Mereka berdua terlihat akrab, tapi itu dimata kedua orang tua mereka masing-masing.
Dari luar, hanya dari luar. dan dari kacamata orang tua mereka masing-masing dan mahluk astral. “Liat deh... cocok kan?” ucap Ratna ke Indira dengan mata berbinar. “Alhamdulillah, bentar lagi kita besanan,” sahut Indira sambil ngelirik ke arah anak-anak mereka. Nyatanya? “Kamu jangan pernah mikir aku bakal mau nikah sama kamu!” tegas Brian pas mereka udah sendirian. Kanya malah ketawa. “Hahaha... biasanya yang awalnya paling nolak tuh justru nanti paling lengket.” “Gak akan,” sahut Brian cepat. “Akan. Kamu bakal cinta sama aku. Titik.” ucap Kanya sambil senyum menang. Brian mengerutkan dahi, kesel, langsung jalan ninggalin Kanya ke ruang tamu. Kanya nyusul, duduk menyilang kaki dengan senyum manja lalu dia bilang, “Tante, Om, Mama, Papa... Kanya nggak mau nikah sama Mas Brian.” “Brian juga nggak mau,” sahut Brian singkat. Suasana mendadak kaku. kedua orang tua mereka saling lempar muka kayak mikir sesuatu. ••• Akhirnya keluarga Brian pamit pulang. Di mobil, Mama Indira masih keliatan berat ngelepas harapannya. “Lho, kok ditolak?” tanya Mamanya tuh. “Padahal Kanya cantik, sopan, pinter bikin risol... cocok lah,” tambah Papanya. “Brian, masa kamu gak tertarik sih?” desak ibunya lagi. “Belum kenal, Ma. Kenapa juga buru-buru?” jawab Brian, pelan. Mamanya jadi diem dan bilang gini, “Mama tuh... takut nggak bisa liat kamu nikah.” Brian langsung nengok ke Mamanya, “Ma, maksudnya apa?” “Ya siapa tau umur mama kan...” kata Mamanya. “Ma, jangan ngomong gitu dong...” Brian mulai serius. “Mama nggak pernah minta apa-apa, Bri. Ini doang, permintaan terakhir mama.” “Ma, please, kita bahas di rumah aja ya. Mama capek,” ucap ayahnya sambil nyetir. Brian cuman diem aja, tapi pikirannya mulai penuh. ••• Di sisi lain, di kamar si seksi the on and only, “Mama, dia tuh yang gak mau sama Kanya!” Kanya lagi curhat sambil liatin kuku barunya yang blink-blink cantik memukau. Mama Ratna, mainin rambut Kanya pelan-pelan di pelintir. “Jadi kamu sebenernya mau?” tanya Mamanya “Ya... nggak juga sih. Tapi kenapa sih Ma harus dijodohin segala?” tanya Kanya. “Karena dari dulu mama papa sama tante Indi dan om Richard udah pengen banget jadi besan,” kata Mamanya. Kanya menoleh. “Ma... dia pasti punya pacar. Kasihan pacarnya.” Mamanya ngelus pipi Kanya. “Anggep aja ini permintaan terakhir mama sama papa ya, sayang.” Kanya langsung diem. “Ma... jangan ngomong kayak gitu. Kanya sayang banget sama Mama Papa. Mama, jangan gini dong. Nggak ada yang nggak mama kasih ke Kanya, kalian berdua selalu kasih kebebasan Kanya buat apa aja. Tapi soal nikah? Kanya masih harus pikir panjang ma,” “Mama tau. Tapi mama pengen liat kamu nikah dan bahagia. Itu aja.” Kanya memeluk Mamanya. Matanya basah, tapi senyumnya tetap ada. ••• Pagi datang. Dua dunia, dua orang, dua cerita.. Baik Brian dan Kanya tampak sama-sama sibuk. Brian bersiap untuk kembali ke kantor, Kanya sibuk dengan mengurus anak kucing dan anjing kecil, peliharaannya. Melihat jam? Kanya memasak sesuatu yang ia sukai. Dilanjutkan berolahraga di dalam kamarnya dengan matras pilates dan beberapa beban ringan lainnya. "Capek," ucapnya sambil berbaring diatas lantai dan menyeka keringat. Ponselnya berbunyi, Kanya melihat siapa yang mengirim pesan pada dirinya. "Oke, kerja!" ucap Kanya sambil kemudian bangun dari pembaringannya dan segera masuk ke dalam kamar mandi. 