu hal wajar, Jenderal, menandakan Anda dan Nona Braun memang terhubung. Dengan kata lain, Anda sebenarnya tertarik secara fisik terhadap Nona Braun.""Itu mustahil," sanggah Dominic. "Bahkan aku tidak nyaman berada di sampingnya." Dominic masih bersikeras menolak pernyataan Swayata."Maaf Jenderal, ini sulit untuk dijelaskan, pengalaman Anda bersama Nona Braun akan membuktikan segalanya."Dominic berdecak tidak puas dengan pernyataan Swayata yang diplomatis."Seharusnya kau bisa memberi penjelasan lebih baik. Sekarang, keluarlah!" ucap Dominic tak tertarik memperpanjang urusan dengan Swayata."Jenderal, saya ingin mengingatkan sesuatu waktu terbaik membuahi Nona adalah dua hari setelah pernikahan tepat bulan purnama bersinar terang. Menjelang itu, moga Anda bisa menahan diri," jelas Swayata sembari tersenyum penuh makna."Swayata, mengapa hal semacam itu juga diatur?""Ini sesuai dengan kalender kesuburan Nona Braun, Jenderal, agar benih terbaik yang mengisi."Dominic menggeleng-geleng tidak habis pikir dengan pengaturan yang ketat tentang cara menghasilkan keturunan unggul bagi stratum tinggi."Bagiku tidak ada masalah Swayata. Rasanya aku tidak juga punya hasrat padanya." Mereka hanya berbincang berdua di ruang kerja Dominic."Ya, Anda perlu belajar membangun hubungan hangat dengan istri Anda, Jenderal." Kalimat itu mendapat respon jengkel dari Dominic. "Itu semua demi kebaikan Anda dan Nona. Dan terlebih penerus militer kesultanan."Swayata undur diri dari ruangan penuh buku dan peta kenegaraan. Dominic duduk di kursi kerjanya menatap tanpa arti peta negara di atas meja.Enggan rasanya Dominic memasuki kamar pribadinya, kehadiran Janna di sana membuat pikirannya tidak tenang. Semenjak kehadiran Janna, Dominic diliputi rasa tidak nyaman.Janna seperti musuh yang berada dekat dengannya, tetapi tidak saling mematikan secara fisik.Janna memandang langit kelam bertabur bintang. Ia masih betah berlama-lama di balkon lantai atas kediaman Dominic. Sepi menyelimuti suasana hati Janna.Ingin melangkah menuju ruangan pribadinya bersama Dominic rasanya berat. Janna memiliki perkiraan yang buruk mengenai hidupnya di balik tembok areal Pamdos."Apa kabar mereka di sana? Mereka pasti mencariku, tetapi kekuatan mereka sangat terbatas," lirih Janna, ia memutuskan duduk di salah satu bangku tanpa senderan.Dingin mulai menusuk kulit Janna, ia tetap bergeming, risih berpindah ke dalam. Tadinya, ia meminta prajurit pengawal untuk meninggalkannya sendiri di balkon.Janna memeluk lengan rampingnya sendiri sembari menghela nafas dalam."Kau mau bermalam di sini?" Seseorang menyela ketenangan diri Janna. Ia tahu suara siapa yang bersumber dari belakang tubuhnya.Janna tidak tertarik sekedar menoleh untuk memastikan sosok yang menyapa.Dominic menautkan tangan dibawa ke belakang tubuhnya. "Apa kau mendengarkan?"Dominic hampir saja hilang kesabaran, Janna benar-benar tidak menghormati dirinya. Tangan Dominic mengepal di belakang.Janna membalikkan tubuhnya, jejak air mata dan mata bengkak bisa dicermati Dominic, hanya saja pria itu tidak mau terpengaruh dengan cara Janna.Mengangkut gaunnya, Janna memutuskan masuk melewati Dominic. Lebih baik baginya tidak membuat keributan daripada berakhir menangis sepanjang malam.Giliran Dominic memandang langit malam. Sudah benar keputusannya tadi tidak kembali ke kamar pribadi. Perempuan yang telah resmi menjadi istri, berperilaku tidak hormat.Janna melepaskan semua aksesori di tubuhnya tanpa bantuan