Share

Terusir!

"Ehm!"

"Apa yang kalian lakukan?!"

Kanaya yang baru saja keluar dari kamarnya sangat terkejut ketika melihat Hakya dan Zanaya berada dalam posisi saling tindih.

Brug!

Hakya dengan segera mendorong tubuh Zanaya dari atas tubuhnya, sehingga membuat Zanaya tampak meringis karena sakit saat tubuhnya mengenai lantai.

"Kanaya, ini tidak seperti yang kamu pikirkan," ujar Hakya kepada Kanaya. Dia berusaha untuk menjelaskan kepada sang istri. Hakya tidak mau Kanaya yang sudah mulai luluh kepadanya malah berpikiran yang tidak-tidak.

"Kakak, suamimu ini mencoba untuk memperkosaku! Dia tadi merayuku!" teriak Zanaya mengadu kepada Kanaya, yang membuat Hakya tampak membelalakkan matanya.

Hakya benar-benar tidak menyangka kalau Zanaya memfitnahnya seperti itu.

"Ada apa ini ribut-ribut?"

Ternyata mendengar keributan di dapur memancing Nyonya Farah untuk keluar dari kamarnya, dan mendapati ketiga orang itu yang sedang tampak bersitegang. Hakya dan Zanaya masih terguling di lantai, sementara Kanaya berdiri dengan lesu.

Dan Zanaya sudah berurai airmata karena menangis.

"Lelaki ini ingin melakukan hal yang tidak senonoh, Ibu. Dia merayukj dan memaksa menciumi dan mengajakku berhubungan!" jelas Zanaya kepada Nyonya Farah.

Mendengar penjelasan dari Zanaya membuat Nyonya Farah tampak berang, dia mendelik menatap ke arah Hakya dan juga Zanaya secara bergantian.

"Kurang ajar sekali kamu, ya! Sudah berani kamu mau menodai anak saya, sekarang kamu pergi dari rumah ini!" teriak Nyonya Farah kepada Hakya.

"Tapi…, Ibu ini tidak seperti itu kejadiannya," ujar Hakya ingin menjelaskan kepada Nyonya Farah mengenai apa yang terjadi.

Namun, sang ibu mertua dengan angkuhnya mengibaskan tangannya di depan muka, pertanda dia tidak ingin mendengar apapun penjelasan dari Hakya.

"Saya tidak ingin mendengar hal apapun! Sekarang lebih baik kamu tinggalkan rumah ini. Dasar tidak berguna! Kami tidak menyalahkan pesan dari kakek Askara, karena orang ini yang telah berbuat kurang ajar di rumah ini," ujar Nyonya Farah mendorong tubuh Hakya hingga kembali terjatuh di lantai. Namun, ada hal yang membuat Nyonya Farah tampak sedikit terkejut ketika dia memegang pundak Hakya yang terasa begitu panas bagaikan bara api.

Dia juga bahkan melihat kilatan mata Hakya yang seperti api sedang menyala. Nyali Nyonya Farah sebenarnya sedikit menciut ketika melihat hal tersebut. Namun, gengsi telah menguasai hatinya, dia tidak ingin Hakya tahu kalau dia ketakutan melihat keadaan Hakya yang seperti itu.

"Kanaya," panggil Hakya kepada sang istri, berharap dia mendapat pembelaan dari Kanaya.

Karena jelas Hakya tidak melakukan hal apapun kepada Zanaya.

Hakya juga memandang ke arah Zanaya, namun adiknya iparnya itu malah menyunggingkan senyuman liciknya.

Karena merasa Kanaya sudah benar-benar tidak ingin lagi melihatnya, akhirnya Hakya memilih untuk meninggalkan dapur tersebut, dia mengambil tasnya yang berada di kamar dan meninggalkan rumah itu.

"Cepat pergi tinggalkan rumah ini! Jadi beban keluarga saja!" teriak Nyonya Farah lagi yang membuat Hakya semakin hancur hatinya, karena Kanaya sedikitpun tidak membela Hakya dan sedikit pun tidak memberikan kesempatan kepada Hakya untuk menjelaskan semua.

Kanaya tidak lagi memperdulikannya akhirnya Hakya benar-benar pergi meninggalkan rumah tersebut dengan membawa tas yang berisi pakaiannya.

Hati Hakya benar-benar hancur, baru saja semalam mereka menyempurnakan status mereka sebagai suami istri. Dan tidak pernah terpikirkan oleh Hakya kalau pagi ini dia diusir dari rumah tersebut.

Pagi yang masih gelap tersebut Hakya berjalan gontai dengan membawa tas di punggungnya, dia benar-benar seperti seorang suami yang diusir oleh istrinya. Dia tidak memiliki tujuan saat ini karena dia merasa perlu menjelaskan semuanya, namun dia tidak diberikan kesempatan.

"Hakya tunggu!" tiba-tiba setelah perjalanan beberapa meter dari rumah itu, Hakya mendengar suara panggilan dari seseorang.

