Share

Terusir!

Author: Hare Ra
last update Last Updated: 2022-12-05 09:27:06

"Ehm!"

"Apa yang kalian lakukan?!"

Kanaya yang baru saja keluar dari kamarnya sangat terkejut ketika melihat Hakya dan Zanaya berada dalam posisi saling tindih.

Brug!

Hakya dengan segera mendorong tubuh Zanaya dari atas tubuhnya, sehingga membuat Zanaya tampak meringis karena sakit saat tubuhnya mengenai lantai.

"Kanaya, ini tidak seperti yang kamu pikirkan," ujar Hakya kepada Kanaya. Dia berusaha untuk menjelaskan kepada sang istri. Hakya tidak mau Kanaya yang sudah mulai luluh kepadanya malah berpikiran yang tidak-tidak.

"Kakak, suamimu ini mencoba untuk memperkosaku! Dia tadi merayuku!" teriak Zanaya mengadu kepada Kanaya, yang membuat Hakya tampak membelalakkan matanya.

Hakya benar-benar tidak menyangka kalau Zanaya memfitnahnya seperti itu.

"Ada apa ini ribut-ribut?"

Ternyata mendengar keributan di dapur memancing Nyonya Farah untuk keluar dari kamarnya, dan mendapati ketiga orang itu yang sedang tampak bersitegang. Hakya dan Zanaya masih terguling di lantai, sementara Kanaya berdiri dengan lesu.

Dan Zanaya sudah berurai airmata karena menangis.

"Lelaki ini ingin melakukan hal yang tidak senonoh, Ibu. Dia merayukj dan memaksa menciumi dan mengajakku berhubungan!" jelas Zanaya kepada Nyonya Farah.

Mendengar penjelasan dari Zanaya membuat Nyonya Farah tampak berang, dia mendelik menatap ke arah Hakya dan juga Zanaya secara bergantian.

"Kurang ajar sekali kamu, ya! Sudah berani kamu mau menodai anak saya, sekarang kamu pergi dari rumah ini!" teriak Nyonya Farah kepada Hakya.

"Tapi…, Ibu ini tidak seperti itu kejadiannya," ujar Hakya ingin menjelaskan kepada Nyonya Farah mengenai apa yang terjadi.

Namun, sang ibu mertua dengan angkuhnya mengibaskan tangannya di depan muka, pertanda dia tidak ingin mendengar apapun penjelasan dari Hakya.

"Saya tidak ingin mendengar hal apapun! Sekarang lebih baik kamu tinggalkan rumah ini. Dasar tidak berguna! Kami tidak menyalahkan pesan dari kakek Askara, karena orang ini yang telah berbuat kurang ajar di rumah ini," ujar Nyonya Farah mendorong tubuh Hakya hingga kembali terjatuh di lantai. Namun, ada hal yang membuat Nyonya Farah tampak sedikit terkejut ketika dia memegang pundak Hakya yang terasa begitu panas bagaikan bara api.

Dia juga bahkan melihat kilatan mata Hakya yang seperti api sedang menyala. Nyali Nyonya Farah sebenarnya sedikit menciut ketika melihat hal tersebut. Namun, gengsi telah menguasai hatinya, dia tidak ingin Hakya tahu kalau dia ketakutan melihat keadaan Hakya yang seperti itu.

"Kanaya," panggil Hakya kepada sang istri, berharap dia mendapat pembelaan dari Kanaya.

Karena jelas Hakya tidak melakukan hal apapun kepada Zanaya.

Hakya juga memandang ke arah Zanaya, namun adiknya iparnya itu malah menyunggingkan senyuman liciknya.

Karena merasa Kanaya sudah benar-benar tidak ingin lagi melihatnya, akhirnya Hakya memilih untuk meninggalkan dapur tersebut, dia mengambil tasnya yang berada di kamar dan meninggalkan rumah itu.

"Cepat pergi tinggalkan rumah ini! Jadi beban keluarga saja!" teriak Nyonya Farah lagi yang membuat Hakya semakin hancur hatinya, karena Kanaya sedikitpun tidak membela Hakya dan sedikit pun tidak memberikan kesempatan kepada Hakya untuk menjelaskan semua.

Kanaya tidak lagi memperdulikannya akhirnya Hakya benar-benar pergi meninggalkan rumah tersebut dengan membawa tas yang berisi pakaiannya.

