Share

Bab 6 - Benalu.

"Beraninya kau mengotori wajahku!!" geramku tak terima. Mataku memanas, nafasku memburu. Tak menyangka Mas Ronald bisa berbuat kasar padaku.

 

"Pergi sekarang!" sentakku geram, gigiku bergelutuk nyaring pertanda amarah sudah memenuhi rongga dada.

 

Mas Ronald menggeleng kuat, tubuhnya meluruh bersimpuh memegangi kakiku.

 

"Pergi! Kita cerai sekarang juga!" teriakku menggelegar.

 

"Jangan, As ..." pegangannya semakin erat dikaki ini.

 

"Kasihan Naura, dia pasti terluka jika tahu orangtuanya berpisah." sambungnya.

 

Aku benar-benar muak, beraninya dia menyeret Naura dalam masalah ini. Otakku mendidih seketika, menarik nafas dalam-dalam, bersiap melayangkan kaki sekuat tenaga.

 

Bugh!

 

"Aaaa ...."

 

Mas Ronald terjengkang, memekik kesakitan saat kepalanya menghantam sudut meja.

 

"Kurang ajar, kamu Astrid!" teriak Sekar sambil menghambur kearah suamiku.

 

"Kamu tidak apa-apa, Mas?" tanyanya panik.

 

"Diam kamu. Ini semua karna ulahmu!" rutuk Mas Ronald sambil menyentak tangan, Sekar.

 

"Mas ... a-aku," Sekar menatap nanar, tergagap di sentak, Mas Ronald.

 

"Astrid dengar ..." Mas Ronald menjeda kalimat, mengatur nafas yang tersenggal-senggal.

 

"Aku tidak sengaja, As ... sungguh, aku menyesali semuanya." rengeknya tak tahu diri.

 

Tidak sengaja? Enak saja. Papah saja tidak pernah mencubitku. Dia sebagai suami yang gagal, berani sekali menamparku. 

 

"Kita cerai ..." ucapku melemah.

 

"Jangan, As ..." wajah Mas Ronald mendongak, mengiba padaku. 

 

"Ronald!!" Sentak Ibu sambil menarik tangan Mas Ronald.

 

"Berdiri ... jangan merusak harga diri demi perempuan bodoh ini. Bikin malu!!" sungutnya berapi-api.

 

"Bu ... Ronald masih cinta sama Astrid," ucap Mas Ronald.

 

"Sudahlah ... jangan mengemis seperti itu. Kamu itu kepala rumah tangga. Harus tegas dengan istri." sentak Ibu, bibirnya komat-kamit tidak jelas.

 

"Bu ... tolong, ini hidupku. Berhenti ikut campur!" teriak Mas Ronald tepat diwajah Ibunya.

 

Mulut Ibu menganga, terkejut dengan aksi Mas Ronald yang diluar kendali. Nafas Ibu terlihat sesak, dia mundur satu langkah sambil memegangi dadanya.

 

"Aku sudah menuruti Ibu untuk menikah dengan Sekar, sekarang apa lagi Bu!" suara Mas Ronald melemah, matanya memerah dipenuhi genangan air mata.

 

Oh jadi Ibu yang merencanakan ini semua. Licik sekali. Sebegitu bencinya kah Ibu padaku? Tak ingatkah dia siapa yang memberinya makan selama ini.

 

"Kenapa masih disini? Keluar kalian semua," ucapku muak, memutuskan drama yang diciptakan mertua juga anak dan menantu barunya. Tanganku menunjuk kearah pintu, mengisyaratkan agar mereka segera angkat kaki dari sini.

 

"Wanita seperti ini yang kamu cintai. Yang tega mengusir Ibumu sendiri?" suara Ibu bergetar, tetesan bening mulai mengalir dipipinya.

 

Cih ... merasa ter'dzolimi padahal sebaliknya. Mana mungkin aku mengusir tanpa sebab.

 

"Mas akan kembali ... tenangkan dulu pikiranmu," ucap Mas Ronald padaku.

 

"Hah ... apa aku tidak salah dengar. Kembali katamu?" tanyaku dengan sorot tak percaya.

 

"Ya ... kita tunggu semua tenang, masalah ini bisa kita selesaikan secara baik-baik. Seperti sebelumnya," jawabnya tanpa beban

 

Aku mendengkus kesal. Tak habis pikir dengan apa yang ada didalam kepalanya. Aku rasa sebagian otaknya sudah rusak, tak lihatkah dia ekspresi wajah dan cara aku berbicara. Apakah aku menginginkan dia kembali?

 

Sama sekali tidak!

 

Masalah ini bukan hanya aku dan Ibunya. Tapi melibatkan dia juga selingkuhannya. Mana mungkin bisa dibicarakan dengan baik-baik. Mustahil!

 

"Pergi ... akan aku urus semua surat cerai kita," sahutku.

 

Mas Ronald menghela nafas, menatap wajahku lekat. "Tidak ada yang akan bercerai, kita bisa hidup rukun bersama-sama." ucapnya percaya diri.

 

Aku mendecih sinis, ingin sekali aku menikamnya. Namun energiku seakan melemah, kenyataan ini membuat tenagaku habis tak tersisa. Aku benar-benar tidak menyangka, Ibu mertualah yang menyokong pengkhianatan ini.

 

Sorotku kini beralih pada Ibu, menatap lekat bola matanya dan mengitari tubuh gempalnya. Sorotku berhenti tepat dilehernya.

 

Kalung liontin berinisial namanya tergerai indah dileher keriputnya, aku jalan mendekat melangkah maju kearahnya.

 

Sekali hentak, kalung itu sudah berada didalam genggamanku. Perempuan tua itu menjerit, memegangi lehernya.

 

"Dasar pencuri. Kembalikan!" geramnya dengan mata yang nyaris saja keluar dari tempatnya.

 

"Tidak!" sahutku tegas. "Kalung ini aku yang beli, sudah sepatutnya aku mengambilnya kembali." sambungku.

 

"Ronald yang beli, bukan kamu!" bantahnya dengan tatapan menyalang.

 

"Iya memang benar anakmu yang beli," sahutku dengan senyum miring.

 

"Tapi uangnya ... tentu saja hasil mengemis padaku." sambungku dengan tatapan meremehkan.

 

***Ofd.

 

Hai-hai sudah subcribe akun Azzila07 belum. Yuk ah, di cublik dulu agar kamu dapat notip saat aku update bagian cerita terbaru.

 

Cublik semua bukunya juga ya ❤️

 

Jangan lupa vote bintang lima ya.

 

Salam hangat. 🤗🤗

 

 

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Sidik 53
makin jelek aja novel ini. makin jelek makin pelit
goodnovel comment avatar
Destika Buana Putr
mantappp.........
goodnovel comment avatar
Wagirin
mantap ceritanya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status