Home / Romansa / RAHASIA MENANTU IDAMAN / LOH, KOK KENALAN SAMA LELAKI LAIN?

Share

LOH, KOK KENALAN SAMA LELAKI LAIN?

last update Last Updated: 2025-04-28 00:14:40

“Besok pagi jam delapan kamu udah harus di kantor, Kanya. Kita langsung ke perusahaan yang rekrut kamu jadi brand ambassador. Paham?”

Suara Intan terdengar dari seberang telepon. Tegas, cepat, dan nggak pake basa-basi.

“Oke, Mam. Siap.”

Kanya menjawab sambil selonjoran di sofa, kuku tangannya mengilap habis cat ulang warna nude-pink. Tangannya diangkat, diliatin lagi.

“Hmm… kukuku cantik banget, masa hidup aku kayaknya nggak boleh bahagia?” gumamnya pelan.

“Terus, besok juga ada penandatanganan kontrak, meeting sama tim kreatif, dan kamu bakal ketemu dua model lain dari agensi temen Mami. Tapi... dari semuanya, mami cuma percaya kamu yang bisa curi perhatian tim NHB.”

Intan lanjut ngomong seperti biasa, tapi nada suaranya makin ngebossy.

“Aduh Mam, aku jadi deg-degan nih…”

“Deg-degan kenapa?! Harusnya bangga! Dengerin Mami ya, Kanya. Jangan bikin drama. Jangan sampe kena gosip. Jangan bikin mami kehilangan muka.”

“Siap Mam… serius deh, aku bakal behave.”

Intan menghela napas. “Kanya, kamu cantik, seksi, dan punya potensi besar. Tapi ingat… dalam kontrak baru ini, kamu nggak boleh menikah. Paham?”

Kanya langsung duduk tegak.

“Ha? Bukannya kemarin masih boleh asal nggak hamil?”

“Udah nggak. Sekarang aturan berubah. Mami benci drama rumah tangga. Nikah itu bikin ribet kerjaan. Jadi, dari hari ini sampe kontrak selesai—kamu milik publik. Titik.”

Kanya diem. Kakinya goyang-goyang, jari-jarinya mainin kuku lagi.

“Ya udah deh… yang penting kuku aku masih boleh panjang, kan?”

“Kanya! Fokus!”

“Fokus Mam! Fokus!”

•••

Malamnya, di tengah café bergaya industrial—rame tapi nggak bising, Kanya dan rekan-rekannya dari dunia modeling lagi ngerayain keberhasilan Kanya jadi BA kosmetik terkenal.

Sementara itu, nggak jauh dari sana, Brian juga ngerayain promosi jabatannya bareng tim kantor.

Mereka belum sadar… nasib lagi ngerancang jebakan takdir buat besok. Tapi, nasib udah mulai ngintip sedikit malam ini.

Dan dimulailah…

“Duh, maaf banget!”

Seorang cowok nabrak Kanya, dan srrrttt, air lemon tumpah ke kaos putih Kanya.

“Yah baju aku! Baru juga aku nyetrika sendiri—dengan penuh cinta,” ucap Kanya sambil refleks liatin noda di dadanya, lalu…

liatin kuku. Lagi.

“Dan sekarang kuku aku nahan diri buat nggak nusuk kamu.”

Cowok itu senyum malu. Wajahnya bersih, senyumnya kalem.

“Maaf ya. Aku gantiin bajunya deh…”

“Nggak usah Mas… lagian aku juga nggak suka cowok sok gentle. Biasanya nabrak terus ngilang. Tapi karena Mas cakep, aku maafin deh.”

Cowok itu ngakak, lalu ulur tangan.

“Irvan.”

“Kanya.”

Mereka saling tatap sebentar. Lalu mulai ketawa bareng soal lemon, jin, karpet terbang, sampe bahas Aladdin.

“Kamu pulang naik apa?”

“Naik karpet. Cuma warnanya item. Bentuknya Vespa.”

“Lucu. Tapi kalo karpetnya rusak, boleh nebeng karpet aku?”

“Kalo karpet kamu nggak bau kaki, boleh lah.”

Mereka tukeran nomor. Lalu Kanya diseret balik sama temennya.

