Share

Bab 2

Author: Noona_SV
last update Last Updated: 2025-10-20 09:57:44

Alea melangkah keluar dari rumah keluarga Morgan tanpa menoleh ke belakang. Malam sudah larut, udara di kota Volka menusuk dingin. Di bawah sinar lampu jalan yang redup, bayangan tubuhnya tampak rapuh namun tegar. Ia masuk ke dalam mobilnya, menutup pintu perlahan, lalu duduk diam cukup lama.

Tangannya memegang setir, tapi matanya menatap kosong ke depan. Tidak ada air mata, tidak ada amarah. Hanya kehampaan yang begitu kental hingga membuat napas terasa berat.

Ia menyalakan mesin. Suara mobil memecah kesunyian malam, membawa dirinya menjauh dari rumah yang tidak lagi pantas disebut rumah.

Selama perjalanan, lampu-lampu kota memantul di kaca depan. Setiap kilau seperti bayangan masa lalu yang datang silih berganti—menyisakan luka yang belum kering tapi juga sudah terlalu lama untuk disembuhkan.

Tidak ada lagi air mata. Sudah habis.

Yang tersisa hanyalah rasa sesak di dada yang tak bisa dijelaskan.

Alea menatap sekilas pantulan wajahnya di spion.

Wajah itu tampak asing.

Dingin. Kosong.

Seolah semua kehidupan di dalamnya sudah mati perlahan.

Ia menghela napas panjang.

Apa lagi yang sebenarnya ia harapkan dari Ethan?

Tiga tahun menjadi asistennya. Dua tahun hidup sebagai istri rahasia yang selalu disembunyikan. Setia tanpa diminta, mencintai tanpa diakui. Hingga malam itu segalanya hancur.

---

Alea masih ingat betul malam itu.

Udara dingin menusuk tulang ketika ia baru saja keluar dari kantor Vale Enterprise. Langit Volka diguyur hujan ringan, dan trotoar tampak basah berkilau di bawah lampu jalan.

Baru saja ia hendak membuka pintu mobilnya, sesuatu menutup hidungnya dari belakang—aroma tajam memenuhi paru-parunya, membuat pandangannya berputar.

Semua menjadi gelap.

Ketika sadar, ia sudah berada di ruangan lembap yang hanya diterangi lampu kecil berkelap-kelip. Tangannya terikat tali nilon, perih dan berdarah.

Namun saat itu, dia tidak bisa melakukan apapun. tidak ada siapapun yang datang, dan Alea hanya dibiarkan sendirian dalam keadaan kelaparan dan kehausan selama dua hari.

Dan tepat di hari ketiga, saat ia masih berusaha untuk tetap sadar, suara pintu dibuka dari luar.

“Bangun!” suara keras terdengar. Seseorang menampar pipinya.

Alea mengerang pelan. Pandangannya kabur, tapi ia bisa melihat dua pria berwajah kasar berdiri di depannya.

"beri dia air."

mendengar itu, Alea seketika merasa senang. setidaknya, rasa hausnya tidak lagi menyiksa.

“Sekarnag katakan. Di mana Ethan Vale?” salah satu dari mereka bertanya, suaranya berat dan penuh ancaman.

“A-aku tidak tahu…” jawab Alea terbata, suaranya serak dan lemah. “Tolong, aku tidak tahu apa-apa…”

“Jangan bohong!” bentak pria itu sambil menendang kursi yang ia duduki. “Kami tahu kau dekat dengannya. Kau bahkan tinggal di apartemen yang sama, kan?”

"Itu—itu hanya karena urusan kerja…”

suara Alea terdengar semakin lemah. kelaparan dan kehausan selama beberapa hari, membuatnya kehilangan tenaga.

“Urusan kerja?” pria satunya tertawa sinis. “Lucu. Kalau begitu, kenapa ada surat nikah ini?” Ia mengangkat selembar kertas yang sudah kusut dan penuh noda. Alea terpaku. Surat itu, surat nikah rahasianya dengan Ethan.

Darahnya terasa dingin.

Mereka tahu.

“Kau mau tetap hidup?” suara itu kembali mengeras. “Telepon Ethan Vale. Suruh dia datang ke sini malam ini. Kalau dia ingin kau tetap bernapas, dia harus menyerahkan satu hal: hotel Madison.”

Alea menatap mereka tak percaya, di sisa tenaganya ia mencoba menolak. “Kalian gila. Itu hotel perusahaan, bukan miliknya pribadi—”

“Telepon dia!” teriak pria itu, menamparnya keras hingga bibirnya pecah.

Dengan tangan gemetar, Alea memegang ponsel yang mereka sodorkan. Ia menekan nomor Ethan dengan sisa tenaga. Hatinya berdegup cepat.

Ketika nada sambung terdengar, air matanya mulai menggenang.