30 menit kemudian, Kanya mengeringkan rambutnya, mengikat kuat rambutnya, bak kuncir kuda, meraih topi hitam, dan ia simpan dalam tas ransel kecil. Mengenakan jeans berwarna hitam ketat, berukuran panjang 7/8, kaos oblong berwana putih berukuran besar, yang sedikit menerawang dan memakai sepatu kets berwarna putih. Sedikit lipstik coklat pekat, maskara dan parfum, kanya terlihat cantik dengan riasan tipis. Si gadis yang enggan menggunakan bra, lebih menyukai silicon penutup dada itu, terbiasa mengendarai sepeda motor berjenis matic, vespa matic berwarna hitam dan helm half face, juga masker dengan warna senada dengan motornya. Pergilah Kanya menuju suatu tempat yang memang kerap kali ia kunjungi. Brian sibuk dengan meeting di kantor dan presentasi. Belum lagi, ia baru saja menerima jabatan baru. Banyak ucapan baik datang padanya, dan Brian mendapatkan ruangan baru sesuai jabatan yang saat ini ia emban. Brian di kantor lagi sibuk banget. Dapat jabatan baru, dapat ruang baru, dan semua rekan kerjanya kasih selamat. “Selamat ya, Bri!” “Ditunggu traktirannya, Bos!” Brian senyum-senyum, lalu langsung telpon Sintia, ayang dia yang kata si Kanya, kaku. “Sayang, aku naik jabatan hari ini.” “Wah, selamat ya! Tapi... maaf, aku harus ke luar kota hari ini.” “Oh iya... kamu ada agenda luar kota ya, aku lupa.” “Nggak apa-apa ya, sayang. Pulang dari sini kita rayain bareng. I promise.” “Ya udah. Hati-hati ya.” Panggilan berakhir, dan seperti biasa — Brian ngerayain hal penting sendirian lagi. ••• Sementara itu, Kanya baru aja terpilih jadi brand ambassador dari brand kosmetik terkenal. Kanya, ia baru saja terpilih menjadi salah satu icon sebuah brand kosmetik. Bayaran tinggi sudah menanti dirinya. Kanya bahagia hari ini, ia tak menyangka jika hal yang tak begitu ia harapkan, malah jatuh di tangannya. Mereka berbahagia atas apa yang Kanya dapatkan. Kontrak 1 tahun itu akan terus bergulir jika Kanya dapat menjaga amanat. “Party ya!!” ucap salah seorang temannya yang juga merupakan model catwalk itu sambil berteriak kencang. Temen-temennya heboh, nyemprot glitter ke udara. “Kontrak lo gede banget, Kanya! Gila lo keren banget!” kata salah satu rekannya kerja dia. “Jangan sampe ada skandal ya, inget lo sekarang public figure. Jangan malu maluin mami. Kamu harus bangga sama kecantikan kulit kamu, diluar sana banyak yang mau dapet kontrak itu. Jadi kamu harus cintai kerjaan kamu dan jaga nama baik kamu,” ucap Intan, manajernya yang galak tapi sayang. “Tenang mam... anakmu ini udah jinak, kok!” Kanya nyengir centil. Hari itu milik Kanya. Tapi... dia tahu, kebahagiaan ini belum sebanding dengan luka yang masih dia sembunyiin. ••• Dan di kantor NHB... “Brian,” panggil atasannya siang itu. Pak Baskoro. “Iya, Pak?” kata Brian, nyahut. “Besok kita ada meeting sama brand ambassador baru,” kata Pak Baskoro. “Oke, siap.” Brian dan Kanya belum tahu... kalau ‘bencana besar’ itu akan datang dengan senyum manja, bibir coklat, dan baju menerawang dan si ganteng dingin tapi kaku bakal ketemu.Kanya langsung menoleh ke belakang dengan wajah kaget, "Eh?" Brian tertawa kecil dan melanjutkan, "Aku nyesel... karena baru tau kamu sekarang. Harusnya dari dulu, waktu kamu masih kecil, aku culik sekalian." "Ya elah mas! Diculik katanya! Emangnya aku ayam kampung bisa diciduk?" Kanya menyikut pelan perut Brian sambil cengengesan. "Kamu bukan ayam, tapi kamu bisa bikin hati aku berkokok tiap hari," sahut Brian masih dengan nada main-main. "Ewh... gombalan tua!" Kanya ngakak, kepalanya makin bersandar ke dada Brian yang hangat. Lalu mendadak serius lagi. "Tapi serius... kita beneran mau nikah?" "Iya, sayang." "Kayak... bukan main-main?" "Nggak ada yang main-main. Kita mulai dari becanda, tapi aku serius sama kamu dari awal aku sadar aku butuh kamu." "Mas..." suara Kanya melembut, "Kalau nanti aku... suka berubah-ubah, kadang seneng, ka
Setelah itu...Brian keluar lagi dari kamar mandi. Rambutnya sedikit basah, tapi napasnya stabil. Dengan pelan, dia dekati Kanya yang masih di dapur, tangannya sibuk ngerapiin toples bumbu—padahal nggak ada satu pun yang berubah posisi.Tanpa satu patah kata, Brian langsung mengangkat tubuh Kanya, membuat Kanya terlonjak kaget."Mas! Eh... tolong... jangan—aaah, aku mau... tapi pelan yaa..." ucap Kanya sambil cekikikan kayak yang panik tapi seneng.Brian ngakak. Goyang-goyang bahunya nahan tawa, "Dasar kamu ya... acting-nya nggak pernah gagal."Sambil masih gendong, dia bawa Kanya ke kamar mandi.•••Di kamar mandi...Tak ada yang bicara. Hanya suara napas mereka dan gemuruh shower yang baru saja ditarik tuasnya oleh Brian. Air mengucur deras ke arah tubuh Kanya, membuat kain yang ia kenakan perlahan menempel lekat ke kulitnya.Brian menatapnya. Matanya dalam, ada gejolak rindu dan hasrat di s