Dan dia tahu itu adalah suara dari Kanaya.

Hakya menghentikan langkahnya dan melihat ke belakang ternyata di sana ada Kanaya yang dengan terengah-engah mengejarnya, bahkan dapat Hakya lihat dua buah bulatan dada Kanaya tampak turun naik membuat Hakya memikirkan semalam dengan puas dia nikmati.

"Ada apa Kanaya? Nanti kamu kena marah," ujar Hakya kepada Kanaya.

Hakya tampak melihat celingak celinguk ke sekeliling, dia tidak ingin Kanaya mendapat masalah hanya karena menemuinya seperti ini. Hakya begitu mengkhawatirkan sang istri.

Kanaya berjalan mendekati Hakya dan kemudian dia menunduk memberikan satu buah amplop kepada Hakya.

"Ini untuk kamu, aku tidak bisa menahan kamu di rumah ini. Aku kecewa dengan dengan kamu," ujar Kanaya pelan.

Hakya memandang sendu wajah sang istri yang terlihat begitu kecewa dengan semua yang terjadi.

"Apa ini Kanaya?" tanya Hakya kepada Kanaya.

"Ini adalah sedikit uang untuk kamu. Karena kamu harus pergi dari rumah. Bagaimana kamu bisa bertahan hidup kalau kamu tidak memiliki uang," ujar Kanaya kepada Hakya. Karena Kanaya tahu kalau selama ini Hakya bekerja tidak mendapatkan gaji.

Hakya menggeleng mendengar penjelasan dari Kanaya.

"Tidak perlu Kanaya, kamu tidak usah mengkhawatirkan aku. Aku bisa hidup walaupun tidak memiliki uang, kamu tidak perlu khawatir seperti ini. Tenang saja aku ada pegangan kok," jawab Hakya menolak dengan halus pemberian dari Kanaya tersebut.

"Namun, satu hal yang harus kamu tahu, kalau aku tidak pernah melakukan hal yang tidak senonoh kepada Zanaya. Dia yang terpeleset menimpaku," jawab Hakya mencoba menjelaskan kepada Kanaya.

"Aku tidak mau mendengar apapun saat ini," jawab Kanaya sembari memaksa Hakya menerima amplop berisi uang tersebut.

"Aku tidak bisa menerima ini, Kanaya," tolak Hakya.

Namun Kanaya tetap memaksa Hakya untuk mengambil uang tersebut dia benar-benar merasa khawatir dengan suaminya itu, walaupun dia tidak bisa menahan Hakya untuk terap tinggal.

Sehingga mau tidak mau akhirnya Hakya menerima uang yang di dalam amplop dari Kanaya tersebut.

Hakya terus berjalan, dia merasa harus meninggalkan rumah Kanaya. Dia harus meninggalkan Kanaya dan berharap suatu saat Kanaya akan kembali ke dalam pelukannya.

"Aku sebaiknya pergi ke Padepokan peninggalan kakek Buana saja. Lebih baik aku menyendiri dan memperdalam ilmu di sana. Nanti aku akan kembali kalau Kanaya sudah merindukan aku. Mata batinku masih berfungsi," gumam Hakya yang kemudian terus berjalan menuju Padepokan milik Buana yang berada di atas Bukit Tunggal yang selama ini tidak ada seorangpun yang berani untuk naik ke atas bukit tersebut.

Bukit itu merupakan Padepokan sekaligus tempat meditasi Buana, yaitu kakek dari Hakya yang saat ini sudah kosong karena ditinggalkan oleh semua murid-murid ketika kakek Buana meninggal dunia.

Hakya meninggalkan bukit tersebut ketika dia menikah dengan Kanaya, baru kali inilah dia akan kembali datang ke bukit itu, dia berharap semuanya masih utuh seperti saat ditinggalkannya.

"Hahaha!"

Tiba-tiba di tengah perjalanan Hakya bertemu dengan segerombolan orang yang langsung menertawakannya, ketika mereka melihat Hakya berjalan kaki dengan membawa tas di punggungnya.

"Hahaha, akhirnya Kanaya sadar juga kalau dia memiliki suami yang tidak berguna. Dan sekarang dia diusir. Hahaha!" ujar salah satu dari mereka yang merupakan pemimpin atau ketua dari gerombolan tersebut.

Hakya membalikkan badannya, dan saat itu dia melihat Zarkya, musuh bebuyutannya dari keturunan Naga Hitam yang hingga saat ini masih selalu mengganggu kehidupan Hakya. Dan juga dia naksir kepada Kanaya, namun kakek Askara lebih memilih Hakya untuk menjadi suaminya Kanaya.

"Hai pecundang! Kenapa kau diam saja, hah?! Memangnya enak diusir dari rumah istri? Makanya hidup jangan hanya menumpang kepada istri!" ujar Zarkya yang terus-terusan menghina Hakya.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status