Share

MENGEJAR CINTA IDOLA
MENGEJAR CINTA IDOLA
Penulis: Handira Rezza

Memberikan Bunga

"Velope! Tengok ke arah sini!" teriak salah seorang fotografer yang berada di tengah kerumunan fotografer lainnya.

"Velope! Senyum yang lebar, Velope!" seru fotografer lain dengan bersemangat.

Di tengah kerumunan yang terbelah dua, seorang gadis berparas rupawan, berdiri sembari melambaikan tangannya. Tak lupa juga dia melemparkan senyuman ke beberapa arah, juga memberikan pose terbaik yang bisa dia tunjukkan.

Ya, dialah Velope Pranaja, aktris tanah air yang namanya saat ini sedang melambung tinggi. Kecantikan dan keramahannya menarik semua orang, membuat pria maupun wanita tergila-gila padanya.

Selesai memberikan kesempatan pada para fotografer untuk mengambil foto dirinya, Velope mulai berjalan ke arah mobil hitam yang menunggunya. Namun, langkah kakinya berhenti ketika dia mendengar suara kasar sang bodyguard di belakangnya.

"Kamu tidak boleh mendekat! Pergilah!" teriak salah seorang bodyguard Velope kepada satu pria dengan wajah tampan yang menakjubkan. Di tangan pria tersebut, terdapat buket bunga mawar yang indah.

Velope mengernyitkan dahi, lalu masuk ke mobil. Bukan maksud hati menyia-nyiakan niat baik penggemarnya, terutama seorang pria tampan. Akan tetapi, pria tampan macam apa yang tak pernah Velope lihat? Selain itu, tak ada yang pernah tahu apa hadiah tersebut aman atau tidak.

Setelah beberapa saat, pintu mobil terbuka dan asisten Velope masuk ke mobil. Di luar dugaan, buket yang tadi Velope lihat, sekarang berada di hadapannya.

“Dari penggemarmu,” ucap sang asisten seraya duduk.

“Kamu terima?” tanya Velope. Matanya membesar, terkejut dengan kejadian yang langka ini. Biasanya, asistennya akan menolak segala hadiah yang tidak diberikan pada saat fans meeting.

Asisten Velope tersenyum tipis. “Dia tampan dan kelihatannya sangat menyukaimu. Jadi, kuterima saja!”

Wanita itu pun berkata pada supir, “Jalan sekarang, Pak!”

Velope memutar bola matanya dan memperhatikan buket bunga itu. Dia pun melihat sepucuk surat di tengah bunga-bunga mawar tersebut.

Tertulis di atas kertas berwarna merah muda itu ungkapan hati sang penggemar.

'Velope, aku adalah salah satu penggemar beratmu. Aku harap, aku bisa mengenalmu lebih dekat, tapi … kenapa kamu selalu mengacuhkanku? Kenapa kamu tidak pernah juga membalas sapaanku di media sosial?’

Membaca isi surat itu, mata Velope membelalak. Kemudian, dengan ekspresi kesal dan marah, dia merobek surat tersebut.

Tindakan Velope mengejutkan sang asisten. “Kenapa kamu merobeknya?!”

Dengan mata penuh marah, Velope memberikan buket bunga itu kembali pada asisten kecilnya sembari berkata, “Kalau kamu melihat pria itu lagi, jangan pernah menerima hadiah apa pun darinya!”

Gadis cantik itu melipat kedua tangan dan memasang wajah jijik. Dia bergumam, “Penggemar gila ...”

***

“Bukannya belajar bisnis yang rajin, kamu malah pergi menemui artis itu lagi, hah?!”

Di ruang tengah kediaman Atmaja, terlihat sosok Tuan Besar Atmaja memarahi putra semata wayangnya dengan garang. Sembari membanting tubuhnya ke sofa, Tuan Besar Atmaja menghela napas kasar.

“Leon, kamu sudah cukup dewasa untuk tahu apa  tanggung jawabmu sebenarnya, mengurus perusahaan Papa! Bukannya malah mengejar gadis tidak jelas!”

Leon menghela napas, lalu membalas, “Pa, Leon baru pulang. Leon capek. Bisa kita nggak bahas ini dulu?”

Tuan Atmaja menghela napas pelan. Beliau mencoba mengontrol diri agar tidak tersulut emosi. Dia tetap membujuk Leon untuk belajar bisnis di perusahaan, bahkan sedikit memberikan ancaman jika masih mencuri waktu untuk menemui artis idolanya itu. Tuan Atmaja akan menyebarkan rumor yang bisa membuat karir sang artis berhenti.

