SELAMAT MEMBACA SEMUANYA
--- Sekarang di kediaman keluarga Putra sedang heboh karena Ares yang rewel. “Aaaaaa... janan ganggu Yes, om Talaaa!” protes Ares kesal pada Tara. Ya, hari ini Ares rewel karena omnya yang bernama Tara—anak dari adik opanya—sedang main ke rumah. “Ays si bocil, nama om itu om Tara, bukan om Tala. Ngerti gak sih kamu tuh?” ujar Tara menggoda Ares gemas. Ares menatap Tara dengan pandangan sinis, seolah paham kalau Tara sedang mengejeknya. “Iya om Tala. Om Tala kan Yes cudah benal itu...” ucap Ares lagi dengan kesal memelas. “Ah elah, cil. Gak asik bener lu jadi bocil,” kata Tara lagi. “Om Tala yang gak acik! Janan ganggu Yes! Cana pelgi aja!” balas Ares kesal. “Baperan amat sih, kesayangan om ini. Sini cium dulu, gemes deh,” kata Tara sambil memeluk Ares. “Mau ikut om jalan-jalan gak, cil?” tanya Tara saat Ares masih dalam pelukannya. “Mauuuuuuuu!” teriak Ares riang sambil melepaskan diri dari pelukan Tara dan menatapnya dengan senyum gummy khasnya. Tara yang melihat tingkah Ares hanya bisa tersenyum gemas dan mencium pipinya berkali-kali. “Kalau gitu, kita siap-siap dulu, oke?” “Oteeee!” jawab Ares sambil mengusap wajahnya yang penuh bekas ciuman Tara. Tara cuma bisa memutar mata dengan jengah. Mereka pun naik lift untuk bersiap-siap. Setelah itu, Tara dan Ares meminta izin kepada Putra. “Halo Papaaa!” sapa Ares riang saat melihat sang Papa di layar panggilan video. “Kenapa, Boy?” tanya Putra. “Papa, Yes mau jalan-jalan cama om Tala ya” pinta Ares. “Om Taranya mana? Papa mau ngomong.” “Kenapa, Bang?” tanya Tara sambil mendekat setelah mendengar Putra mencari dirinya. Putra memang lima tahun lebih tua dari Tara. Tara sendiri punya dua saudara—kakak laki-laki yang tinggal di Jerman dengan dua anak kembar, dan kakak perempuan seumuran Putra yang tinggal di Jepang bersama suaminya. “Mau ke mana?” tanya Putra langsung. “Gak jauh-jauh kok, Bang. Paling ke taman, atau kalau nggak ya ke mall.” Sebenarnya Tara belum tahu mau ke mana, tapi besar kemungkinan mereka bakal ke Timezone. “Jangan pulang kesorean,” kata Putra akhirnya memberi izin. Saat Tara ingin menjawab, tiba-tiba Ares menarik bajunya dan menyembulkan kepala. “Papa, uangna mana?” “Iya, nanti Papa kirim ke om Tara.” “Eh, gak usah, Bang. Pakai uangku aja,” ucap Tara cepat. “Gak apa-apa, kirim aja nomor rekening. Ares itu kalau jajan suka kelewatan” kata Putra sambil mengingat betapa borosnya Ares kalau lihat mainan. --- Setelah panggilan selesai, pintu ruangan Putra diketuk dari luar. Tok… tok… tok… “Masuk” ucap Putra. “Pak, satu jam lagi kita ada meeting di luar” ujar Nindi. “Ada apa lagi?” “Tidak ada lagi, Pak. Anda bisa pulang atau kembali ke kantor nanti.” “Bilang ke Satria juga.” “Sudah saya sampaikan sebelumnya, Pak.” “Hm.” Putra kembali fokus mengerjakan pekerjaannya. --- Hari ini Dinda hanya mengajar tiga kelas: kelas 1 SD, kelas 4 SD, dan satu kelas SMP. Setelah selesai mengajar pukul tiga sore, Dinda tidak langsung pulang. Ia pergi ke mall untuk mencari buku bahan ajar. Sesampainya di Gramedia, Dinda langsung sibuk memilih buku. “Kayaknya yang ini bagus deh buat anak-anak SMP. Materinya