SELAMAT MEMBACA SEMUNYA
...Minggu pagi yang cerah. Tanpa alarm dan jadwal mengajar, Dinda bangun, menyibak tirai kamarnya. Suara ayam dan lantunan ibu-ibu dari luar rumah menyambutnya, sederhana tapi istimewa.Usai bersih-bersih, ia melangkah ke dapur dengan daster bunga dan rambut dikuncir seadanya. Ibunya sudah sibuk, ditemani lagu Cinta Merah Jambu yang diputar dari radio kecil.“Pagi, Bu.”“Pagi, Nduk. Tumben hari libur bangun pagi,?” tanya Bu Ara sambil mengeluarkan bahan masakan di dalam kulkas.“Gak tahu juga bu, mungkin karena mau bantuin Ibu.” ucapnya “mau masak apa aja, Bu?” tanyannya“Rencana mau masak lodeh, sambal goreng kentang, sama bakwan jagung. Tapi sepertinya bahannya banyak yang kurang.”Dinda mengangguk pelan. “Kalau gitu, ke pasar dulu ya, Bu?”Bu Ara menoleh sebentar, lalu tersenyum. “Yaudah, nemenin Ibu, ya? Sekalian bantu Ibu angkat-angkat belanjaannya.”…Pasar Minggu pagi itu ramaSELMAT MEMBAC SEMUANYA...Satu minggu liburan telah berlalu.Kegiatan Dinda tak jauh-jauh dari menunggu tempat bimbel setiap harinya. Ia juga sibuk membuat brosur untuk promosi bimbel mereka, serta telah membuka lowongan baru untuk mencari dua pengajar—khusus jurusan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.Setelah dipikir-pikir, Dinda merasa sudah tidak sanggup lagi mengatur waktu untuk kelas-kelas SMA. Soalnya, bimbel ini semakin berkembang pesat; kini ada peminat dari semua jenjang—TK, SD, SMP, hingga SMA.Sore itu, Dinda sedang menjelaskan kepada salah satu orang tua yang datang mencari bimbel untuk anaknya.“Kalau untuk anak TK, kita ada kelas reguler, Pak,” jelas Dinda saat pria tersebut bertanya tentang kelas yang cocok untuk anaknya.Orang itu mengangguk, lalu menunjuk ke brosur yang Dinda pegang. “Ini ada kelas non-reguler. Apa bedanya dengan reguler?” tanyanya.Dinda tersenyum sopan. “Itu khusus untuk anak SMP
SELAMAT MEMBACA SEMUANYA...Kegaduhan terjadi malam itu di rumah Karim. Penyebabnya tak lain adalah Ares.“Huaa… Ibu… hiks… kaki Yes… hiks… gatal… hiks…” Ares menangis keras. Ia tidak tahan dengan rasa gatal yang menyerang kakinya.Ternyata, semua itu berawal dari kejadian siang tadi—saat Ares bermain di ladang dekat kandang kerbau bersama Mark.Flashback on..."Lihat...." telunjuk ares mengarah pada kakinya."Astaga dek..." ujar mark sedikit berteriak.Bagaimana tidak berteriak, kalau di kaki Ares ada seekor nyamuk besar—perutnya gendut karena kekenyangan menghisap darah Ares?“Lucu ya, Kakak…” ucap Ares polos. Ia memang belum tahu banyak hal. Tentu saja Ares tidak tahu binatang apa itu—karena baru kali ini ia melihat seekor nyamuk secara langsung.Kalau ditanya, “Apa itu nyamuk?” Ares pasti menjawab mantap, “Hewan pemakan dalah!” Darah, maksudnya. Ia tahu itu dari Putra—sumber segala il
SELAMAT MEMBACA SEMUANYA ... Ares betul-betul menikmati liburannya di rumah Kakek dan Nenek. Sehari penuh ia bermain di halaman, tertawa, dan sama sekali tidak rewel meski jauh dari Putra. Namun, tetap saja, menjelang sore ia akan meminta video call. “Mau lihat Papa,” begitu caranya menyampaikan rindu—kadang hanya lewat gestur menunjuk layar ponsel. Ia tidak menangis, tapi wajahnya berubah setiap kali belum melihat Putra; ada rasa kosong yang sulit ia jelaskan. Ares memang belum fasih menyampaikan perasaan. Untungnya, Kakek dan Neneknya cepat paham. Mereka yang akhirnya menyalakan ponsel, memanggil Putra, dan membiarkan cucu kecil itu tersenyum lagi begitu wajah yang dirindukannya muncul di layar. Seorang wanita cantik memasuki kamar anaknya. Ia tersenyum melihat dua anak laki-laki kecil masih tertidur lelap dalam pelukan satu sama lain. Meski sinar matahari sudah menembus jendela, mereka sama se
