"Bang, aku temani bobo ya? Murah saja. Semalam lima ratus ribu. Dijamin puas! Aku juga fresh dan belum dipake sama klien lain nih! Abang jadi yang pertama!" ujar seorang perempuan cantik bertubuh molek dengan baju kurang bahan dan senyum menggodanya.
Laki-laki yang dihadapannya menyeringai dan menyeret perempuan itu masuk ke dalam mobilnya."Semalam untuk kamu sejuta pun aku tak keberatan," sahut lelaki tampan itu mengeluarkan dompetnya yang tebal lalu memberikan sejumlah uang pada perempuan itu yang langsung menerima nya dengan suka cita."Wah, Abang ini sudah tampan, mapan pula. Bawa saja aku kemana pun kamu mau, Bang!" Suara perempuan itu terdengar manja seraya menggelendotkan tangan ke lengan lelaki itu.Lelaki berumur tiga puluh empat tahun itu pun tersenyum sambil melajukan mobilnya membelah jalan raya."Nama kamu siapa, Manis?" tanya lelaki itu lagi."Panggil saja aku, Anggi, Bang.""Aku Satria. Aku harap kamu bisa membuatku puas malam ini.""Tentu saja, Bang. Jangan panggil aku Anggi, kalau aku tidak bisa membuatmu melayang," ujar gadis itu dengan senyuman manisnya.***Laila menangis tersedu-sedu seraya bersimpuh diatas makam basah milik Anggi, temannya.Teringat kemarin lusa saat Anggi mengatakan padanya bahwa dia ingin berhenti menjadi kupu-kupu malam karena merasa lelah dengan sentuhan laki-laki tapi semalam Anggi tetap harus mencari uang karena anak lelaki satu-satunya di kampung sedang opname di rumah sakit.Tapi pagi tadi, Anggi ditemukan tew*s di kamar hotel dengan luka lebam di sekujur tubuh nya. Menurut polisi, dia disiks* sebelum diajak berhubungan. Ibu Anggi yang juga seorang janda sangat terkejut setelah mendapatkan fakta bahwa anak perempuan satu-satunya meninggal secara tidak terhormat dan meminta jenazah langsung dimakamkan tanpa proses autopsi."Bagaimana kabar kamu di dalam sana, Nggi? Apakah malaikat nya menyeramkan?" bisik Laila pilu.Dia dengan leluasa menangis karena sedikit sekali yang melayat ke makam temannya itu.Mendadak terdengar notifikasi pesan w******p dari ponsel di saku bajunya."Dari Mami," gumam Laila sambil membuka aplikasi whatsappnya.[Sayang, nanti ada tamu yang akan memesan kamu jam 8 malam. Bisa kan?]Laila berdecak pelan. Lalu segera mengetik balasan untuk Mami. Sebenarnya hari ini dia tidak mood, tapi dia membutuhkan uang untuk biaya sekolah adik-adiknya dan memenuhi kebutuhan hidup ibunya di kampung.[Oke Mi. Biaya sudah deal? Paket 1 atau paket 2?][Paket 2. Cash dimuka. Bahkan biayanya dilebihkan. Setelah ini Mama transfer padamu ya, La.][Di hotel mana?][Hotel Bintang. Kamar 60.][Baiklah Mi.][Bagus. Kamu memang andalan Mami. Enggak rugi Mami menerima kamu bekerja sama dengan Mami 2 tahun lalu. Kamu tidak pernah mengecewakan Mami, La.]Sekali lagi dia mengusap batu nisan yang bertuliskan nama Anggi. Teringat saat mereka baru bertemu pertama kali di kantin kampus. Anggi, perempuan periang berusia dua puluh lima tahun yang merupakan mahasiswi akhir di universitas swasta di kota itu dengan Laila yang pendiam dan berusia dua puluh tahun, mahasiswi baru karena sempat tertunda dua tahun sebelum masuk kuliah.Anggi bercerita tentang pilihan nya menjadi kupu-kupu malam adalah dia ingin kuliah sampai lulus, dan membiayai anak lelaki nya yang berusia tujuh tahun, sedangkan bapak dari anaknya sudah pergi dengan pelakor dan meninggalkan Anggi dan anaknya dengan setumpuk utang karena ju di.Rencananya setelah Anggi lulus kuliah, dia akan melamar kerja di perusahaan yang bisa memberi gaji besar dan dia akan meninggalkan dunia hitamnya.Ting!Lamunan Laila terpotong saat dia mendengar suara notifikasi SMS banking di ponsel nya.[TRX. Rek 1123456789 : transfer from 012345678 to 098346788 Rp 3.000.000,00. 28/03/22. 