Share

005

Penulis: Novisi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-14 17:35:03

Usai pesta, Dominic menahan kepergian Swayata. Ia ingin mengonfirmasi sesuatu.

"Rasa kejut atau setrum itu hal wajar, Jenderal, menandakan Anda dan Nona Braun memang terhubung. Dengan kata lain, Anda sebenarnya tertarik secara fisik terhadap Nona Braun."

"Itu mustahil," sanggah Dominic. "Bahkan aku tidak nyaman berada di sampingnya." Dominic masih bersikeras menolak pernyataan Swayata.

"Maaf Jenderal, ini sulit untuk dijelaskan, pengalaman Anda bersama Nona Braun akan membuktikan segalanya."

Dominic berdecak tidak puas dengan pernyataan Swayata yang diplomatis.

"Seharusnya kau bisa memberi penjelasan lebih baik. Sekarang, keluarlah!" ucap Dominic tak tertarik memperpanjang urusan dengan Swayata.

"Jenderal, saya ingin mengingatkan sesuatu waktu terbaik membuahi Nona adalah dua hari setelah pernikahan tepat bulan purnama bersinar terang. Menjelang itu, moga Anda bisa menahan diri," jelas Swayata sembari tersenyum penuh makna.

"Swayata, mengapa hal semacam itu juga diatur?"

"Ini sesuai dengan kalender kesuburan Nona Braun, Jenderal, agar benih terbaik yang mengisi."

Dominic menggeleng-geleng tidak habis pikir dengan pengaturan yang ketat tentang cara menghasilkan keturunan unggul bagi stratum tinggi.

"Bagiku tidak ada masalah Swayata. Rasanya aku tidak juga punya hasrat padanya." Mereka hanya berbincang berdua di ruang kerja Dominic.

"Ya, Anda perlu belajar membangun hubungan hangat dengan istri Anda, Jenderal." Kalimat itu mendapat respon jengkel dari Dominic. "Itu semua demi kebaikan Anda dan Nona. Dan terlebih penerus militer kesultanan."

Swayata undur diri dari ruangan penuh buku dan peta kenegaraan. Dominic duduk di kursi kerjanya menatap tanpa arti peta negara di atas meja.

Enggan rasanya Dominic memasuki kamar pribadinya, kehadiran Janna di sana membuat pikirannya tidak tenang. Semenjak kehadiran Janna, Dominic diliputi rasa tidak nyaman.

Janna seperti musuh yang berada dekat dengannya, tetapi tidak saling mematikan secara fisik.

Janna memandang langit kelam bertabur bintang. Ia masih betah berlama-lama di balkon lantai atas kediaman Dominic. Sepi menyelimuti suasana hati Janna.

Ingin melangkah menuju ruangan pribadinya bersama Dominic rasanya berat. Janna memiliki perkiraan yang buruk mengenai hidupnya di balik tembok areal Pamdos.

"Apa kabar mereka di sana? Mereka pasti mencariku, tetapi kekuatan mereka sangat terbatas," lirih Janna, ia memutuskan duduk di salah satu bangku tanpa senderan.

Dingin mulai menusuk kulit Janna, ia tetap bergeming, risih berpindah ke dalam. Tadinya, ia meminta prajurit pengawal untuk meninggalkannya sendiri di balkon.

Janna memeluk lengan rampingnya sendiri sembari menghela nafas dalam.

"Kau mau bermalam di sini?" Seseorang menyela ketenangan diri Janna. Ia tahu suara siapa yang bersumber dari belakang tubuhnya.

Janna tidak tertarik sekedar menoleh untuk memastikan sosok yang menyapa.

Dominic menautkan tangan dibawa ke belakang tubuhnya. "Apa kau mendengarkan?"

Dominic hampir saja hilang kesabaran, Janna benar-benar tidak menghormati dirinya. Tangan Dominic mengepal di belakang.

Janna membalikkan tubuhnya, jejak air mata dan mata bengkak bisa dicermati Dominic, hanya saja pria itu tidak mau terpengaruh dengan cara Janna.

Mengangkut gaunnya, Janna memutuskan masuk melewati Dominic. Lebih baik baginya tidak membuat keributan daripada berakhir menangis sepanjang malam.

Giliran Dominic memandang langit malam. Sudah benar keputusannya tadi tidak kembali ke kamar pribadi. Perempuan yang telah resmi menjadi istri, berperilaku tidak hormat.

Janna melepaskan semua aksesori di tubuhnya tanpa bantuan pelayan. Telah lewat tengah malam, Janna tidak ingin merepotkan siapapun.

Mahkota kecil di kepala, kalung permata di leher, anting di telinga dilepas oleh Janna. Ia menaruh di laci dalam ruangan khusus penyimpanan pakaian dan aksesori.

Janna kesulitan membuka konser yang erat membangun tubuh rampingnya. Pelayan terlalu ketat mengikat di belakang tubuh, tali korset tersimpul pendek, Janna kepayahan menarik dengan tangannya sendiri.