juga belum aku ajarkan,” gumamnya sambil melihat buku. Setelah keliling cukup lama, Dinda membeli lima buku: empat buku ajar dan satu buku resep masakan. Entah kenapa hari itu ia merasa ingin belajar masak. “Ini aja, Kak?” tanya kasir. “Iya, Mbak. Berapa semuanya?” “Totalnya jadi empat ratus lima puluh ribu, Kak.” Dinda membayar, lalu keluar dari Gramedia dan lanjut berkeliling. --- Sementara itu, Tara dan Ares sudah sampai di mall. Tara mendapat notifikasi dari Putra—uang untuk jalan-jalan sudah ditransfer. “Wih, gila bapak lo cil, banyak banget ngasih duit. Masih bocil aja udah dikasih segini,” gumam Tara kagum. “Nanti kalau gak habis, buat om aja ya?” lanjutnya dengan senyum licik. Ares yang gak ngerti apa-apa hanya mengangguk polos. “Nanti kalau ditanya, bilang aja udah habis buat main, ya.” “Iya, om Tala. Ayo cepetan jalanna, lama amat kaya ciput!” “Om lempar mau, biar cepet sampai?” “Mauuuuuu~!” “Ays si bocah… dah diam. Bentar lagi sampai.” Hampir dua jam Tara menemani Ares main di Timezone. Tara sudah capek, tapi Ares masih semangat. “Cil, ayo dong, udahan.” “Iya, bental lagi om Tala,” jawab Ares—untuk kesekian kalinya. “Cil, kamu gak capek? Om capek tau…” Ares menatap Tara sedih. “Yah... ya cudah, kita pulang aja deh om…” Tara langsung panik. “Eh nggak papa, kalau Ares masih mau lanjut, om temenin kok.” “Kita pulang aja om…” ucap Ares benar-benar lesu. Tara berpikir cepat. “Gimana kalau kita makan terus cari es krim dulu sebelum pulang? Mau?” “Es klim? Maaaauu!” jawab Ares semangat. “Oke, let's go!” “Let gooooo!” seru Ares, mengepalkan tangannya seperti Ultraman. --- Sekarang mereka sedang antre beli es krim. Tapi tiba-tiba terdengar suara anak kecil menangis. Tara kaget. Ares tidak ada di sampingnya. Ia menoleh dan melihat Ares menangis, berdiri di depan seorang perempuan berhijab putih, baju putih, dan rok krem. “Astaga, bocil kenapa, sayang?” tanya Tara sambil menggendong Ares. Ia menatap perempuan itu, agak kaget. Cantik. “Mbak marahin keponakan saya, ya? Kalau ada salah, saya minta maaf. Tapi jangan sampai bikin dia nangis dong.” “Aduh, Mas. Maaf banget, saya gak tahu kenapa keponakan Mas nangis,” ujar perempuan itu—Dinda—dengan panik. “Tapi buktinya, dia nangis gara-gara Mbak.” “Hiks... hiks... Om Tala... Yes nangisna cedih... es klim Kakakna jatuh gala-gaa Yes... huhuhu…” jelas Ares di tengah isak. Ternyata tadi Ares lari-larian dan hampir menabrak Dinda. Karena kaget, Dinda berhenti mendadak dan menjatuhkan es krim yang baru dibelinya. “Ah, maaf Mbak, saya sempat marah-marah,” ujar Tara merasa bersalah. “Gak apa-apa kok, Mas.” “Ayo cil, minta maaf dulu sama Kakaknya.” “Maaf, Tatak... Yes calah…” “Iya, gak masalah kok. Tapi lain kali gak boleh lari-lari ya. Kalau jatuh nanti kakinya luka loh,” ujar Dinda lembut. “Iya, Tatak~” jawab Ares. “Hm... buat es krimnya, saya pesankan lagi ya, Mbak. Tapi saya titip keponakan sebentar,” kata Tara lalu pergi. “Nama kamu siapa?” tanya Dinda sambil mengajak Ares duduk. “Nama Yes adalah Ales, Tatak!” “Ares, bener?” “Yeee, Tatak benarr~ Tatak pintal!” “Wah, ngomong apa nih seru amat?” ujar Tara sambil kembali membawa