Hati Hakya benar-benar hancur, baru saja semalam mereka menyempurnakan status mereka sebagai suami istri. Dan tidak pernah terpikirkan oleh Hakya kalau pagi ini dia diusir dari rumah tersebut.

Pagi yang masih gelap tersebut Hakya berjalan gontai dengan membawa tas di punggungnya, dia benar-benar seperti seorang suami yang diusir oleh istrinya. Dia tidak memiliki tujuan saat ini karena dia merasa perlu menjelaskan semuanya, namun dia tidak diberikan kesempatan.

"Hakya tunggu!" tiba-tiba setelah perjalanan beberapa meter dari rumah itu, Hakya mendengar suara panggilan dari seseorang.

Dan dia tahu itu adalah suara dari Kanaya.

Hakya menghentikan langkahnya dan melihat ke belakang ternyata di sana ada Kanaya yang dengan terengah-engah mengejarnya, bahkan dapat Hakya lihat dua buah bulatan dada Kanaya tampak turun naik membuat Hakya memikirkan semalam dengan puas dia nikmati.

"Ada apa Kanaya? Nanti kamu kena marah," ujar Hakya kepada Kanaya.

Hakya tampak melihat celingak celinguk ke sekeliling, dia tidak ingin Kanaya mendapat masalah hanya karena menemuinya seperti ini. Hakya begitu mengkhawatirkan sang istri.

Kanaya berjalan mendekati Hakya dan kemudian dia menunduk memberikan satu buah amplop kepada Hakya.

"Ini untuk kamu, aku tidak bisa menahan kamu di rumah ini. Aku kecewa dengan dengan kamu," ujar Kanaya pelan.

Hakya memandang sendu wajah sang istri yang terlihat begitu kecewa dengan semua yang terjadi.

"Apa ini Kanaya?" tanya Hakya kepada Kanaya.

"Ini adalah sedikit uang untuk kamu. Karena kamu harus pergi dari rumah. Bagaimana kamu bisa bertahan hidup kalau kamu tidak memiliki uang," ujar Kanaya kepada Hakya. Karena Kanaya tahu kalau selama ini Hakya bekerja tidak mendapatkan gaji.

Hakya menggeleng mendengar penjelasan dari Kanaya.

"Tidak perlu Kanaya, kamu tidak usah mengkhawatirkan aku. Aku bisa hidup walaupun tidak memiliki uang, kamu tidak perlu khawatir seperti ini. Tenang saja aku ada pegangan kok," jawab Hakya menolak dengan halus pemberian dari Kanaya tersebut.

"Namun, satu hal yang harus kamu tahu, kalau aku tidak pernah melakukan hal yang tidak senonoh kepada Zanaya. Dia yang terpeleset menimpaku," jawab Hakya mencoba menjelaskan kepada Kanaya.

"Aku tidak mau mendengar apapun saat ini," jawab Kanaya sembari memaksa Hakya menerima amplop berisi uang tersebut.

"Aku tidak bisa menerima ini, Kanaya," tolak Hakya.

Namun Kanaya tetap memaksa Hakya untuk mengambil uang tersebut dia benar-benar merasa khawatir dengan suaminya itu, walaupun dia tidak bisa menahan Hakya untuk terap tinggal.

Sehingga mau tidak mau akhirnya Hakya menerima uang yang di dalam amplop dari Kanaya tersebut.

Hakya terus berjalan, dia merasa harus meninggalkan rumah Kanaya. Dia harus meninggalkan Kanaya dan berharap suatu saat Kanaya akan kembali ke dalam pelukannya.

"Aku sebaiknya pergi ke Padepokan peninggalan kakek Buana saja. Lebih baik aku menyendiri dan memperdalam ilmu di sana. Nanti aku akan kembali kalau Kanaya sudah merindukan aku. Mata batinku masih berfungsi," gumam Hakya yang kemudian terus berjalan menuju Padepokan milik Buana yang berada di atas Bukit Tunggal yang selama ini tidak ada seorangpun yang berani untuk naik ke atas bukit tersebut.

Bukit itu merupakan Padepokan sekaligus tempat meditasi Buana, yaitu kakek dari Hakya yang saat ini sudah kosong karena ditinggalkan oleh semua murid-murid ketika kakek Buana meninggal dunia.

Hakya meninggalkan bukit tersebut ketika dia menikah dengan Kanaya, baru kali inilah dia akan kembali datang ke bukit itu, dia berharap semuanya masih utuh seperti saat ditinggalkannya.

"Hahaha!"