"Bagaimana caranya ini?"

Janna mencoba melewati pundak, tak kunjung tangannya kesampaian menarik simpul. Seharusnya ia memang meminta bantuan pelayan sedari awal.

Janna kembali mengenakan satu jubah panjang, ia berniat memanggil pelayan untuk membantunya. Janna melihat di kamar tidurnya tidak ada Domi, inilah kesempatan Janna keluar menuju kamar pelayan yang terletak di ujung koridor.

Saat tangannya akan membuka tirai pintu, bahunya ditarik ke belakang dengan kasar sehingga Janna termundur beberapa langkah.

"Kau mau ke mana?" tanya Dominic dengan kernyitan dahi.

Janna menggenggam jubah depannya erat-erat. "Ke kamar pelayan."

"Keluar kamar dengan menggunakan jubah mandi?" tunjuk Dominic. Dominic bersidekap menganggap Janna rendah.

"Aku membutuhkan mereka, lebih baik kau menyingkirkan."

Dominic menggelengkan kepala pelan, kegeraman menjadi-jadi dalam dirinya.

"Apa kau tidak pernah diajarkan sopan? Pantaskah seseorang keluar kamar mengenakan jubah seperti ini?" Dominic heran melihat ekspresi tanpa salah Janna.

"Apa salahnya, jubah ini tertutup," enak Janna.

"Sekalipun tertutup, sikapmu tidak sesuai tata susila di negri ini," jelas Dominic.

Lelah rasanya Janna menghadapi Dominic, pria itu tidak pernah mau mengalah dalam berdebat. Selalu menyerang dan membuat Jangan tidak tahan berada dekat dengan Dominic.

Mengerahkan segala keberaniannya, Janna membuka tali kait jubah mandinya. Dominic terkesiap lalu membalikkan tubuhnya spontan.

"Mengapa kau membalikkan tubuh, aku membutuhkan bantuan untuk membuka korset sempit ini," ucap Janna dengan jantung berdegup kencang. Janna tahu Dominic tidak tertarik padanya, hanya perlu keberanian bagi Janna melakukan hal ini.

"Aku akan mencarikan pelayan untukmu."

Dominic bergegas meninggalkan kamar tidur menuju ruangan pelayan.

Janna menyentuh dadanya yang masih meninggalkan desakan kencang. Kembali dipakainya jubah mandi tertutup lalu pergi menuju ruangan khusus sembari menunggu pelayan.

"Perempuan aneh!" ucap Dominic seraya berjalan menuju ujung koridor.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   070

    Berita tentang kelahiran putra permaisuri dan Sultan sampai di telinga Janna."Kalian siapkan hadiah untuk Permaisuri," perintah Janna pada Kana dan Mala. Mereka saling berpandangan seolah-olah ingin menyampaikan hal lain.Janna memperhatikan gerak tubuh berbeda dari kedua pelayannya. "Mengapa? Pergilah? Aku akan menyampaikan nanti seorang diri," jelasnya."Ma... maaf, Nyonya." Kana angkat suara. "Tapi, anak yang dilahirkan permaisuri tidak seperti anak normal lainnya."Kana dan Mala bergantian menceritakan kabar yang telah pasti kebenarannya itu."Lalu masalahnya ada di mana? Meskipun tubuh bayi seperti itu, dia tetap manusia yang harus dicintai." Janna malah teringat pada putranya yang terpaksa harus dipisahkan dari mereka. "Peraturan di kesultanan, anak dalam keadaan demikian dianggap tidak layak hidup, Anggapan kesultanan di masa depan ia juga tidak mampu bertahan hidup, sehingga di masa bayi ini..." Mala ragu-ragu menyampaikan. "Teruskan!" perintah Janna."Bayi itu akan dibunuh

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   069

    Permaisuri Neha meraung-raung di kamarnya sendiri, semua pelayan dan prajurit yang mengetahui kabar tentang kelahiran anak permaisuri tertunduk seolah-olah ikut merasakan kesedihannya.Sementara itu, Sultan Bayezidan berjalan pelan bolak balik, tetapi geraknya tak menandakan ketenangan."Mengapa bisa seperti ini?!" hardiknya pada medikus yang membantu persalinan. Keringat mengucur di pelipis medikus, ia langsung berlutut di hadapan pemimpin kesultanan Yagondaza.Sultan memutuskan berbicara empat mata pada medikus."Maa... maafkan, Sultan, ini di luar dugaan," ucapnya terbata-bata. "ini bisa diduga terjadi selama kehamilan," lanjutnya tertunduk takut."Maksudmu apa?!" Sultan Bayezidan menarik baju bahu medikus yang membuatnya hampir mati gemetar."Kekurangan anggota tubuh ini bisa dijelaskan terjadi selama kehamilan permaisuri lalu, Jenderal" jelasnya."Bukankah permaisuri telah melewati proses pemeriksaan sifat unggul? Anak-anak terdahulu tidak ada lahir seperti itu!" ingat Sultan Bay