pelayan. Telah lewat tengah malam, Janna tidak ingin merepotkan siapapun.Mahkota kecil di kepala, kalung permata di leher, anting di telinga dilepas oleh Janna. Ia menaruh di laci dalam ruangan khusus penyimpanan pakaian dan aksesori.Janna kesulitan membuka konser yang erat membangun tubuh rampingnya. Pelayan terlalu ketat mengikat di belakang tubuh, tali korset tersimpul pendek, Janna kepayahan menarik dengan tangannya sendiri."Bagaimana caranya ini?"Janna mencoba melewati pundak, tak kunjung tangannya kesampaian menarik simpul. Seharusnya ia memang meminta bantuan pelayan sedari awal.Janna kembali mengenakan satu jubah panjang, ia berniat memanggil pelayan untuk membantunya. Janna melihat di kamar tidurnya tidak ada Domi, inilah kesempatan Janna keluar menuju kamar pelayan yang terletak di ujung koridor.Saat tangannya akan membuka tirai pintu, bahunya ditarik ke belakang dengan kasar sehingga Janna termundur beberapa langkah."Kau mau ke mana?" tanya Dominic dengan kernyitan dahi.Janna menggenggam jubah depannya erat-erat. "Ke kamar pelayan.""Keluar kamar dengan menggunakan jubah mandi?" tunjuk Dominic. Dominic bersidekap menganggap Janna rendah."Aku membutuhkan mereka, lebih baik kau menyingkirkan."Dominic menggelengkan kepala pelan, kegeraman menjadi-jadi dalam dirinya."Apa kau tidak pernah diajarkan sopan? Pantaskah seseorang keluar kamar mengenakan jubah seperti ini?" Dominic heran melihat ekspresi tanpa salah Janna."Apa salahnya, jubah ini tertutup," enak Janna."Sekalipun tertutup, sikapmu tidak sesuai tata susila di negri ini," jelas Dominic.Lelah rasanya Janna menghadapi Dominic, pria itu tidak pernah mau mengalah dalam berdebat. Selalu menyerang dan membuat Jangan tidak tahan berada dekat dengan Dominic.Mengerahkan segala keberaniannya, Janna membuka tali kait jubah mandinya. Dominic terkesiap lalu membalikkan tubuhnya spontan."Mengapa kau membalikkan tubuh, aku membutuhkan bantuan untuk membuka korset sempit ini," ucap Janna dengan jantung berdegup kencang. Janna tahu Dominic tidak tertarik padanya, hanya perlu keberanian bagi Janna melakukan hal ini."Aku akan mencarikan pelayan untukmu."Dominic bergegas meninggalkan kamar tidur menuju ruangan pelayan.Janna menyentuh dadanya yang masih meninggalkan desakan kencang. Kembali dipakainya jubah mandi tertutup lalu pergi menuju ruangan khusus sembari menunggu pelayan."Perempuan aneh!" ucap Dominic seraya berjalan menuju ujung koridor.Pagi pertama Janna bersiap sarapan dibantu oleh beberapa pelayan. Saat dirinya terbangun, Dominic tidak terlihat di dalam kamar. Tidur sekamar? Sebenarnya Dominic semalam tidak kembali ke ruang pribadinya, entah pergi ke mana, Janna tidak tahu dan tidak mau tahu."Silakan duduk, Nyonya," ucap seorang pelayan yang menarik kursi kosong. Janna duduk di sana dengan anggun sesuai dengan pengajaran tata krama yang diperolehnya.Pelayan sibuk menyuguhkan minuman, makanan dipilih sendiri oleh Janna. Menu di meja sangatlah menggiurkan, ingin Janna santap satu per satu. Hanya saja, ia ingat apa yang dikatakan Dominic untuk menjaga citra diri sebagai istri seorang kepala militer. "Kemana Jenderal?" tanya Janna menyapu pandangan ke segala ruangan."Jenderal telah sarapan lebih dulu sebab harus mengikuti pertemuan khusus perwira," jawab pelayan dengan sopan.Senyum mengembang di wajah Janna, ia senang tidak berurusan dengan Dominic pagi ini. Janna juga senang sebab tidak ada yang namanya malam p