“Ethan… tolong aku,” suaranya bergetar. “Mereka menculikku. Aku di sebuah gudang, aku tidak tahu di mana… mereka bilang kalau kau tidak datang, mereka akan—”

“Sudah berapa kali aku bilang?” suara Ethan terdengar di ujung sana—dingin dan lelah. “Alea, aku sedang rapat. Kalau ini lelucon atau salah satu drama emosionalmu lagi, hentikan. Aku tidak punya waktu untuk itu.”

namun baru saja Ethan selesai bicara, suara seorang wanita justru menusuk indra pendengarannya.

"Ethan, makanlah. aku sudah menyiapkan makanan kesukaanmu. Jangan menelpon terus."

Alea terdiam. Tubuhnya gemetar. Alea mengenal suara itu, dan dia yakin kalau Ethan bukan di Kantor. namun Alea masih berusaha meminta pertolongan darinya.

“Ethan, Aku mohon. aku bukan sedang berulah! Aku benar-benar diculik! Tolong, aku takut—”

“Cukup.” Nada suaranya meninggi. “Aku tidak mau dengar lagi. Kau terlalu banyak membuat masalah akhir-akhir ini. Bahkan dengan gilanya kau tidak pulang, sampai semua pekerjaanku terbengkalai. Kalau kau ingin perhatianku, ini cara yang salah. dan aku bilang, aku sibuk."

Klik. Sambungan terputus.

Ponsel di tangannya jatuh ke lantai. Alea menatap kosong, tak percaya.

“Dia tidak percaya…” bisiknya pelan. “Dia pikir aku bohong…”

Para pria itu tertawa puas.

“Sama seperti yang kami kira. Pria kaya itu tidak akan datang demi orang sepertimu.”

Alea memejamkan mata, menahan isak.

Salah satu dari mereka mendekat, menyalakan speaker ponsel dan memutar rekaman panggilan barusan. Suara Ethan terdengar jelas—dingin, tanpa sedikit pun nada khawatir.

“Lepaskan saja dia,” suara seorang perempuan tiba-tiba terdengar dari belakang mereka. Alea mengenali suara itu.

Serena.

“Ethan punya urusan lebih penting daripada menjemput perempuan yang tidak berarti di hidupnya,” lanjut suara itu.

Tubuh Alea melemas.

“Serena…” suaranya nyaris tak terdengar.

“Aku dan Ethan masih sibuk. Kalau dia peduli, dia akan datang. Tapi aku rasa, dia tidak akan datang.”

Tawa dingin terdengar. Panggilan itu ditutup.

Alea membiarkan kepalanya jatuh ke lantai dingin, air matanya menetes perlahan. Tidak ada lagi tenaga untuk melawan.

Tidak ada lagi harapan.

Malam itu, Alea berhenti berteriak.

Berhenti memanggil nama Ethan.

Yang tersisa hanyalah napas pelan yang nyaris tak terdengar—antara hidup dan mati.

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN KAKAKKU   Bab 7

    Alea melangkah menjauh dari kerumunan reporter, membiarkan para tamu kembali pada percakapan gala dan kilatan kamera yang terus menyala.Lorong remang di sisi aula menjadi tempat paling tenang setelah lelang berakhir. Alea hendak mengambil napas tenang saat melihat seseorang berdiri di ujung lorong.Serena.Senyumnya tidak lagi manis dan anggun seperti di depan kamera. Senyum itu dingin, tipis, membuat udara di lorong terasa lebih sempit.“Seharusnya malam ini menjadi milikku, Alea,” ucap Serena pelan. “Tapi kau justru menarik perhatian semua orang. Seolah aku tidak ada.”Alea menahan napas. “Apa maumu?"“Aku hanya ingin menempatkanmu kembali di tempat yang semestinya.”Tanpa peringatan, Serena menangkap pergelangan tangan Alea dan menariknya mendekat. Gerakannya begitu cepat hingga Alea kehilangan keseimbangan. Namun sebelum Alea sempat menolak... Serena menjatuhkan dirinya sendiri ke lantai.Suara tubuhnya membentur marmer memecah keheningan.Alea terbelalak.“Apa yang kau—”Belum s

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN KAKAKKU   Bab 6

    Aula utama Gala Amal VaC Corporation & Hamesworth Group berpendar dalam cahaya kristal keemasan. Langit-langitnya menjulang tinggi, dihiasi lampu gantung raksasa yang memantulkan bias lembut ke seluruh ruangan. Malam itu, acara penggalangan dana untuk anak-anak korban perang di Marawi digelar—malam eksklusif yang hanya dihadiri kalangan elite Geneva dan para pemilik nama besar. Alea datang lebih awal, mengenakan gaun hitam sederhana. Ia membawa baki kristal berisi barang lelang milik keluarga Morgan, berjalan dengan tenang melewati lorong kaca yang berembus udara dingin dari pendingin ruangan. Namun langkahnya terhenti ketika telinganya menangkap suara samar dari balik pintu kaca buram bertuliskan Restricted – Board Access Only. Suara itu... milik Ethan Vale. Dan bersamanya—tawa orang-orang yang dulu menyebut Alea bagian dari keluarga mereka. “Akhirnya Serena kembali,” ujar seseorang dengan nada lega. “Antara Serena dan Alea? Yang satu pewaris Morgan, yang satu mantan asisten yan