“Baiklah, Leon. Sekali ini saja Papa turuti kemauanmu,  tetapi tidak untuk lain kali.” Tuan Atmaja membiarkan Leon pergi ke kamarnya.

“Terima kasih, Papa.” Leon menyeringai tipis dan berjalan menuju kamarnya.

Leon merebahkan badannya di kasur miliknya. Dia memikirkan cara agar tidak ketahuan Tuan Atmaja ketika menemui Velope. Sedang termenung di atas kasur, tiba-tiba ada suara ketukan dari luar kamarnya.

“Tuan Muda, ada tamu untuk Anda di ruang tamu!” seru seorang pelayan dari balik pintu kamar Leon.

Leon menjawab dari dalam kamar bahwa dia akan segera keluar kamar dan turun ke ruang tamu untuk menemui seseorang yang berkunjung ke rumahnya.

“Hai, Leon. Lama tidak berjumpa. Bagaimana kabarmu?” tanya Henri yang berkunjung tanpa memberikan kabar sebelumnya. Henri adalah sahabat kecil Leon.

“Kabarku baik-baik saja. Henri, kebetulan sekali kau mengunjungiku,” balas Leon dengan senyuman merekah di wajahnya.

***

Sebagai sahabat yang sudah lama tidak bertemu, mereka sepakat untuk mengobrol di bar yang biasa mereka kunjungi. Mereka menaiki mobil. Pucuk dicinta ulam pun tiba, begitulah peribahasa yang mungkin bisa mewakili perasaan Leon. Ketika dia memikirkan cara agar tidak ketahuan saat menemui Velope, Henri datang seolah memberikan jawaban atas keinginannya.

“Cepat katakan apa yang ada di dalam hatimu, Leon! Sepertinya kau tampak bahagia saat aku berkunjung ke rumahmu,” pinta Henri kepada sahabatnya.

“HN Entertaiment itu perusahaanmu, 'kan? Tolonglah, aku ingin bekerja di perusahaanmu,” ucap Leon kepada Henri.

Henri mengerem mendadak mobilnya karena kaget. Seorang pewaris tunggal perusahaan perhiasan terbesar di ibukota, ingin bekerja di agensi kecil miliknya. Dia menatap sahabat sedari kecilnya itu dengan penuh tanda tanya.

“Apa kau sudah gila? Perusahan papamu lebih besar dari agensi milikku!”

“Tolonglah aku sekali ini saja, Henri! Hanya kamu yang bisa menolongku,” ucap Leon dengan wajah penuh harap.

Henri berpikir sejenak. Dia harus tahu dengan pasti untuk apa Leon ingin bekerja di agensi miliknya. Dia tahu, jika keluarga besar Atmaja selalu menentang keturunannya untuk terjun ke dunia entertaiment. Mereka berpikir, di balik mewahnya seorang selebriti, pasti menyimpan sisi gelap yang tidak terlihat oleh orang pada umumnya.

“Apakah kau sudah berpikir dengan matang ingin masuk ke industri hiburan?” tanya Henri meminta kepastian.

“Aku sudah yakin, Henri. Aku menyukai seorang aktris yang ada di agensimu,” Jawab Leon dengan jujur.

Leon paham sekali, pasti papanya tidak akan tinggal diam jika mengetahui hal ini. Selama ini, dia selalu menuruti semua perintah dan kemauan papanya, sehingga apa yang dia inginkan selalu terkubur, tidak pernah menjadi nyata. Sekali ini saja, dia ingin mengejar cinta sejatinya tanpa campur tangan papanya.

“Aku bisa menolongmu, tapi aku tidak bertanggung jawab jika papamu mengetahui ini,” ucap Henri pada Leon.

Leon mengucapkan terima kasih kepada Henri karena mau menolongnya. Dia berjanji akan bekerja dengan sungguh-sungguh. Dia tidak peduli jika sang papa akan bertindak di kemudian hari. Yang penting, dia sudah berusaha mengejar cinta yang terpendam di hatinya.

 “Henri, aku tidak akan pernah melupakan jasamu.”

***

Tuan Atmaja melihat kamar putranya, tetapi anaknya tidak ada di kamar. Hal ini membuat Tuan Besar Atmaja murka. Baru saja memasuki rumah, Leon sudah pergi lagi.  Beliau merasa, Leon sudah tidak dapat diatur lagi semenjak menyukai Velope.

“Di mana Leon? Kenapa tidak ada di kamarnya? Cari dia sampai ketemu!” perintah Tuan Besar Atmaja kepada salah satu pengawalnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status