"Besok pagi-pagi kita akan berangkat ke wilayah Seaco, di sana selama sepekan," ucap Dominic pada Janna yang berdiri di seberang meja di ruang kerja Dominic. "Untuk apa ke sana? Bukannya Jenderal harus bekerja?" Janna heran dengan keputusan mendadak Dominic. "Sultan memberi hadiah pernikahan, berlibur ke Seaco," sambung Dominic. Janna mulai mengerti makna hadiah dari Sultan Bayezidan."Tidakkah kita dapat mengundurnya? Aku masih mengikuti kelas tata krama dan... kata Madam Wena perkembanganku masih belum memuaskan." Janna berusaha menolak rencana berbulan madu. Dia was-was akan dibuat menderita di Seaco nanti.Dominic menatap tajam Janna, seketika ia memalingkan wajah kembali. Dominic tidak ingin respon tubuhnya dibaca oleh Janna."Sebelumnya aku telah menolak. Berlibur ke Seaco membuang waktu berhargaku. Apa boleh buat, bagian protokoler telah mempersiapkan segalanya."Janna mengerling, Jenderal sombong, ucap Janna dalam hati sembari menarik bibirnya mendatar."Berapa lama kita di
Dominic melepas cengkramannya, ia menatap tak penuh minat pada Janna. Sementara, Janna memeluk tubuhnya sendiri, ia takut pada suara guntur. "Tanpa perlengkapan dan persediaan makanan, kau tak akan mampu bertahan hidup di luar Pandos. Kematianmu akan sia-sia." Dominic mengira Janna ketakutan mendengar fakta mengerikan tentang alam di luar Pamdos sebelum mencapai kampung halaman Janna di Hosmer. Hujan mengguyur Pamdos dengan deras. Dominic ingin menghukum Janna tanpa menyentuh fisik istrinya."Kau seharusnya berterima kasih telah menikah dengan pejabat militer, hidupmu lebih terjamin dibanding seumur hidup bertahan di stratum Royusha!" teriak Dominic di tengah suara keras hujan.Merasa cukup, Dominic meninggalkan Janna yang mulai terisak-isak dan gemetaran sambil mengusap-usap lengan sendiri. Sebelum membalik tubuhnya, suara gelegar guntur dan sambaran kilat membuat Janna melonjak lalu memeluk Dominic yang mendadak membeku di tempat."Jangan tinggalkan... aku. Aku... ta... takut gun
Pertarungan antara prajurit Dominic dan kelompok bersenjata memakan korban jiwa. Dominic tidak pernah mengira kalau perjalanan bulan madu direcoki oleh pihak tak bertanggung jawab.Janna dibawa dengan kuda tunggangan hitam milik Xaviery. Dominic menangkap suara ringkikan kuda lalu ia melompat ke tubuh Jud. Jud lari melesat mengikuti kuda yang membawa Janna lari. Sebagai kuda terlatih di medan pertempuran, Jud memiliki kecepatan yang tak diragukan. Ia mampu mengejar si kuda hitam.Tangan Dominic ingin menggapai tubuh Janna yang duduk di belakang, sayangnya ia hanya mampu menangkap angin sebab Xaviery mengeluarkan pedang dan menjulurkan pada Dominic. Denting pedang kembali terdengar di udara beberapa saat hingga kedua kuda dengan warna kontras berdiri saling berhadapan.Dominic mengamati dengan tatapan panjang dan dalam. Begitu juga Xaviery melempar api amarah."Serahkan dia padaku," ucap Dominic menunjuk Janna yang duduk di belakang tubuh Xaviery. "Kau memaksa seorang perempuan menj
Janna dan Dominic tiba di tujuan saat matahari telah merunduk ke perpaduan. Jud pun terlihat lelah setelah membawa dua insan suami istri di atas tubuhnya.Dominic menarik jubah militer dari Janna lalu memakainya."Selamat datang, Jenderal," sapa seorang penjaga penginapan tempat Janna dan Dominic akan beristirahat. Ia membungkuk memberi hormat."Berikan kudaku nutrisi terbaik, ia sangat lelah." Dominic mengelus surai Jud, kuda itu sangat senang ia meringkik sebagai tanda terima kasih. Jud dibawa oleh pengurus kuda, khusus untuk para tamu yang datang ke penginapan.Dari arah pintu penginapan, muncul seorang perempuan dengan pakaian terbuka di leher hingga pundak. Kulit mulus dengan rambut ikal tergerai.Ia pemilik penginapan."Silakan masuk, Jenderal. Kami telah menyiapkan kamar indah tempat Anda dan istri. Nyonya, perkenalkan saya Mariana," ucapnya bertutur manis sedap didengar.Ia memandang aneh ke arah Janna yang tampak kumal, tetapi Mariana langsung menormalkan ekspresinya. Hanya