dua es krim. “Ini untuk Ares, dan ini untuk Mbak…?” “Dinda. Panggil aja Dinda.” “Saya Tara, dan ini Ares, keponakan saya.” “Tadi kami sudah kenalan. Salam kenal, ya.” “Eh, kita mau makan nih. Mbak mau ikut?” “Eh... gak usah deh. Saya mau pulang aja.” “Kut ja Tatak~! Yes mau mam ayam goleng, enak!” ajak Ares polos. “Nah, ikut aja, Mbak. Bocil mau traktir kita makan, ya kan cil?” Ares mengangguk serius sambil makan es krim. Dinda tersenyum. Ia melihat jam tangannya: 17.47. Yah, pulang telat malam ini... tidak masalah, bukan? --- TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA DAN MEMBERI DUKUNGAN.SELAMAT MEMBACA SEMUANYA---Sekarang di kediaman keluarga Putra sedang heboh karena Ares yang rewel.“Aaaaaa... janan ganggu Yes, om Talaaa!” protes Ares kesal pada Tara.Ya, hari ini Ares rewel karena omnya yang bernama Tara—anak dari adik opanya—sedang main ke rumah.“Ays si bocil, nama om itu om Tara, bukan om Tala. Ngerti gak sih kamu tuh?” ujar Tara menggoda Ares gemas.Ares menatap Tara dengan pandangan sinis, seolah paham kalau Tara sedang mengejeknya.“Iya om Tala. Om Tala kan Yes cudah benal itu...” ucap Ares lagi dengan kesal memelas.“Ah elah, cil. Gak asik bener lu jadi bocil,” kata Tara lagi.“Om Tala yang gak acik! Janan ganggu Yes! Cana pelgi aja!” balas Ares kesal.“Baperan amat sih, kesayangan om ini. Sini cium dulu, gemes deh,” kata Tara sambil memeluk Ares.“Mau ikut om jalan-jalan gak, cil?” tanya Tara saat Ares masih dalam pelukannya.“Mauuuuuuuu!” teriak
SELAMAT MEMBACA SEMUANYA---“Halo. Assalamualaikum, Mbak Pita,” ucap Dinda saat sambungan teleponnya diangkat oleh Pita.“Waalaikumsalam. Halo, Dinda. Apa kabarnya?” jawab Pita dari seberang.Dinda tersenyum mendengar sapaan hangat itu.“Alhamdulillah, baik, Mbak Pita. Mbak sendiri gimana? Sehat-sehat di sana?”“Iya, Alhamdulillah, baik juga. Wah, tumben nih nelpon malam-malam. Kayaknya penting banget ya?” tanya Pita dengan nada penasaran, diselingi tawa ringan.“Maaf ya, Mbak, ganggu waktu istirahatnya. Gini, Mbak, Alhamdulillah tempat Bimbel Mbak Pita sekarang muridnya udah nambah, jadi delapan puluh orang.”“Masya Allah, Alhamdulillah! Ini kabar gembira, Din. Terima kasih juga ya, kamu udah jalankan bimbel ini dengan baik selama Mbak kuliah di sini,” ujar Pita dengan penuh rasa syukur dan bahagia.“Alhamdulillah, Mbak. Jadi, rencananya aku mau nambah alat-alat belajar buat para siswa,” jelas Dinda,
"SELAMAT MEMBACA SEMUANYA---"Terima kasih, anak-anak, untuk waktunya sore ini. Terima kasih juga karena sudah semangat belajar hari ini," ucap Dinda pada murid-murid lesnya."Sama-sama, Miss Dinda. Terima kasih kembali," jawab mereka serempak.Hari ini tepat satu bulan Dinda menjadi guru les di tempat bimbingan belajar."Miss akhiri ya. Kalau tidak ada pertanyaan lagi, sekian dan terima kasih," tutup Dinda mengakhiri sesi belajar sore ini."Pulangnya hati-hati ya. Jangan kebut-kebutan," pesan Dinda saat para murid berpamitan sambil salim satu per satu.Kebetulan hari ini jadwal mengajar untuk anak-anak SMA, jadi sebagian dari mereka sudah membawa kendaraan sendiri, sementara yang lain menunggu jemputan.Sementara itu di kantor, Putra masih sibuk dengan berkas-berkas di mejanya. *Tok... tok...* suara ketukan pintu ruangannya terdengar. "Masuk," ucap Putra tanpa mengalihkan pandangan dari dok