Sebelum pergi, Irvan sempet bilang:

“Sampe ketemu lagi ya, Jin seksi.”

Kanya cengengesan. “Cuci mata kamu, Mas. Jin kayak aku limited edition.”

•••

Dari kejauhan, Irvan melempar senyum lebar. Kanya balas senyum itu dengan manis, seolah mereka udah kenal lama. Tapi hati Irvan? Baru kali ini rasanya kayak abis nonton drama Korea tapi ending-nya masih digantung.

“Senyum terus.” suara Brian terdengar santai.

Irvan nyengir. “Kayaknya gue jatuh cinta, Bri.”

Brian langsung noleh. “Hah? Serius lu?”

“Serius. Gue nabrak dia tadi—literally. Jus lemon tumpah ke bajunya, tapi matanya... bikin gue nggak bisa tidur seminggu. Kita tukeran nomor juga. Jodoh gue ini.”

Brian ketawa pelan. “Wih, niat banget. Deketin dong. Jangan sampe disamber orang.”

“Yakin banget gue, dia tipe gue. Manis, seksi, cerdas. Aduh. Kayaknya kalo gue sampe nggak dapet dia, gue yang nyesel seumur hidup.”

“Bagus dong. Gas!”

Irvan pun celingak-celinguk. “Tadi di sana dia. Pake kaos putih, keliatan... ya you know lah, seksi tanpa usaha. Gimana kalo tanpa baju?”

Brian yang tadinya cuek jadi kepo. “Mana sih?”

Irvan nunjuk ke arah kumpulan orang, tapi Kanya udah nggak ada. “Yah, dia udah pulang.”

Irvan langsung ngetik pesan singkat:

> “Hati-hati di jalan ya, Kanya.”

Brian diam. Ada sesuatu di wajahnya yang berubah. Tapi ia cuma bilang, “Kenapa nggak lu anterin?”

“Udah gue tawarin, tapi dia bawa motor sendiri. Tapi... dia ramah banget, Bri. Nggak ada yang palsu dari senyum dia.”

Brian cuma angguk pelan. Tangan kirinya pegang gelas kopi, tangan kanan ngeluarin ponsel—ada panggilan masuk dari Sintia. Dia bangkit, menjauh sambil bilang pelan:

“Semoga bukan dia.”

•••

Malam hari.

Kanya pulang dan... dikejutkan oleh ayah dan ibunya. Bunga segar, kue-kue manis, dan ucapan penuh cinta.

“Selamat, Nak. Kamu bikin kami bangga banget hari ini.”

Kanya langsung peluk orang tuanya, air matanya jatuh, tapi senyumnya lebar. Malam itu penuh hangat dan kasih. Ia unggah momen itu ke snapgram dan story W******p. Caption-nya simpel:

“Terima kasih, Tuhan. Punya papa mama kayak gini tuh hadiah.”

•••

Malam yang sama. Irvan, yang lagi baring di kasur, buka HP dan lihat story itu. Jantungnya... nggak karuan dan segera dia kirim ucapan ke Kanya lewat WA.

“Makasih Mas Irvan. Udah pulang Mas?”

“Baru nyampe, Kanya. Kamu masih sibuk?”

“Lagi bersihin makeup, Mas. Mas sendiri?”

“Nggak ngapa-ngapain sih... cuma pengen denger suara kamu.”

“Boleh dong Mas, tapi 5 menit lagi ya.”

Irvan nggak sabar. 5 menit terasa 5 abad. Begitu telpon tersambung…

“Hai Kanya...”

“Hai Mas...”

“Aku bingung mau ngomong apa, padahal aku kangen banget sama suara kamu.”

“Ngomong aja, Mas. Aku juga seneng kok dengerin orang ngomong.”

Obrolan ngalir. Tentang hari esok, kerjaan, dan... janji ketemu. Irvan bilang mau jemput Kanya, tapi karena mereka sama-sama kerja pagi, Irvan pesenin taksi dulu buat dia.

“Kanya, kita temenan dulu boleh kan, ya?”

“Boleh banget, Mas, aku seneng kok punya temen baru.”

“Tapi temenan yang... ada rasa suka-nya dikit terus jadi banyak.”