Kuda hitam membelah malam hingga tiba di daerah Hosmer, tanpa kawanan lainnya. Orang-orang yang tengah berkumpul, memberi perhatian saat derap kaki kuda mendekati pemukiman."Xaviery, apa yang terjadi?""Ketua, Xaviery terluka." Seseorang melihat darah mengalir di tubuh kuda hitam dari pakaian Xaviery. "Segera angkat dan obati," perintah pria yang dipanggil ketua bernama Allan Braun.Xaviery lemah kehilangan banyak darah dan kesadaran, Allan mengkhawatirkan keadaan pria yang telah dianggap sahabat baik itu."Xaviery bertarung dengan Dominic?" tanya Allan pada pejuang yang selamat, turut dalam misi membebaskan Janna."Ya, Ketua, hanya sendiri. Kami kehilangan banyak pejuang sehingga tidak mampu menolong Xaviery saat itu," sesal seorang pejuang.Allan mengerti kalau kelompok mereka kalah dari bertarung. Prajurit kesultanan Yagondaza memang terlatih di medan perang.Permintaan Xaviery kala itu untuk membebaskan Janna sudah diragukan semenjak awal."Kita butuh waktu memperkuat para pejua
"Aku akan pergi mengunjungi barat Seaco. Pelayan pribadimu telah tiba, mereka akan membantu," ucap Dominic pada Janna yang masih menatap tak suka.Janna enggan untuk menanggapi, ia malah bersyukur Dominic akan pergi bila perlu untuk seterusnya."Aku akan kembali saat matahari terang. Bila kau ingin berkunjung ke pantai, pergilah dengan pelayanmu."Dominic heran tak ada suara apapun dari Janna, sementara dirinya bicara panjang lebar."Tatapanmu seperti ingin memangsaku."Janna melarikan pandangannya ke arah lain."Pergilah cepat!" Manik Janna berkaca-kaca, tak ingin dipandang lemah, ia menghela nafas pelan-pelan."Kau tidak ada masalah dengan apa yang kita lakukan semalam, bukan?" Dominic berbasa-basi, ia hanya ingin menekankan bila tindakannya bukan sebuah kesalahan."Ku harap kau paham tugasmu sebagai Growib."Dagu Janna bergetar menahan linangan air mata. Ia merasa seperti budak yang tidak memiliki kemerdekaan untuk memilih."Dalam sepekan itulah tugasmu."Dominic berlalu, enggan me
Dominic memukuli pria yang mengaku sebagai ketua dari kelompok yang menjarah penginapan-penginapan di barat Seaco."Siapa yang menyuruh kalian melakukannya?!" Dominic tidak sabar sebab pria itu dianggap mengelak sedari awal."Sudah ku katakan Jenderal, kami tidak disuruh siapa-siapa."Dominic tidak sabar, terdengar jerit kencang pria itu usai Dominic menghantam perutnya."Maaf, Jenderal. Di bisa mati." Seorang perwira mengingatkan kalau tindakan Dominic yang berlebihan bisa mengancam nyawa tahanan dan tentu saja tidak sesuai hukum yang berlaku di kesultanan Yagondaza dalam menangani seorang tahanan. "Kembalikan dia ke sel," perintah Dominic. Para prajurit membuka tali ikatan tangan dan kaki tahanan yang bergantung di palang kayu lalu menyeretnya kembali ke jeruji."Ada yang Jenderal curigai?" tanya perwira tinggi ynag berdiri di samping Dominic."Beberapa hari lalu aku menghadapi serangan pemberontak stratum Royusha pada perjalanan menuju Seaco. Mereka ini memang dari kelompok berbed