Share

BAB 4

Tengah malam Nila terbangun karna rasa haus juga lapar. Menyingkirkan selimut beranjak turun dari ranjang. Membuka pintu pelan dan ke luar kamar. Mematung merasa sungkan melanjutkan langkah saat tatapan Mada ke arahnya. Ternyata lelaki itu belum tidur. Mada tengah menonton bola. Berpaling sejenak melihatnya. 

"Aku haus, Mas. Ngg ... aku juga lapar. Tapi aku tidak punya uang untuk membeli makanan. Uang dari Mas Mada sebelum ke sini, ada di rumah Mas Ibra." Ragu-ragu dia katakan kenapa terbangun dari tidur. Mengenyampingkan rasa malu sudah lapar tapi tidak punya apa-apa. Saat ribut-ribut di rumah Ibra dia tidak memikirkan lagi uangnya yang tergeletak di lantai. Boro-boro, yang ada rasa kalut dan Mada cepat membawa pergi. Karna Ibra terus menyakiti tubuhnya. 

"Ini." Mada meraih sesuatu dari samping tubuhnya. "Aku udah beli makanan." Dia lalu menaruhnya di meja. "Sengaja takut kamu lapar. Jadi aku sediakan. Makanlah." 

Terenyuh sekali Nila dengan perlakuannya, sampai mata tak terasa berkaca-kaca, rasa ingin menangis karna senang dengan perhatian luar biasa. Hal yang tidak didapatkan dari Ibra. 

Sejak pertama menikah, Ibra belum pernah inisiatif menyediakan makanan seperti itu, kecuali dia meminta duluan. Itu pun hanya awal-awal menikah saja, semakin ke sini jarang dituruti. Dia harus menjadi seperti pengemis dulu baru Ibra memberi, itu pun dibarengi dengan perkataan yang menyakitkan. 

Dia mendekati lelaki itu duduk di sisinya. Sebelum tangannya meraih, Mada lebih dulu bergerak membukakan kotak makanan itu. "Makanlah," ucapnya lagi. Nila menatap ayam KFC berikut nasinya ada di sana. Dilihatnya lagi Mada membuka kotak lain berisi Pizza, wadah satunya lagi berisi Burger. Minuman segar juga tersedia. 

"Kamu boleh makan yang mana aja." 

Nila spontan tersenyum sudah diijinkan mencicipi semua. Tentu karna Mada memberinya suka rela. 

"Segera makan."

"Kamu juga ya, Mas." 

Mereka makan bersama. Nila meraih ayam goreng dan Mada mengambil satu potong Pizza. Tontonan bola tidak diprioritaskan lagi. Berkali lelaki itu memperhatikan Nila makan sangat lahap. Dia benar-benar lapar. Tatapannya begitu berbinar pada setiap makanan di meja. Seperti jarang menemukan. Lalu Mada berpikir, dengan jatah harian 30 ribu mana bisa terbeli makanan-makanan ini. Dia sulit membayangkan bagaimana mengaturnya di tengah kebutuhan pokok yang semakin mahal. Terutama di kota. 

Memberi minum saat perempuan itu tersedak saking bersemangat makan. "Hati-hati." Wajah Nila memerah antara perih di tenggorokkan dan malu. Merasa diri sangat norak. "Terimakasih, Mas." Dan lelaki itu membalas dengan menyeka sudut bibirnya yang terdapat sisa makanan. Nila menunduk. 

"Lanjutkan lagi makannya." Mengangguk pelan dan kembali makan dengan lebih hati-hati. 

Mada ikut terbawa berselera saat bersamanya. Alhasil makanan di meja pun tinggal sedikit. Mereka kekenyangan. Nila bersandar pada punggung sofa. "Aku ke balkon sebentar." Mengangguk saat lelaki itu pamit untuk merokok. 

Mada menyempatkan menyegarkan mulut terlebih dahulu sebelum memutuskan tidur. Memantik api dan mulai menghisap sambil menikmati pemandangan malam sekitar. 

Saat kembali masuk, dilihatnya Nila sudah meringkuk tidur. Dia menghampiri. Tersenyum melihatnya. Merunduk menyingkirkan rambut yang menutupi mata dan mengecup pipi. Lalu membawa pindah dalam kamar.

***

Hari sudah beranjak pagi. Mada sedang merapikan diri, tampak dari pintu yang terbuka dia tengah mengancingkan kemejanya. Nila diam dari luar memperhatikan. Sudah selesai membuat sarapan hendak memberitahu. 

"Mas Mada." Lelaki itu menoleh tersenyum kecil. "Apa?" tanyanya. 

"Aku udah buat sarapan." Kemudian Mada menghampirinya. "Tidak usah repot-repot, Nila." 

"Gak apa-apa, Mas. Tapi hanya seadanya bahan." 

"Oke, nanti aku ke sana." 

Melihat Mada yang kerepotan memasangkan dasi, Nila gatal ingin membantunya. Lalu mengulurkan tangan memasangkan rapi. Mada terdiam. Menatap lurus dia dengan hati senang, merasa mempunyai istri jika seperti ini. Tidak terasa tangannya menyentuh kening, menepikan rambut Nila. Perempuan itu sama menatapnya. Mada memandang terpesona dengan kerinduan mencuat dalam dada. 