SELAMAT MEMBACA SEMUANYA...Tak terasa, waktu terus berlalu. Kini tibalah saatnya liburan panjang bagi anak-anak sekolah setelah melewati ujian yang cukup menguras pikiran mereka. Begitu pula dengan Ares. Meskipun ia belum merasakan lelahnya ujian seperti anak-anak sekolah pada umumnya, ia tetap mendapatkan waktu libur dari kegiatan belajarnya. Sebenarnya, itu keputusan Putra—ia sengaja meliburkan Ares karena berencana mengajaknya berlibur ke rumah nenek Ares dari pihak ibunya. Karena sedang libur, Dinda pun tak memiliki banyak kegiatan di rumah. Setelah dipikir-pikir, dari pada menganggur, lebih baik ia mencoba membuat kue kering menggunakan buku resep yang sudah lama ia simpan. Selain itu, Dinda juga punya janji dengan Cindy nanti sore untuk menghabiskan waktu bersama—sesuatu yang sudah lama tidak mereka lakukan. Tak terasa, waktu temu janji Dinda dan Cindy akhirnya tiba. Setelah selesai membuat kue kering, Dinda
SELAMAT MEMBACA SEMUANYA...Seminggu yang lalu, ulang tahun Ares nyaris berakhir kacau karena kedatangan sesuatu yang mengejutkan. Namun, tidak demikian bagi Ares—ia justru sangat bahagia.Bagaimana tidak? Saat salah satu temannya berteriak heboh, disusul teriakan teman-teman lainnya, suasana ulang tahun langsung menjadi riuh.Semua bermula ketika tiba-tiba seekor dinosaurus masuk ke tengah-tengah kemeriahan pesta. Ya, dinosaurus! Di tengah keasyikan bermain dan tertawa, kehadiran makhluk besar berkostum itu mengejutkan banyak tamu kecil.Dan… apakah kalian tahu siapa yang berada di dalam kostum dinosaurus itu?Jawabannya adalah Satria.Ya, Satria-lah yang sengaja menyamar demi membuat kejutan. Dan seperti yang ia katakan pada Ares sebelumnya—“Om punya kado spesial buat, Ares!”—Ternyata inilah maksudnya. Sebuah kejutan yang tak terlupakan, penuh tawa… dan sedikit jeritan panik.Putra melangkah pelan m
SELAMAT MEMBACA SEMUANYA...Dari kejauhan, Nissa memandangi Putra yang tengah berbincang dengan Dinda. Jarak memang memisahkan, tapi sorot mata mereka bicara lebih dari sekadar kata. Ia tak tahu apa yang mereka bicarakan—namun ada kesan serius di wajah keduanya, seolah sedang berbagi rahasia yang tak ingin didengar dunia. Nissa menarik napas pelan. Ia ingin tahu… tapi percakapan dengan ibu panti menahannya untuk sekadar menoleh lebih lama. “Miss Dinda…” panggil Tara dengan nada yang sedikit lantang, memecah keheningan kecil yang ada. Langkahnya cepat menghampiri Dinda yang masih berdiri di samping Putra. Dinda pun menoleh. Senyum manis langsung merekah di wajahnya saat melihat Tara. “Hai, Tara,” sapanya hangat, dengan suara lembut yang seolah meredakan suasana. Putra mengalihkan pandangannya sesaat saat Tara menghampiri mereka. Ia tahu, bahwa anak laki-laki itu menyimpan rasa suka pada Dinda. Dan walaupun