Tiba-tiba di tengah perjalanan Hakya bertemu dengan segerombolan orang yang langsung menertawakannya, ketika mereka melihat Hakya berjalan kaki dengan membawa tas di punggungnya.

"Hahaha, akhirnya Kanaya sadar juga kalau dia memiliki suami yang tidak berguna. Dan sekarang dia diusir. Hahaha!" ujar salah satu dari mereka yang merupakan pemimpin atau ketua dari gerombolan tersebut.

Hakya membalikkan badannya, dan saat itu dia melihat Zarkya, musuh bebuyutannya dari keturunan Naga Hitam yang hingga saat ini masih selalu mengganggu kehidupan Hakya. Dan juga dia naksir kepada Kanaya, namun kakek Askara lebih memilih Hakya untuk menjadi suaminya Kanaya.

"Hai pecundang! Kenapa kau diam saja, hah?! Memangnya enak diusir dari rumah istri? Makanya hidup jangan hanya menumpang kepada istri!" ujar Zarkya yang terus-terusan menghina Hakya.

****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Akhir yang Bahagia

    "Astaga Zanaya! Kamu bisa duduk diam, gak?!" bentak Kanaya kepada Zanaya yang mencecar Kafka dengan pertanyaan, padahal Kafka baru saja sadar."Kenapa? Kamu gak khawatir sama ayah? Kamu mau ayah mati di tangan suami kamu ini?" tanya Zanaya lagi."Za-Naya…," panggil Kafka lemah.Mendengar suara Kafka membuat Farah dan Zanaya hanya terdiam menutup mulutnya. Mereka tidak percaya kalau Kafka bisa berbicara.Selama ini Kafka jangankan memanggil nama anak dan istrinya, mengeluarkan suara sedikit saja tidak bisa."Iya ayah, ayah bisa bicara lagi?" tanya Zanaya kemudian.Kafka mengangguk dan menatap ke arah Kanaya dan Hakya secara beegantian."Terima kasih, Hakya," ujar Kafka dengan suara yang pelan. Karena tubuhnya masih sangat lemah."Iya ayah, ayah jangan banyak gerak dulu," jawab Hakya."Sayang, kamu sudah siap kan sup hangat yang tadi aku minta buatkan? Kalau sudah tolong suapin ayah makan dengan nasi yang lembut ya," ujar Hakya kepada Kanaya.Kanaya menganggukkan kepalanya dan segera men

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Prasangka Buruk

    "Hakya, apa yang terjadi dengannya?" tanya Farah khawatir saat melihat Kafka terkulai lemah tidak berdaya.Hakya yang masih tampak terengah-engah memeriksa semua nadi Kafka. Dia tidak bisa membayangkan kalau Kafka akan meninggal saat semua ikatannya terlepas."Ayah, hanya pingsan. Mungkin karena terlalu lama menahan sakit. Terus saja kompres kepala ayah," ujar Hakya kemudian setelah memastikan nadi Kafka masih berdenyut normal."Apa kamu yakin?" tanya Farah yanh seolah tidak percaya, karena dia melihat Kafka tidak menunjukkan pergerakan sama sekali."Iya bu, ayah terlalu lelah menahan sakitnya. Karena seperti yang Hakya katakan ini, ini terasa sangat sakit dan rasa nyawa sudah di ujung kepala. Tapi, sebentar lagi ayah akan sadar," jawab Hakya yang tampak menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.Farah hanya mengangguk, dia memberikan kepercayaan kepada Hakya. Dan berharap kalau Kafka akan segera sadar."Tapi, apakah semua berhasil kamu lepaskan, Hakya?" tanya Farah lagi."Iya bu. Sem

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Delapan Jam Kesakitan

    “Ini sangat sakit,” lanjut Hakya.Kafka tampak mengangguk, dan Hakya meminta izin kepada Farah. Karena dia takut kalau nanti akan disangka membunuh Kafka. Karena rasa sakit yang ditimbulkan itu adalah sangat luar biasa seperti nyawa akan terlepas dari tubuh saking sakitnya.“Lakukan, Hakya,” jawab Farah kemudian sambil mengangguk.“Tapi, ini sangat sakit bu. Kalau ibu tidak sanggup melihat ayah kesakitan, ibu bisa tunggu di luar saja,” ujar Hakya kemudian.“Tapi, kamu yakin ini bisa lepas?” tanya Farah penasaran.“Iya. Semua yang dipasang oleh Ratu Ilmu Hitam itu harus perlahan-lahan di lepaskan, dan itu membutuhkan waktu yang lama tergantung cara mengikatnya. Selama proses itu ayah akan merasa sangat kesakitan, bahkan bisa jadi muntah ataupun membuang kotoran tanpa di sengaja saking sakitnya,” jelas Hakya.“Ibu akan disini saja,” jawab Farah.Hakya hanya mengangguk.“Bisa dipastikan Zanaya tidak masuk kesini ya bu, nanti dia salah sangka dan membuat semuanya tidak berhasil,” ujar Hak