“Hahaha, kamu lucu banget Mas. ya kali nggak suka, nggak mungkin lah... aku suka semua sama orang yang baik dan mau jadi temen aku.”

Malam itu, Irvan resmi... falling hard.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RAHASIA MENANTU IDAMAN    KANYA JADI INCARAN MUSUH LAMA

    Malam itu di sudut gelap dekat warung kopi tua yang sepi pelanggan, dua pria itu duduk di atas motor masing-masing, helm masih menggantung di setang. Rokok menyala di ujung jari mereka, dan obrolan pelan tapi penuh racun mengalir di antara kepulan asap. “Besok kita mulai rencana,” kata si pria bertubuh kekar, menyesap rokoknya pelan. “Kita culik, tapi nggak langsung. Kita bikin dia panik dulu.” “Penculikan, pemerasan, bisa dapet ratusan juta. Cewek kayak gitu pasti punya harga,” jawab temannya yang lebih kurus, matanya tajam memperhatikan layar ponsel yang menampilkan foto Kanya dari akun sosial medianya. “Masalahnya, dia tinggal sama cowok. Mungkin suami. Mungkin pacar.” “Kita pastiin dulu besok. Kalau perlu kita nginep depan gedung. Kita harus tahu siapa aja yang keluar masuk apartemen itu.” Mereka tertawa pelan. Tawa yang lebih mirip desisan ular ketimbang manusia. Sementara itu... Di dalam apartemen yang terang dan modern, Brian duduk rapi dengan kemeja putih yang atasnya u

  • RAHASIA MENANTU IDAMAN    ORANG YANG MENCURIGAKAN MUNCUL?

    Sementara itu di apartemen, Brian duduk di depan laptop dengan rambut sedikit acak-acakan dan kaos oblong berwarna abu-abu. Daniel duduk manis di pangkuannya, tangan kecilnya sibuk memainkan stabilo berwarna kuning. “Daniel, jangan ganggu mouse-nya Daddy dong…” Daniel menyeringai sambil menunjuk layar dan berucap, “Dino! Daddy, itu Dino!” “Bukan, itu grafik performa keuangan bulan ini, Nak…” Brian tersenyum lelah, namun matanya tetap hangat. “Tapi kalo kamu bilang Dino juga, ya udahlah…” Hari ini, mereka tidak hanya menjalankan peran. Mereka hidup di dalamnya. Kanya di depan kamera, Brian di balik layar, dan Daniel menjadi pusat dari semesta mereka berdua. ••• Siang itu, di apartemen yang mulai sunyi karena AC menyala lembut dan tirai ditutup setengah, Brian duduk di lantai sambil menyuapi Daniel yang enggan diam. Bayi gemuk itu lebih sibuk bermain dengan sendok dan menjatuhkan mangkuk kecil ke lantai. “Daniel, suap nih... Aaaa... pesawat mendarat di mulut!” suara Brian

  • RAHASIA MENANTU IDAMAN    KELUARGA SINTIA KECEWA. BRIAN SAMA KANYA SIBUK BUAT ANAK KE DUA.

    Rumah Sakit, malam hari Lampu di ruang IGD bersinar terang. Di luar, Ibu Silvi duduk dengan mata sembab, sementara Pak Erik berjalan mondar-mandir dengan wajah tegang. Dokter baru saja keluar dan menjelaskan bahwa Sintia masih belum sadar akibat overdosis dan benturan dari kecelakaan. Ibu Silvi dengan suara gemetar, “Dia cuma butuh ditanya kabarnya. Sekedar ‘kamu nggak apa-apa’, gitu aja nggak ada...” Pak Erik menahan amarah, “Brian... bocah itu. Dulu sopan. Dulu perhatian. Tapi sekarang?! Ditelepon pun jawabannya cuma ‘maaf, Brian nggak bisa kesana’. Lalu ditutup.” Ibu Silvi menghapus air matanya. Ibu Silvi berucap, “kamu pikir dia kayak gini karena siapa? Karena disakitin, karena dikhianatin? Tapi dia perempuan, Erik. Sekalipun salah, masih pantas dikasih waktu bicara.” Pak Erik duduk akhirnya, diam sejenak sebelum dia berkata, “kalau anak itu bisa tega ninggalin perempuan yang pernah dia tunangin begitu aja... berarti hatinya udah dibagi ke yang lain.” ••• Daniel suda

  • RAHASIA MENANTU IDAMAN    MANTAN BRIAN DATANG LAGI?