SELAMAT MEMBACA SEMUANYA --- Sudah dua minggu Dinda mengajar, dan ia benar-benar menikmati pekerjaannya. Kini ia tampak melamun, teringat kejadian dua hari lalu saat di rumah Putra. Flashback – dua hari lalu... "Miss, hali ini Yes mau belajal baca caja, ya," ujar Ares pada Dinda. "Tentu, hari ini Miss akan membebaskan Ares belajar apa saja," sahut Dinda sambil tersenyum. "Wah, makacih, Miss!" ujar Ares senang. "Okee, sekarang Ares mau baca buku yang mana?" tanya Dinda sambil menjejerkan berbagai buku panduan baca di atas meja kecil belajar mereka. Ares diam, memandang buku-buku itu, mencoba memilih salah satu. Tak lama, Ares menjawab pelan, "Yes ndak cuka cemuana, Miss." "Gak suka semuanya, ya?" tanya Dinda sabar. Ares mengangguk pelan sambil menunduk, tampak takut. "Baiklah, tidak apa-apa," ucap Dinda menenangkan Ares. "Miss akan cari buku lain. Tunggu, ya," lanjutnya sambil berdiri dan melangkah ke rak buku di ruang belajar Ares. Dinda menemukan sebuah buku dongeng a
SELAMAT MEMBACA SEMUAMYA --- Langit siang itu terasa sangat cerah, angin bertiup pelan seolah memberi semangat baru. Dinda tiba 10 menit lebih awal di rumah Putra. Ia disambut lagi oleh pria penjaga rumah yang ramah, kemudian masuk ke dalam setelah dipersilakan. Tapi hari ini tidak seperti kemarin. Ares sedang... rewel. Ares menyembunyikan diri di balik sofa, wajahnya cemberut. Dinda mengernyit pelan, menaruh tasnya di meja belajar kecil di sudut ruangan. "Ares kenapa, Mbak?" tanya Dinda kepada pengasuh Ares—Nita. "Aduh! Saya juga tidak tahu, Miss. Dari tadi saya tanya, Adek kenapa, tapi tidak dijawab," jelas Nita. "Ares, sini coba cerita sama Miss. Ares kenapa?" tanya Dinda, mencoba membujuk. “Ares ndak mau belajal,” katanya cemberut. “Lho, kenapa? Kan kemarin semangat banget.” Ares mendongak dari balik sandaran sofa. “Ngantuk... dan Mama Yes tenapa ndak ada?” tanya Ares sedih. Kata itu "Mama" membuat langkah Dinda seketika melambat. Dinda baru menyadari satu hal, dari
SELAMAT MEMBACA SEMUANYA --- Adinda Rahayu mengusap keringat di wajahnya yang mulai memerah karena terik matahari. Map berisi dokumen lamaran kerja masih erat di tangannya, sementara seragam putih-hitam yang ia kenakan mulai terasa lembap. Sudah lima bulan ia mencari pekerjaan, dan hari ini pun belum membuahkan hasil. Ia berdiri di pinggir jalan, mencoba berteduh sambil membuka ponsel yang berdering. “Halo, assalamualaikum, Cin,” ucap Dinda lemas. “Waalaikumsalam. Di mana sekarang?” tanya suara di seberang. Cindy, sahabatnya sejak SMA. “Baru keluar dari sekolah swasta di Jalan X. Masih belum ada kabar juga,” jawab Dinda. “Gue jemput. Ada kabar bagus buat lo.” Belum sempat Dinda bertanya lebih lanjut, Cindy sudah menutup telepon. Tak lama, mobil putih berhenti di depan warung kecil tempat Dinda berteduh. “Cepet amat, Cin,” kata Dinda saat masuk ke dalam mobil. “Gue kebetulan lagi nyari buku di perpustakaan deket sini. Dengar ya, Din... tetangga kompleks gue buka lowongan gur