13.13. Nikmati promo E-Banking.]Laila menghela nafas lalu menyeka sudut matanya yang basah. Sebelum menekuni pekerjaan ini, Laila pernah bekerja sebagai karyawan toko, tapi gajinya tidak cukup untuk membantu biaya kedua adiknya sekolah dan kebutuhan hidup sehari-hari."Ah, maafkan aku, Tuhan. Aku masih sangat membutuhkan uang untuk hidup," desis Laila pelan lalu berdiri meninggalkan makam temannya itu. Teman satu profesi tapi berbeda muc1kar1.***Laila menghembuskan napas panjang di bawah guyuran gayung untuk membilas sabun di badannya.Dengan mengenakan kimono handuk di tubuhnya, dia memilih gaun merah maroon selutut tanpa lengan. Sepatu high heels dan tak lupa tas tangannya.Laila hanya membubuhkan skincare dan bedak tipis-tipis di wajahnya lalu mengoleskan lipgloss di bibir. Tanpa sentuhan make up tebal, dia sudah tampak sangat cantik.Laila keluar dari kontrakan mungilnya dan melihat mobil mami sudah menjemputnya.Laila tidak ingin mengecewakan kliennya apalagi kliennya sudah membayar mahal total di muka. Biasanya mereka membayar jasanya dengan uang muka dan melunasinya setelah pekerjaannya selesai. Tapi kliennya untuk saat ini mungkin seorang yang kaya raya dan sangat membutuhkannya mengingat dia telah membayar lunas jasanya sebelum pekerjaannya selesai.Laila melewati sebuah masjid saat terdengar suara adzan isya'. Ada perasaan aneh menjalar di hatinya. Dan serasa air mata berdesakan keluar setiap mendengar suara panggilan salat itu.Entahlah sudah berapa purnama dahinya tidak menyentuh sajadah. Sudah berapa lama air wudu tidak menyapa kulitnya. Laila hanya tahu, bahwa dia harus kerja keras agar keluarganya tidak lagi dihina orang karena kemiskinan mereka.Laila menghela napas saat mobilnya memasuki pelataran hotel. Ditegarkan hatinya dan segera keluar dari mobil untuk bertemu dengan sang customer.***"Nama saya, Satria." Lelaki tampan dan berjas di hadapan nya mengulurkan tangan ke arah Laila.Laila tersenyum manja dan menatap hangat pada customer nya. Gadis itu mendekat dan merangkul leher Satria dengan mesra. Hampir setahun menjalani profesi ini membuat Laila tidak canggung lagi."Call me, Lala, Bang. Let's play with me now?" bisik Laila nada menggoda.Satria mengangguk. "Tutup mata kamu dan berbalik lah!"Laila mengangguk lalu melepaskan nya pelukan nya pada Satria dan membalikkan tubuhnya. Mendadak Satria menyeringai lebar dan melepas sabuk dari celananya lalu melecutkannya di badan Laila.Splashhh!***Laila meringis menahan sakit dan remuk di badannya karena kliennya ternyata pemuda tampan tapi penganut paham menyimpang.Rasanya Laila ingin berhenti bekerja dan mencari suami kaya saja. Tapi, apa mungkin ada lelaki yang bersedia menerima masa lalunya dan membiayai seluruh anggota keluarganya?Dulu sebelum dia terjun ke dunia kelam ini, Laila juga sudah meragukan jika ada lelaki yang tulus mencintainya karena dia juga harus membiayai sekolah kedua adiknya."Tidak! Aku tidak boleh menyerah dan putus asa. Keluargaku bergantung padaku. Aku harus kuat!"Laila cepat-cepat menyeka air matanya lalu memunguti uang yang semalam dihamburkan oleh pemuda itu.Meskipun badannya terasa remuk redam, dia harus segera pulang. Tapi, mendadak kepala Laila pusing dan pandangan matanya berkunang-kunang."Astaga, kenapa denganku? Lebih baik aku tidur di sini dulu," kata Laila lirih lalu dia menarik selimut dan menutupkannya ke seluruh tubuh lalu memejamkan matanya.Entah berapa lama dia tertidur, saat mendadak terdengar suara dering ponsel nya.Dengan perlahan, Laila membuka mata dan meraih tas tangannya di atas nakas, lalu mengambil ponsel."Halo, Cantik!"Next?Mata Laila langsung terbuka lebar saat mendengar suara lelaki yang tak asing itu."Ha-halo.""Suara kamu serak? Kamu habis menangis?" tanya suara seberang. "Tidak, Kak. Ada apa, Kak?" "Aku cuma ingin bertanya saja padamu, tempat apa yang penghuninya paling sedikit?"Laila mengerutkan keningnya. Merasa heran pada kelakuan