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN KAKAKKU   Bab 5

    Keesokan harinya, begitu Alea tiba di kantor pusat Hamesworth Group, suasana terasa berbeda.Ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, seolah udara di tempat itu memberi peringatan bahwa segalanya sudah berubah.Beberapa karyawan yang biasanya menyapa kini hanya menunduk, pura-pura sibuk dengan layar komputer.Lobi yang biasanya riuh kini terasa seperti ruang tunggu tanpa jiwa.Dan kemudian, suara seseorang terdengar memanggilnya dari ruangan direktur.“Alea.”Nada datar tanpa kehangatan sedikit pun.Alea menoleh, mendapati Ethan Vale berdiri di depan pintu ruangannya.Sikapnya kaku, dingin—seolah mereka hanyalah atasan dan bawahan yang tidak pernah saling mengenal.Tangannya menegang di sisi tubuh, namun ia tetap melangkah mendekat, mengikuti perintah yang tak diucapkan.Saat Alea masuk, Ethan bahkan tidak menoleh.Matanya terpaku pada layar ponsel, jarinya bergerak cepat, sementara Alea berdiri di ambang pintu seperti pesakitan yang menunggu vonis.“Tutup pintunya,” katanya akhirny

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN KAKAKKU   Bab 4

    Mobil yang dikemudikan Alea terus membelah jalanan malam, dengan air mata yang mulai menetes meski sebelumnya ia sudah yakin kalau hatinya itu sudah mulai kebas."Nggak, kamu nggak boleh lemah, Alea."Getir! itu yang dirasakan Alea, setelah tahu kenyataan bahwa suaminya dan keluarganya sendiri tidak menginginkannya. dan itu karena Serena.Ya, Serena.Kakak yang tertukar dengannya sejak lahir.Gadis yang selalu mendapatkan semua yang seharusnya menjadi milik Alea—kasih sayang, kemewahan, bahkan pria yang ia cintai.Masih jelas dalam ingatan Alea, dua bulan setelah kebenaran pertukaran bayi terungkap, Alea “dikembalikan” ke keluarga Morgan seperti barang hilang.Namun sambutan yang datang hanyalah dingin dan perhitungan.“Kami tak bisa menyingkirkan Serena,” ujar sang ayah waktu itu. “Dia sudah menjadi bagian keluarga ini selama dua puluh lima tahun. Kau? Kau hanya kebetulan berdarah sama, dan kembali di saat yang tidak tepat.”Alea menunduk waktu itu, menahan perih yang menyesakkan da

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN KAKAKKU   Bab 3

    Bau obat dan disinfektan memenuhi udara. Ruangan itu putih, sunyi, hanya suara mesin monitor yang berdetak pelan di sisi tempat tidur.Alea membuka mata perlahan. Cahaya dari jendela menyilaukan pandangannya yang masih kabur. Tubuhnya terasa berat, setiap tarikan napas seperti menarik jarum di dada.Selang infus tertancap di tangannya. Luka di bibirnya belum kering, dan pipinya masih membengkak akibat tamparan hari itu.Suara langkah kaki terdengar dari arah pintu. Pelan, tapi pasti mendekat.Ketika pintu terbuka, napas Alea tercekat.Sosok itu berdiri di ambang pintu, mengenakan jas hitam dan kemeja putih rapi.Ethan.Tatapan Alea membeku. Ia ingin marah, tapi tubuhnya terlalu lemah untuk sekadar mengangkat tangan.Ethan mendekat, wajahnya datar tapi suaranya dibuat lembut—terlalu lembut untuk jadi tulus. “Alea…” suaranya rendah. “Aku baru tahu kau benar-benar diculik.”Alea menatapnya lama, suaranya nyaris tak keluar. “Baru tahu?”Ethan menarik kursi dan duduk di samping ranjang.

  • MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN KAKAKKU   Bab 2

    Alea melangkah keluar dari rumah keluarga Morgan tanpa menoleh ke belakang. Malam sudah larut, udara di kota Volka menusuk dingin. Di bawah sinar lampu jalan yang redup, bayangan tubuhnya tampak rapuh namun tegar. Ia masuk ke dalam mobilnya, menutup pintu perlahan, lalu duduk diam cukup lama. Tangannya memegang setir, tapi matanya menatap kosong ke depan. Tidak ada air mata, tidak ada amarah. Hanya kehampaan yang begitu kental hingga membuat napas terasa berat. Ia menyalakan mesin. Suara mobil memecah kesunyian malam, membawa dirinya menjauh dari rumah yang tidak lagi pantas disebut rumah. Selama perjalanan, lampu-lampu kota memantul di kaca depan. Setiap kilau seperti bayangan masa lalu yang datang silih berganti—menyisakan luka yang belum kering tapi juga sudah terlalu lama untuk disembuhkan. Tidak ada lagi air mata. Sudah habis. Yang tersisa hanyalah rasa sesak di dada yang tak bisa dijelaskan. Alea menatap sekilas pantulan wajahnya di spion. Wajah itu tampak asing.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status