Nila sama, hati perempuan itu berdesir. Anehnya, padahal bukan pertama kali dekat dengannya. Sekarang cenderung merasa tersipu setelah tahu perasaan Mada sebenarnya. Tatapan lelaki itu semakin melembut dan teduh.

Mada mencoba memangkas jarak mendekatkan wajah. Namun, Nila melengos malu. Merona wajahnya lalu pergi begitu saja menahan senyum. Mada melihatnya berlalu, berbeda dengan Nila, dia tidak dapat menahan diri untuk tidak tersenyum. 

"Aku pergi dulu. Kamu jangan kemana-mana," pesan Mada sebelum berangkat beraktivitas di luar. 

"Iya, Mas." Lelaki itu berbalik hendak membuka pintu. Tapi urung Nila memanggilnya lagi. "Mas?"

"Ya?" 

"Kalau mau menggugat cerai berarti harus menyerahkan berkas berisi buku nikah ke pengadilan agama? Dan bukunya ada di rumah Mas Ibra." Mada tahu dia yang resah dan bingung mengambil langkah. Juga takut. 

"Jangan pergi sendiri ke sana. Nanti bersamaku." Nila lalu menghela napas lega mendengar jawabannya. Tentu lelaki itu tidak akan membiarkan. Bagaimana jadinya jika Nila datang ke rumah itu sendirian? Bisa terjadi macam-macam. 

"Baik, Mas." Mada pun pergi. Nila berbalik hendak membersihkan dan merapikan seluruh ruangan. Juga mencuci pakaian. 

Sore hari Mada sudah pulang. Sengaja pulang cepat dan tidak lembur, demi bisa mengajak Nila pergi. Lelaki itu membawanya ke pusat berbelanjaan mall. Memasuki gerai pakaian dewasa. Membelikan baju untuk dia. 

"Kamu pilih mau baju yang mana. Ambil yang kamu suka. Nanti aku membayarnya." 

"Mas." Tidak tahu Nila harus berkata apa. Rasanya dia kehabisan kata-kata. Selalu dibuat haru lelaki itu. Selain perhatian dia juga tidak pelit. 

"Kamu butuh baju untuk ganti sehari-hari."

"Terimakasih." Nila pun bergegas memilih baju yang disukanya. Mada mengekori. 

"Mas, aku boleh ambil baju yang ini?" Mengambil atasan menunjukkan padanya. Mada mengangguk. 

"Boleh."

"Yang ini?" Mengambil yang lain.  

"Boleh."

"Ini?" Dan mengambil lagi. 

"Boleh."

Ah, senangnya Nila ... bisa shopping bebas seperti ini. 

Bukan dia matre, tapi itu perintah Mada sendiri untuk membeli baju lebih dari satu. Karna sama sekali tidak ada stok baju perempuan di tempat tinggalnya. Dan dia tidak bisa begitu saja ke rumah Ibra untuk mengambil baju-bajunya. 

Nila mengambil beberapa atasan, bawahan, dan dress. Mada membayar begitu selesai. Nila menatap tersenyum di balik punggungnya. Menunggu kasir selesai menghitung. Lelaki itu kemudian berbalik dengan paper bag di tangan. Nila mengambil alih. "Biar sama aku, Mas." Melihatnya yang ceria Mada ikut senang. 

Tidak hanya di gerai pakaian dewasa, lelaki itu juga mengajak ke toko pakaian dalam. Nila agak risih dan malu saat memasuki tempat itu bersamanya. Terpajang aneka dalaman pria dan wanita. 

"Kamu juga butuh dalaman kan? Ambil yang kamu suka." Dengan langkah canggung Nila mendekati deretan dalaman perempuan. Menoleh pada Mada di belakang yang diam memperhatikan, membuatnya risih lagi. Merasa tidak leluasa untuk memilih. Bukan menjauh lelaki itu malah sengaja mendekat. "Perlu aku bantu pilihin?"

"Ih, Mas. Apaan." Semakin malu. Mada tidak dapat menahan senyum melihat ekspresinya. "Motif berenda bagus, tuh." Sengaja membicarakannya. "Beha-nya yang itu juga bagus." Dan menunjuk deretan bra di atas. Nila semakin memerah wajahnya. 

"Mas Mada, minggir deh. Biar aku pilih sendiri."

"Kenapa? Kan aku juga pengen liat."

"Gak usaah." Entah dengan cara bagaimana Nila bisa mengusirnya. Untuk pakaian luar dia tidak masalah diperhatikan, tapi memilih dalaman? Oh, tidak. 

Mada sedikit menjauh tapi bukan pergi. Menunjuk sesuatu di dekatnya. "Ini bagus buat kamu nih." Nila menoleh dan melotot. Itu lingerie! Dengan warna merah terang. "Kamu cocok memakainya. Pasti akan sangat mempesona." Berkata sambil membayangkan dengan raut penuh damba dan gemas. Nila melihatnya ngeri. "Untuk nanti malam ...."

"Mas Mada!" Lelaki itu terkekeh puas mengerjainya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
mada sangat romantis
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status