Semalaman tidur Janna tidak tenang setelah peristiwa rencana pembunuhan dirinya. Meskipun gagal, rasa takut masih menghinggap di hati.
Dominic dan Janna harus pindah ruang tidur, lantaran kamar mereka dibatasi garis kuning sebagai tempat kejadian perkara.Dominic dan Janna sarapan seperti biasa, bedanya proses memasak di dapur penginapan dijaga ketat oleh prajurit. Mereka tidak ingin kejadian serupa terulang."Hari ini kau tidak kemana-mana, aku akan melakukan pertemuan dengan perwira militer Seaco di markas wilayah pertahanan," ucap Dominic sebelum dirinya meninggalkan penginapan.Janna dirundung kekhawatiran bila ditinggal. Seharusnya Dominic tidak bekerja, hanya saja kejadian semalam mendapat atensi lebih karena menyangkut keselamatan dirinya dan Janna."Aku ingin ikut, Jenderal!" seru Janna begitu melintas ide itu.Dominic menoleh pada Janna, memastikan kalau dirinya tidak salah mendengar."Daripada aku di sini, sebSepanjang perjalanan kembali ke penginapan, Janna membuang muka ke jendela tempatnya duduk. Separuh perjalanan, Dominic sempat mengamati kalau Janna mendiamkannya. Dominic tidak peduli, ia lebih tenang bila Janna diam.Saat Janna akan turun, lagi-lagi Dominic tidak membantunya, melainkan Letnan Adrian. "Terima kasih, Letnan," ucap Janna. Sempat mendapat lirikan dari Dominic, Janna bersikap tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Janna ingin membuat Dominic kesal, toh mereka tidak seperti suami istri kebanyakan. Perjanjian dalam pernikahan mereka merugikan Janna.Sewaktu Janna menanyakan apakah ada perjanjian untuk Dominic, pria itu menggeleng. Benar-benar tidak ada keadilan, pikir Janna.Seharian Janna tidak bicara dengan Dominic, termasuk usai makan bersama. Ini malam terakhir Janna dan Dominic di penginapan, esok pagi saat matahari terbit mereka akan kembali pulang."Kita meminjam kereta kuda untukmu besok. Jangan sampai bangun terlambat."Janna berdehem lalu mengangguk, ia men
"Selamat datang kembali, Dominic," sambut ibunda Dominic, Sandama Freud. Mereka berpelukan erat seperti lama tidak berjumpa."Ibu tampak sehat. Aku senang," balas Dominic mengurai pelukan sang ibunda.Janna juga dipeluk oleh Sandama, sampai-sampai terlonjak dengan sambutan hangat ibu mertuanya. Janna mengulas senyum saat menatap manik Sandama. Ada ketenangan dan kedamaian terpancar yang ditangkap oleh Janna."Kami senang melihatmu kembali. Mendengar perjalanan kalian terganggu ingin rasanya aku menyusul ke sana," ucap permaisuri Neha lalu ia memeluk Dominic."Tidak masalah, Permaisuri. Semua bisa diatasi dengan baik.""Aku percaya padamu, Jenderal Dominic, kelihaianmu di medan perang tak diragukan. Apalah artinya, pemberontak kecil," sahut Neha tertawa.Di dalam ruangan khusus itu sedikit orang, tidak ada pelayan dan prajurit. Janna terkesiap melihat reaksi permaisuri Neha yang terlihat akrab dengan Dominic, berbeda saat di pesta pernikahan mereka tempo lalu."Janna, mungkin kau terkej
Dari arah belakang, Neha mengintip kalau yang memergoki mereka adalah Janna. Mau apa lagi setelah tertangkap basah, Neha berjalan menuju Janna dan Dominic berdiri.Janna muak melihat permaisuri Neha yang berjalan seolah-olah tanpa rasa bersalah. Pakaiannya kembali rapi seperti semula Janna lihat di ruang makan."Aku tidak menyangka, kau mengetahui secepat ini hubungan di antara kami," ujar Neha tenang. Janna tidak sudi menatap keduanya, ia membuang pandang ke arah bunga-bunga yang indah. Itu lebih baik."Dominic dan aku sepasang kekasih sebelum menikah dengan Sultan Bayezidan."Janna terkesiap mendengar fakta kalau persepupuan keduanya berubah menjadi hubungan asmara. "Kami saling mencintai dan membutuhkan. Peraturan Yagondaza memaksa kami berpisah, tapi cinta kami abadi."Apapun alasannya, bagi Janna mereka membutakan diri sebab permaisuri telah terikat pernikahan resmi. Kalau dilihat dari anak-anak Neha, Janna menyimpulkan pernikahan permaisuri dengan sultan telah berusia lima tahun.