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   68

    Setelah kunjungan Neha di kediaman rumah putih, Janna banyak diam. Pikirannya dipenuhi dengan ucapan Neha berulang-ulang.Tangisan putranya membuat Janna sadar bila bocah kecil itu hampir terlepas darinya. Cepat-cepat Janna memperbaiki posisi anaknya yang diberi nama Harry Freud."Maafkan Ibu, Harry," ucapnya.Tidak lama Dominic masuk ke kamar. "Kalian ada di sini rupanya.""Apakah Jenderal mencariku?" tanya Janna dengan raut senang.Dominic duduk di samping Janna. "Aku dengar dari pelayan, permaisuri Neha mengunjungimu."Paras Janna berubah. "Ya," jawabnya pendek tak semangat."Apa yang kalian bicarakan?""Hanya menanyakan kabar saja," sahut Janna. Dominic memandang istrinya yang tengah sibuk dengan Harry."Kau tak bisa membohongiku," nilai Dominic lalu mengambil alih putra mereka, Dominic mengayun Harry yang senang diperlakukan demikian."Apakah Jenderal akan mempercayai ceritaku?" Janna tertawa kecil. "Permaisuri teman lama Jenderal, pasti saja Jenderal sulit percaya dengan apa yan

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   67

    "Apa yang membawamu mendatangi kediamanku, Jenderal?" tanya Sultan Bayezidan saat mereka saling berhadapan. Dominic membungkuk memberi hormat, hanya saja irama jantungnya mulai tak karuan. Terasa sulit untuk menjawab, bahkan menelan ludah pun. Dominic tidak siap dengan seribu alasan mengunjungi kediaman tanpa kehadiran Sultan di sana. Namun, ia harus tetap menjawab. Dominic mengangkat badan, sewaktu mulutnya terbuka, dari arah pintu Neha muncul. "Yang Mulia," ucapnya memberi hormat, "aku meminta Jenderal Dominic datang kemari untuk menanyakan kabar Janna, dan aku memberikan bingkisan hiburan untuk Janna yang masih bersedih, tetapi Jenderal Dominic lupa membawanya," lanjut Neha dengan tenang dan lancar, ia tertawa kecil sembari mengulurkan bingkisan dengan kedua tangannya. Paras Sultan Bayezidan yang semula datar berubah terisi senyuman. "Ambillah, kami ingin menghibur kalian. Pasti apa yang kalian alami begitu berat." Dominic masih berpikir tentang Neha dan Sultan, mereka s

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   66

    "Cukup, Jenderal. Aku sudah lebih baik," ujar Janna pelan, menghentikan gerak pijatan di bahunya, ia memperbaiki gaun lalu duduk menghadap Dominic. "Pergilah, permaisuri sudah menunggu, Jenderal.""Aku harap kau percaya padaku," ucap Dominic menatap sendu ke arah istrinya, ia menggenggam kedua tangan Janna.Perempuan itu tertawa kecil seraya menoleh ke arah lain. "Sedari awal aku tak bisa percaya pada siapapun, aku hanya seorang perempuan biasa yang diperintah untuk hidup. Hanya tinggal menjalani saja." Janna memandang Dominic dengan sorotan lara, penuh derita.Dominic menghela napas berat, rasa sesak seolah-olah menekan dadanya. Dia berdiri lalu mengganti pakaian dengan busana militer. "Aku hanya sebentar." Kening Janna dikecup Dominic.Selepas kepergian Dominic, air mata Janna kembali mengucur. Ia menangisi nasibnya yang begitu menyedihkan."Ada apa Permaisuri memanggil?" tanya Dominic memberi hormat pada Neha. Di dalam ruangan itu hanya ada mereka berdua.Neha tersenyum senang meny

  • MELAHIRKAN PEWARIS UNTUK SANG JENDERAL   65

    Telah tiga hari Janna berduka, ia lebih banyak mengurung diri di dalam kamar, bahkan tidak ingin bicara pada suaminya sekalipun mereka sekamar.Saat ini Janna berada di ruangan tempat menyimpan abu keluarga Freud, tidak menangis lagi, hanya memandangi guci milik putranya. Jarak ruang abu dengan kediamannya tidak begitu jauh, cukup berjalan kaki."Janna, sedari tadi kau belum makan apa pun." Suara Dominic terdengar jelas di pendengaran sebelah kanan Janna. Pria itu menaruh kedua tangan di sisi lengan Janna bermaksud ingin menyokong badan istrinya ke atas.Mendadak Janna menggoyangkan badannya sampai pegangan itu terlepas. "Pergilah, tidak perlu mengurusiku!" ucap Janna dengan nada rendah tanpa menoleh sedikit pun."Sampai kapan kau seperti ini?" Dominic tahu kesakitan yang Janna rasakan, hanya saja waktu terus berjalan dan ada yang membutuhkan Janna."Bukan urusan, Jenderal!" teriak Janna, mata Dominic sampai terpejam. Air mata mengucur dari kelopak mata Dominic, segera ia menghapusn

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status