salah satu senior beda fakultas di kampusnya itu. "Entahlah, saya tidak tahu.""Hm, tempat yang penghuninya paling sedikit di dunia adalah hatiku. Sebab penghuninya hanya satu, yaitu kamu."Laila tersenyum lebar. Meskipun kakak senior nya itu tidak akan tahu senyumnya, tapi lelucon dari seniornya itu sedikit menghangatkan hatinya walaupun tidak meringankan luka di sekujur tubuhnya."Kamu bisa saja kak Bintang.""Bisa dong. Hehehe. Oh ya, sarapan bareng yuk."Laila kelimpungan. "Hm, sarapan bareng, Kak?""Hm, kok malah nanya balik sih La? Jadi mau nggak? Kalau mau, share lokasi rumah kamu. Biar aku jemput!"Laila berpikir cepat. Dia segera berdiri dan mengaca. Rambu
Laila pun tercengang melihat kedatangan Bintang di hadapannya. "Waalaikumsalam. Kak, kok tahu kontrakanku sih?" tanya Laila kaget. Bintang mendekat ke arah gadis itu. "Itu bukan hal yang penting. Ijinkan aku masuk ke rumah mu dulu. Biar aku periksa luka-luka kamu," pinta Bintang lembut. Laila menyingkir dari pintu dan duduk di sofa ruang tamunya. Bintang mengikuti nya dari belakang. "Kenapa dengan wajah kamu, La?" Bintang mengulangi kembali pertanyaan nya.Laila merab* pipinya perlahan. Dia tidak mungkin mengatakan penyebab wajah nya yang lecet ini pada Bintang. Dia tidak mau Bintang ataupun mahasiswa lain mengetahui tentang pekerjaannya. Dia hanya ingin belajar, kerja, dan segera lulus kuliah untuk mendapatkan pekerjaan lebih baik. "Hei, ditanya kok melamun?" tanya Bintang seraya mengibaskan tangannya di hadapan wajah Laila. "Aku terjatuh, Kak," sahut Laila berbohong. Dahi Bintang mengernyit. "Kamu lupa kalau aku ini mahasiswa kedokteran tingkat akhir? Aku bisa membedakan mana
Laila nyaris terlonjak karena kaget mendengar suara ponsel milik Bintang yang mendadak berbunyi nyaring. Lebih kaget lagi saat melihat nama dan foto laki-laki yang tertera di layar ponsel Bintang. Kak Satria is calling ....Laila menelan ludah saat membaca nama itu berulang-ulang hingga seluruh tubuh nya gemetar dan menggigil, melihat foto dan nama Satria membuatnya selalu teringat malam itu. Telepon itu baru saja ma ti, saat Bintang ke luar dari kamar mandi. Laila menatap Bintang, sejenak dia merasa ragu saat akan menanyakan tentang Satria. Tapi karena rasa ingin tahunya lebih besar, Laila pun akhirnya mencari kalimat yang pas untuk memulai pembicaraan nya. "Kak, tadi ada telepon masuk ke hp mu.""Oh ya? Dari siapa? Dari gofo*d bukan?" "Bukan. Nama yang tertulis di layar tadi kak Satria."Bintang tersenyum sambil menatap ke arah ponselnya. "Oh, dia adalah kakak kandungku. Lain kali kalau kak Satria menelepon, kamu yang jawab ya?"Wajah Laila memucat mendengar ucapan Bintang. "Ke-
Flash back on: Laila baru saja makan malam, saat ponselnya berdering. "Ya Mi?" sapa Laila. "La, apa kamu sibuk?""Enggak juga. Baru saja makan malam. Ada apa Mi?" tanya Laila."Ada klien yang hanya ingin kamu dampingi menyanyi di tempat karaoke. Bayarannya lumayan. Kamu mau kan?" tanya Mami. "Boleh juga. Aku kan juga sering main di tempat karaoke, Mi.""Good girl. Kalau begitu, siap-siap sekarang ya di Rose karaoke.""Hah, sekarang Mi?""Iya. Kenapa? Ada masalah?""Hm, kok mendadak ya Mi? Tapi nggak apa-apa deh. Laila siap-siap dulu.""Nah, gitu dong. Habis ini langsung Mami transfer duit ke kamu.""Oke Mi."Laila tersenyum puas melihat nominal yang tertera di saldo mbanking nya sekarang. Dia lalu segera bersiap untuk tugas selanjutnya.Perlahan Laila menatap wajah nya yang masih terasa sakit. Dia belum bilang pada mami Rosa tentang perbuatan Satria. Satria sudah mengancamnya sampai begitu rupa. Dan sekarang, satu kenyataan pahit seolah menampar nya dengan telak. Satria adalah kak