Permaisuri Neha memutuskan ke istana Hillor lebih cepat. Seharusnya siang nanti ia kembali, berhubung perasaannya tersinggung, maka ia memilih pulang secepatnya."Permaisuri sudah lebih baik?" tanya Sandama sambil mengusap punggung Neha."Ya, Ibu," jawab Neha singkat."Apa yang menyebabkanmu tadi tiba-tiba tersedak?" tanya Kandra bingung.Neha memandang ibu kandungnya dengan sorot kesal. "Ibu tidak perlu banyak mengobrol dengan Janna perkara stratum Royusha, suasana makan menjadi tidak nyaman," elaknya. Tidak seorang pun tahu tentang alasan sebenarnya Neha tersedak air minum. Peristiwa malam itu menjadi rahasia besar mereka bertiga. Jadwal kelas tata krama Janna bergeser sehubungan rencana kepulangan permaisuri Neha dan anak-anaknya ke Hillor, areal istana kesultanan. Ia turut mengantarkan kepergian permaisuri Neha di depan kediaman Dominic. Neha memeluk semua keluarga, termasuk Janna. Dia tidak mau mengundang tanya orang-orang."Aku akan membuat perhitungan denganmu," bisik Neha s
Malam hari usai makan malam bersama di kediaman Freud, Dominic dan Janna menemui Sandama secara khusus. Dominic memutuskan untuk keluar dari rumah besar keluarga Freud."Mengapa semendadak ini keputusan kalian, Dominic? Baru saja kalian di sini semalam." Sandama menatap bergantian anak dan menantunya.Janna bisa merasakan kesedihan Sandama berpisah dari Dominic yang selama ini serumah bersama hingga usia Dominic tiga puluh lima tahun.Dominic sebenarnya telah memiliki kediaman sendiri, rumah itu terawat baik, meski tidak berpenghuni. Rumah besar Freud ditinggali agar lebih dekat dengan ibundanya."Ibu, kediaman kami tidak jauh, masih di Pamdos. Ibu jangan bersedih," hibur Dominic. "Bagaimana tidak sedih, kalian akan pisah rumah dari Ibu." Sandama merajuk."Setiap anak laki-laki pasti meninggalkan orang tuanya, Bu, membangun keluarga sendiri. Ini hal wajar," ucap Dominic bijaksana. Kalau saja Janna tidak pernah memergoki Dominic
Letnan Adrian menyampaikan sepucuk undangan pada Jenderal Dominic dalam ruang kerja di markas besar pertahanan Yagondaza."Undangan hari ulang tahun pernikahan Sultan Bayezidan dan Permaisuri Neha yang kelima," ucap Dominic. Ia membaca jadwal undangan akan diselenggarakan akhir pekan di istana sultan. Sultan mengundang dirinya dan Janna.Dominic meremukkan kertas undangan itu lalu melemparnya ke tumpukan sampah dekat kursinya.Selama empat tahun belakangan, ulang tahun pernikahan orang nomor satu di kesultanan Yagondaza dihadiri Dominic seorang diri. Ia selalu menyempatkan hadir di pesta tahunan itu.Kini, ia harus membawa Janna, perempuan yang tidak pernah akur dengannya.Tadi pagi saat mereka pindah ke rumah putih, Janna nyaris mendiamkan Dominic. Baik itu selama perjalanan di kereta kuda maupun telah berada di rumah putih."Tuan Swayata Tan izin menghadap, Jenderal," seru seorang prajurit dari luar.Swayata datang dengan semangat dan penuh senyuman.Untuk apa lagi dia datang kemari
Sebelum matahari terbit Dominic dan sejumlah prajuritnya melakukan perjalanan menuju Seaco. Dominic tidak sempat mengabarkan pada Janna kalau akan berkunjung ke Seaco akibat peristiwa kemarahan istrinya semalam.Pagi hari, Janna bangkit dari pembaringann. Ia dan Dominic telah pisah kamar. Pelayan yang bekerja di sana hanya bisa bisik-bisik di belakang melihat tingkah aneh tuan dan nyonya mereka.Seperti biasa, Kana dan Mala membantu Janna berbenah. Kelas tata krama dilanjutkan kelas dansa wajib dipatuhi oleh Janna. Sekalipun Janna marah, ia masih sadar kalau tugasnya sebagai istri kepala militer memang tidak mudah dan wajib dikerjakan."Apakah Jenderal telah ke markas?" tanya Janna saat dirinya sarapan sendiri."Tuan sedang perjalanan dinas ke barat Seaco, Nyonya," jawab pelayan yang bertugas menyiapkan makanan.Janna terhenyak."Kapan berangkat?""Tadi sebelum matahari terbit, Nyonya."Janna hanya ber-oh dalam pikirannya, tetapi hatinya malah dilanda bimbang."Apakah Jenderal mengata
Dominic kembali memanggil tiga orang perwira tinggi yang memimpin tiap kapal penyelamatan."Jenderal, mereka menyebar sandera di setiap kapal. Dari kapal yang terbakar diselamatkan dua orang anak buah kapal. Di dua kapal lain, belum diketahui secara pasti jumlah sandera. Kita dikecoh.""Asyaifuddin memang dikenal lihai dan licik. Kita akan menambah pasukan menghadapi mereka. Kapal mereka tinggal dua, kita akan mengepung malam hari menggunakan beberapa perahu. Jadi, tidak terpusat lagi di satu kapal penyelamatan," atur Dominic. Pria itu tidak sabar ingin menangkap Asyaifuddin yang kerap disebut hantu laut lantaran suka mengganggu kapal penangkap ikan yang berlayar.Di Hosmer, Xaviery telah diperbolehkan kembali pulang ke pemukiman. Ia mendapat kunjungan tamu, yakni Allan. "Bagaimana kabarmu, Pejuang?" Allan dan Xaviery saling berjabat tangan lalu berpelukan."Aku tidak akan mati karena pedang Dominic," sahut Xaviery sambil tertawa. "Ya, aku bisa melihatnya.""Aku merasa ingin bertar