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Keadaan Ayah Mertua yang Sekarat Akibat Ilmu Hitam

    Hakya dan Kanaya tampak menunduk dan berusaha meraih tangan Farah, dan tidak ada penolakan dari Farah.“Maafkan kami, ibu,” ujar Hakya kemudian diikuti juga oleh Kanaya yang meminta maaf.Sementara itu Hanaya yang berada di dalam gendongan Kanaya hanya terdiam, dia bingung melihat kedua orang tuanya yang tampak sedang serius meminta maaf. “Hanaya, ini nenek. Kamu salim tangannya,” ujar Hakya kepada Hanaya dan meminta Kanaya menurunkan Hanaya dari gendongannya.Farah menatap wajah Hanaya dengan pancaran mata harus, namun dia masih belum menjawab apapun.“Ne-nek,” ujar Hanaya dengan suara yang terbata-bata mengeja dengan benar. Sepertinya dia masih sangat penasaran dengan Farah sehingga dia menarik-narik tangan Farah membuat neneknya itu tersadar.“Cucu nenek…,” ujar Farah kemudian yang langsung memeluk Hanaya dengan erat dan airmata jatuh saat menciumi wajah lembut Hanaya.Hanaya hanya mengangguk dan berusaha melepaskan pelukan Farah, karena memang dia belum mengenal siapa Farah yang

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Tiba Di Tujuan

    “Hei cantik sini,” panggil ibu-ibu penjual dengan ramah saat melihat Hanaya menunjuk ke lapak jualannya.Hakya dan Kanaya hanya bisa terdiam melihat tempat yang ditujukan oleh Hanaya. Ternyata dia menuju ke penjual roti basah. Mungkin bau roti basah itu memancing Hanaya untuk berjalan menuju ke arah sana.“Hanaya mau roti?” tanya Kanaya lembut.“Iya,” jawab Hanaya sambil menganggukkan kepalanya.Hakya juga ikutan mendekat, dan pandangannya bertemu dengan penjual roti basah itu.“Wah, ini Hakya?” tanya penjual itu kepada Hakya dengan sangat antusias.Hakya menganggukkan kepalanya, dia tidak menyangka kalau ternyata bau roti basah buatan ibu itu yang membuat Hanaya berjalan memasuki pasar itu. “Wah si cantik ini pasti anaknya yang menyukai roti basah?” tanya ibu itu lagi.“Iya bu, kemarin dia senang banget saat makan roti basah yang masih hangat, bahkan ini dia berjalan dengan sendirinya,” jawab Kanaya sambil tersenyum dan memesan beberapa roti itu untuk Hanaya.“Ini kalian mau kemana?

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Hanaya, Anak yang Luar Biasa

    “Kami berangkat, ya,” ujar Hakya kepada beberapa muridnya itu.“Guru, apakah yakin tidak perlu kami kawal? Setidaknya kami bisa membantu membawa barang-barang dan juga bergantian menggendong Hanaya,” tawar Hofat kepada Hakya dan Kanaya yang sudah bersiap untuk turun dengan membawa barang yang cukup banyak dan juga sepertinya dalam perjalanan itu Hanaya juga akan lebih banyak minta gendong.Hakya menggeleng sambil tersenyum, karena dia tidak mau Kafka akan menganggapnya lelaki pengecut, datang ke rumah mertuanya dengan membawa pasukan. Jadi Hakya akan datang hanya bersama Kanaya dan Hanaya saja.“Benaran gapapa kok, kalian tetap saja disini. Rawat ladang kita dengan baik, kalau memang sampai waktunya panen dan kami belum kembali kalian harus memanennya dan menjualnya di pasar,” pesan Hakya kepada semuanya.“Dan ingat kalian berdua adalah ketuanya dan bertanggung jawab dalam segala hal. Jangan sampai ada yang kelaparan,” ujar Hakya kepada Hofat dan Jirat.Keduanya mengangguk, ada rasa b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status