Share

KEDOKTER

Sekarang sudah hari senin, sungguh sangat tak terasa sekali. Padahal aku merasakan baru saja tertidur namun harus kembali bangun untuk pergi kerja. Bangkit dari tempat tidur lalu berjalan kearah kamar mandi. Menatap pantulan diri ini yang masih biasa aja tak ada perubahan di hadapan cermin. Aku menarik nafas dan membuangnya dengan kasar.

“Semangat aku pasti bisa!!!” Menyemangati diri sendiri kemudian tersenyum tipis. Mencari pakaian yang akan kugunakan saat pergi bekerja nanti lalu masuk ke bathtub dan mulai merendamkan diri. Sekitar dua puluh menitan aku selesai mandi, sesudah itu berjalan keluar kamar. Melihat Amanda sedang menyiapkan makanan diatas meja, melangkahkan kaki dengan perlahan bermaksud untuk mengejutkan.

“Gak bakal kaget!” Seru Amanda padanya yang membuat dia merubah wajah menjadi sedih. Berubah menjadi senyum mengembang saat melihat ada makanan favorite ku di meja makan yaitu ayam mentega. Aku mendekat dan tentu saja mencium aroma sedap itu.

“Terimakasih Man, serius ini enak banget!!!” Teriak ku sambil memakan ayam mentega tersebut dengan lahap. Tak menghiraukan tatapannya padaku. Setelah selesai memakan semua makanan ini, aku berpamitan untuk berangkat kerja. Ditengah jalan aku membuka sosial media untuk memastikan apakah ada sesuatu terjadi dan ternyata tidak ada. Aku mengelus dada sambil mengucap syukur.

Sampai di depan pintu, aku melihat Rafael tengah meringkuk diatas sofa. Berlari mendekat padanya kemudian memegang keningnya untuk memastikan apakah demam. Untung saja tidak, mungkin tenggorokan nya yang bermasalah. Ku lihat Rafael menutup matanya sambil memegang tenggorokkan, ku tepuk-tepuk badannya agar bangun dan tentu saja berhasil.

“Pokoknya harus kerumah sakit! Buruan sebelum tuh suara hilang selamanya!” Perkataan Keiza membuat Rafael membelakkan matanya. Tak sampai disitu aja, Keiza juga sengaja memanas-manasin suasana agar Rafael mau ke dokter.

“Ntar suaranya hilang gak bisa nyanyi, di katain bisu mau?” Rafael yang mendengar perkataan Keiza tadi langsung saja bangkit dan mengambil kunci mobil. Keiza tersenyum melihatnya kemudian berjalan mengikuti Rafael. Sampailah mereka di rumah sakit dan berada di ruangan praktek dokter. Baik Rafael maupun Keiza sedang cemas menunggu hasil laporan pemeriksaan.

“Baik, sesuai hasil laporan terlihat memang ada sedikit gangguan di pita suara anda. Mungkin karena suara anda mengalami proses perubahan dan terlalu di paksakan untuk anda pakai, menyebabkan seperti ini jadinya.” Jelas dokter kepada mereka berdua.

“J-jadi gini dok intinya aja b-bisa?” tanya Rafael dengan suara yang dipaksakan.

Dokter menggelengkan kepala lalu tersenyum menatap Rafael sebentar. “Intinya suara kamu bermasalah dan tak dapat digunakan sampai beberapa minggu kedepan.”

Rafael mengacak rambutnya kemudian menatap Keiza, sedangkan yang ditatap juga hanya menggelengkan kepala.

“Apakah penyembuhan selama itu dok? Atau ada pengobatan cepatnya?” Tanya Keiza pada dokter.

“Ada! Dengan cara operasi, tapi tingkat kesembuhannya juga tak cukup besar hanya 10% saja.” Dokter tersebut kembali memberi penjelasan dan Keiza kembali menatap Rafael untuk menanyakan pendapatnya.

“Sebenarnya untuk pria biasa penyakit ini tak terlalu perlu dikhawatirkan, namun anda seorang penyanyi. Tentu saja hidup anda tak akan bermakna tanpa bernyanyi. Baiklah saya bisa kasih resep obat untuk penenang rasa sakit saja, kalau memang mau operasi bisa ke bagian administrasi.” Setelah mengatakan itu sang dokter langsung menulis sebuah resep obat.