Laila menelan ludah. Lalu menatap Bintang dengan takut-takut. "Kak, berhenti! Aku mau pulang saja. Aku bisa mengembalikan uang yang telah dibayar oleh mereka yang menyewaku menemani karaokean malam ini," ujar Laila lirih. Bintang menatap nya dengan tajam. "Kenapa mau pulang? Apa kamu keberatan menemaniku tidur? Jangan khawatir aku akan membayarmu dengan mahal. Berapa hargamu permalam? Sepuluh juta? Dua puluh juta?""Kak, hentikan!" pekik Laila. Dia merasa terhina karena ditawar oleh lelaki yang dicintainya.Bintang yang sedang marah terdiam. Dadanya tampak naik turun, berusaha mengendalikan emosi. "Sejak kapan kamu menjadi pemandu karaoke? Apa kamu juga melayani tamu di hotel? Jangan-jangan kamu bahkan pernah tidur dengan kakakku?!"Laila terdiam dan hanya menangis. "JAWAB, LAILA!" Bintang memukul setir dengan frustasi. "Aku mulai bekerja dengan mami Rosa sudah hampir setahun. Dan seperti yang kamu tahu, baru tiga bulan ini aku menjadi mahasiswa baru di kampus yang sama dengan
"Hai Laila, apa saya boleh masuk?" tanya Satria sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Bo-boleh."Laila mempersilakan Satria masuk ke dalam ruang tamu. "Duduk Pak. Mau minum apa?"Satria tersenyum dan duduk di sofa. "Terserah kamu, mau memberikan aku minuman apa saja.""Baiklah Pak. Tunggu sebentar di sini." Laila lalu pamit dan pergi ke dapur untuk menyeduh kopi sachet. Sambil menunggu air di teko panas, Laila berlari ke kamarnya untuk mengambil ponsel dan kembali ke dapur seraya berusaha menghubungi Bintang.Satria menunggu beberapa saat di ruang tamu sambil memainkan ponselnya. "Ck, lama amat!" keluh Satria tak sabar seraya menatap ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Lelaki itu lalu melangkah dengan cepat tanpa suara dari ruang tamu mencari Laila di dapur. "Sayang," bisik Satria lirih di telinga Laila. Laila terkejut dan membalikan badan. Tubuh Satria sangat dekat padanya. Rupanya Satria menyusulnya ke dapur.Laila hendak mundur tapi ada
Laila dikejutkan oleh suara ponselnya yang berdering saat dia sedang memasak ayam goreng untuk makan malam."Halo.""Halo, La. Kamu bisa ke rumah sakit nggak? Mami kecelakaan. Parah banget. Butuh banyak darah. Stok darah di PMI kosong, sementara darah kami nggak ada yang cocok untuk mami. Ada yang cocok dua, tapi semua mengalami anemia. Seingat ku golongan darah kamu B kan? Coba ke rumah sakit Mitra Sehat sekarang. Siapa tahu darah kamu bisa menyelamatkan mami. Karena mami akan dioperasi sekarang!"Laila terkesiap mendengar penuturan salah satu rekan seprofesi nya itu. Walaupun dia merasa marah karena mami mempersulit syarat untuk Laila keluar dari pekerjaan nya, tapi dia tidak bisa menampik fakta bahwa melalui perantara mami Wati lah dia bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup ibu dan kedua adiknya. "Baiklah. Aku ke rumah sakit sekarang!"**Golongan darah Laila dinyatakan cocok dari segala aspek untuk menjadi pendonor darah bagi mami Rosa. Gadis itu terpekur di depan
Laila terdiam. Dia terlalu terkejut dengan berita yang memukul nya ini. Tangan dan tubuhnya gemetar, keringat dingin membasahi tengkuknya, jantungnya berdebar lebih kencang. "Nak, kok pertanyaan dari ibu tidak dijawab? Apa semua itu benar? Jawab, Nduk?"Laila tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dia menjatuhkan diri di lantai dan menangis tersedu-sedu. "Maaf, Bu. Maaf." Hanya itu kata yang bisa diucapkan oleh Laila. Terdengar helaan nafas berat dari keduanya. "Jadi selama ini yang uang yang kamu kirimkan pada kami hasil dari ..," ucapan dari ibu Laila terputus dan terdengar isak tangis dari kedua anak beranak itu. Sementara itu di luar rumah, Bintang masih tetap menggedor-gedor pintu. "Sayang, buka pintunya! Kalau kamu tidak mau membuka pintu, aku akan mendobrak nya!"Sepi tidak ada jawaban. Bintang mulai kehilangan kesabaran. "Kalau begitu aku akan mendobrak pintu ini dalam hitungan ketiga. Satu, dua, ..,"Sebelum hitungan ketiga, pintu rumah Laila terbuka dari dalam. Waja