Udara sore mengalir pelan menyapu wajah mereka, sementara motor gede Brian melaju tenang di antara lalu lintas kota. Di belakangnya, Kanya melingkarkan kedua lengannya di pinggang Brian, sesekali nyender manja sambil ketawa sendiri.Parfum yang tadi mereka beli, sekarang nangkring elegan di stang motor. Sementara box kue-kue lucu dan roti manis yang baru aja mereka borong? Udah dikirim duluan via Grab Car. Soalnya Kanya bilang:> "Kalau dibawa di motor, yang, nanti kuenya bukan Red Velvet, tapi Red Bubur!"Brian sampai ngakak sepanjang jalan gara-gara itu."Ada-ada aja kamu, ya," ucapnya sambil melirik kaca spion, ngeliat Kanya yang lagi sibuk ngelirik parfum dan nyium-nyium tutupnya."Eh, ini tuh wanginya kayak… kayak kamu deh, mas," celetuk Kanya sambil narik napas dalam-dalam dari parfum itu."Wangi debu motor?""Apaan sih! Wangi cowok yang aku sukaaaa," goda Kanya, makin manja.Mereka pun teru
Tak lama, Brian pun menghampiri dirinya. Brian segera duduk mendampingi Kanya dan tentunya tanpa jarak. Brian terlihat segar, seolah demam yang semalam hilang dalam sekejap akibat Kanya yang menjadi obat baginya. Dengan menggunakan celana sebatas lutut dengan kantung kiri dan kanan, serta kaos oblong longgar yang Brian kenaakan, tubuhnya terlihat gagah, bagian bahu bidannya semakin tampak melebar dan kokoh, otot lengan itu pun terlihat tegas, bagian otot paha dan betisnya yang memang sering kali ia latih di tempat kebugaran. "Tadi rame nggak di kantor?" tanya Brian, sembari menunggu Kanya yang hendak menyuapi dirinya dengan kue. "Rame banget, sayang," sahut Kanya yang kemudian menyuapi Brian dengan sepotong kue. "Enak?" tanya Kanya sambil mengunyah dan meminta pendapat Brian mengenai kue pilihannya. Sambil mengunyah dan mengangguk, menandakan jika kue pilihan calon istrinya ini sangat enak. Keduanya menikmati kebersamaan yang indah dengan ditemani kue kue lezat dan minuman m
Melihat tawa lepas dan senyum merekah dari Kanya, ada sesuatu yang membuat dada Brian bergemuruh dengan kebahagiaan yang belum pernah dirasakannya sebelumnya. Bahkan dibandingkan momen bersama Sintia, apa yang dirasakannya kini sungguh berbeda—luar biasa dan tak terdefinisikan. Dahulu, Brian pernah bersikeras menolak Kanya sebagai pendamping hidupnya, namun kini, di hadapan wanita yang mampu membuat hatinya berdetak tidak karuan, semua penolakan itu seakan terbantahkan. "Untuk pertama kalinya, gue jatuh cinta," gumam Brian sambil matanya tak lepas memandang wajah Kanya yang bercahaya itu. Seluruh dunianya kini terasa lengkap hanya dengan kehadiran seorang Kanya. "Mas, liat deh, aku sengaja pilih kue ini buat aku sama kamu," ucap Kanya yang terlihat sangat bahagia, kala menunjukkan kue pilihannya,pada Brian. "Bentuknya lucu banget, sayang," ucap Brian, menanggapi bentuk dari kue itu. "Aku nggak sabar buat makan kue ini duluan," ucap kanya yang tak berhenti tersenyum. "Kita ma
Kanya tersipu malu dan berlari kecil mendekati Brian bak anak kecil saat pulang sekolah. Brian beranjak dari motor nya dan menyambut Kanya dengan pelukan. "Suami..." ucap Kanya sambil mendongak melihat Brian. "Hai, pake helm dulu, istri," ucap Brian, sambil mengenakan helm pada Kanya. "Pak manager takut ketahuan orang ya?" Kanya bertanya sambil tertawa kecil, saat melihat Brian yang masih mengenakan helm. "Iya, nanti kamunya yang kenapa-napa," ucap Brian. "Pacaran boleh kok yang, kata mami Intan," ucap Kanya. "Masalahnya mami Intan kenal sama Sintia, sayang," ucap Brian. "Owh gitu," sahut Kanya. "Pulang atau..." tanya Brian memberikan pilihan. "Pulang kerumah kamu kan, bukan kerumah mama?" tanya Kanya. "Iya, kita kesana," ucap Brian. "Diperkosanya jadi kan, yang?" tanya Kanya yang kembali jahil. "Hahaha... ada aja. Ayo, bisa nggak naiknya?" tanya Brian sambil melihat Kanya yang mungkin kesulitan untuk menaiki motor itu. "Ih nggak sampe, yang..." Sambil melepa