Sekarang mereka telah kembali di dalam mobil menuju rumah. Keiza melihat Rafael menundukkan kepalanya sambil diam tak bersuara. Keiza memengang tangan Rafael, lalu mereka berdua bertatapan. Keiza tersenyum kemudian Rafael memeluk Keiza dari samping.

“PAYAH! GAK BERGUNA! SIALAN!”

“Aku gak bisa sembuh lagi? Aku gak mau operasi! Hidup ku tak akan berguna kalau gak nyanyi!” Rafael mengatakan disela-sela tangisnya. Sekarang Keiza hanya diam sambil mengelus-elus pundak Rafael. Dia tak ingin mengatakan kata-kata yang memperkeruh suasana, lebih baik diam dan mendengarkan saja. Terlarut dalam elusan dirinya baru mengingat satu hal. Mengambil ponsel nya dan mencari satu nama yaitu Pak Andika. Mengirim pesan tentang kondisi Rafael yang tak akan bisa mengikuti acara bernyanyi, kemungkinan akan digantikan oleh orang lain.

“Rafael, kakak dengar dari Andika kamu sakit?”

Sekarang kami telah sampai dirumah akan tetapi saat masuk kedalam, kami langsung disambut dengan pertanyaan kakaknya Rafael dan juga sang ayah yang berjalan mendekat. Rafael menatap kedua orang tersebut dengan datar. Keiza merasa tak enak berada di tengah keluarga ini, ada hawa-hawa panas dingin yang dia rasakan. Saat ijin pulang dan kakinya mau melangkah keluar, sebelah tangannya di tarik oleh Rafael. Dia menatap tangannya lalu beralih kearah wajah orang itu. Rafael menarik tangan Keiza kearah sofa. Sedangkan Keiza yang merasa kaget dengan tarikan di tangannya membuat dia menabrak punggung Rafael akibat berhenti mendadak.

“Rafael, bagaimana keadaan mu nak?” Tanya Ayahnya pada dia. Sedangkan yang ditanya hanya diam saja tak ada niat menjawab. Keiza yang melihat itu tentu saja merasa tak enak dan menjawab pertanyaan tersebut.

“Ah ya tuan, Rafael mengalami gangguan suara yang bisa dibilang tak perlu begitu dikhawatirkan-“ Ucapan Keiza terpotong oleh suara ayah Rafael yang menyela.

“Apa kamu bilang? Tidak terlalu dikhawatirkan? Kamu hanya seorang asisten dan juga tak merasakan bagaimana tersiksanya Rafael!”

Keiza terdiam dan menundukkan kepala, merasakan genggaman ditangannya yang tak lain adalah genggaman Rafael. Bisa dilihat Rafael menatap sang ayah dengan pandangan tajam.

“Anda tak berhak membentak dia! Karena bagi saya lebih berharga dia daripada anda!!!” Emosi Rafael meluap, Keiza berusaha menenangkan. Lalu Railine datang menyudahi sesudah itu menatap Rafael kembali.

“Oh ya, tadi ayah ingin bilang sesuatu ke Rafael kan? Kakak aja ya yang sampaikan?” Ayah Rafael hanya mengangguk pendengar pertanyaan Railine.

“Rafael, tadi ayah mengatakan ingin membawa kamu ke luar negeri,” ucapan Railine terhenti saat Rafael ingin memotongnya.

“Jangan salah paham dulu. Ayah ingin kau menjalani pengobatan dengan dokter kenalan ayah. Sang dokter juga sudah sangat ahli. Bagaimana?” Railine melangkah mendekat kemudian merangkul bahu Rafael.

“Demi kesembuhan kamu dek, terima saja.” Sambung Railine pada Rafael. Sedangkan yang ditanya langsung menhembuskan nafas lalu berdiam selama beberapa detik.

“Keputusan terserah asisten ku saja!” Pernyataan Rafael membuat semua kaget salah satunya Keiza. Dia menatap semua orang, lalu terfokus pada ayah Rafael yang merubah raut wajahnya menjadi seperti memandangnya sampah yang menjijikan.

“H-hah?” Hanya reaksi ini yang dapat Keiza keluarkan dari dalam mulutnya. Lalu Rafael menatapnya.

“Ku serahkan semua padamu. Aku percaya!”

Bethoven

Jangan lupa tinggalkan jejak nya!!!

| 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status