    LOBBY KANTOR NHB – JAM 14.10 SIANG Suasana kantor elite NHB mendadak gaduh. Security yang biasa bersikap tenang langsung siaga waktu seorang wanita berdandan glamor datang masuk tanpa appointment. Sintia. Dengan high heels menggedor lantai, rambut terurai, dan wajah penuh amarah yang ditutup senyum palsu. “Maaf, Mbak. Nggak bisa sembarangan masuk—” “Gue tunangannya Brian!” hardik Sintia, langsung melenggang ke lift eksekutif. Satpam bingung, tapi tetap ikutin dari belakang. RUANGAN BRIAN – LANTAI 12 Brian yang sedang review katalog lookbook baru tiba-tiba berdiri pas pintu ruangannya dibuka paksa. “Sayang, kita bisa ngomong baik-baik nggak?” Suara Sintia mendayu-dayu. Nggak cocok sama cara dia maksa masuk. Brian berdiri pelan. Tarik napas. Lalu menatap wanita itu dari ujung kaki sampai kepala seolah dia lagi lihat sesuatu yang menjijikkan. “Satpam.” Nada suaranya datar. “Brian?!” “Keluarin dia.” Dua satpam masuk dan langsung mengarah ke Sintia. “Brian! Lo

  • RAHASIA MENANTU IDAMAN    IMBAS PENGKHIANATAN IRVAN KE BRIAN.

    PAGI DADDY DAN GRAFIK Pagi itu, aroma tumisan sayur dan telur orak-arik khas buatan Kanya menguar dari dapur. Kanya mengenakan apron lucu bergambar dinosaurus—bukan karena hobi, tapi karena Daniel yang milih waktu mereka belanja bareng. Di meja makan, kotak bekal stainless steel udah disusun rapi, isinya lengkap: nasi, ayam bumbu kecap, sayuran, dan potongan buah. Sementara itu, suara cipratan air terdengar dari kamar mandi. “Daniel... sabunnya jangan di makan, ya sayang…” teriak Kanya sambil nyalain hair dryer, lalu buru-buru ke kamar mandi. Daniel duduk di dalam ember mandi warna biru laut, tubuh gempalnya penuh busa, dan wajahnya senyum-senyum sambil ngerespon mainan bebek karet yang tenggelam di antara gelembung sabun. Di depan kaca wastafel, Brian berdiri dengan wajah serius, rambut masih sedikit basah. Pakaian kantor udah rapi, dasi tinggal disesuaikan. Tapi tangannya masih pegang ponsel yang menampilkan grafik progres proyek. “Kalau kita pakai pendekatan minimalis, g

  • RAHASIA MENANTU IDAMAN    DARI MASA LALU MUNCUL

    “Maksudnya... kita pura-pura pernah punya masa lalu?” tanya Kanya sambil nyuapin Daniel suapan terakhir.Brian angguk sambil peluk Daniel makin erat.“Kita ketemu lagi baru-baru ini. Reconnect. Kamu bawa Daniel. Aku syok, tapi mutusin buat tanggung jawab. Cerita kayak gini masih bisa dimaafin... dibanding kalau kita jujur soal kekerasan itu.”Kanya diem. Matanya berkaca-kaca.“Tapi aku bohongin mama papa, Mas...”“Aku juga. Tapi bohongin demi kebaikan mereka. Kita yang nanggung. Daniel nggak akan ngerti nanti—yang penting dia tumbuh dalam cinta.”Kanya taruh sendok dan tatap Brian penuh rasa percaya. “Oke... deal, Mas.”Brian senyum, lalu gendong Daniel tinggi-tinggi.“Deal. Kita tutup masa lalu kamu, kita mulai dari cerita versi kita.”Daniel tertawa-tawa kegirangan diangkat ke udara. Kanya ikut tertawa sambil ngelap mulut si kecil.“Yang penting kita bertiga... bareng terus,” ucap Kanya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status