Share

4. Di Hotel

“Siapa yang menelponmu, Ari? Ada urusan apa kamu ke hotel?” tanya Anin mendesak.

“Bukan siapa-siapa, Bu. Tolong kembalikan ponsel Ari,” ucap Arisha.

Kali ini Anin tidak akan percaya dengan ucapan Arisha. Wanita itu hendak memeriksa ponsel Arisha. Akan tetapi Arisha merampas ponselnya kembali.

“Apa yang kamu sembunyikan dari ibu, jangan macam-macam Arisha!” Anin menarik pergelangan tangan Arisha.

“Maaf, Bu. Ari benar-benar tidak bohong, yang tadi menghubungi Ari itu perempuan, dia cuma mau minta ditemani saja, bukan seperti apa yang ada di dalam pikiran Ibu,” ucap Arisha.

Anin menghempaskan tangan Arisha. “Awas saja kalau kamu sampai berbuat macam-macam dan mengecewakan Ibu!”

“Ari minta izin menemui teman Ari itu, boleh ya, Bu.” Arisha memohon pada sang ibu.

“Makan malam dulu dan ingat, tidak pulang lebih dari jam 10 malam. Kamu paham?” tanya Anin memastikan.

Arisha mengangguk. “Paham, Bu.”

Arisha baru menyadari jika panggilan di ponselnya belum berakhir. Buru-buru Arisha memutuskan sambungan telepon tersebut sebelum ibunya melihat nama Biantara di sana. Keduanya segera berjalan ke meja makan.

Baru saja Arisha menjatuhkan bokong yang di kursi, ponselnya bergetar di meja makan. Wanita itu segera meraih ponsel tersebut saat mengetahui nama Biantara di notifikasi. Dengan rasa takut dan penasaran, ia membaca pesan itu.

‘Jangan mengulur waktu, cepat datang ke hotel! Aku butuh kamu!’ pesan Biantara.

Arisha melihat ke arah sang ibu yang ternyata sedang menatapnya. Tatapan Anin bak singa yang hendak menerkam mangsanya, membuat Arisha tidak berani pergi saat itu juga. Ia mengalihkan pandangannya pada makanan yang sudah tersaji di meja makan.

“Ayo kita makan, Bu!” ajak Arisha.

Walaupun terlihat sekali jika Anin mencurigai Arisha. Namun, akhirnya mereka tetap makan malam bersama, tanpa ada pertanyaan lagi dari sang ibu. Mengingat isi pesan Biantara sebelumnya, Arisha sedikit mengkhawatirkan lelaki yang sudah menjadi suaminya tersebut.

“Apa sebenarnya yang terjadi dengan Mas Bian? Semoga saja tidak terjadi apa-apa,” ucap Arisha dalam hati.

“Kenapa wajahmu seperti itu? Kamu sedang mengkhawatirkan seseorang? Apa temanmu sedang dalam bahaya, biar ibu ikut ke hotel,” ucap Anin.

“Ti-tidak, Bu. Tidak ada yang Ari khawatirkan, Ibu tolong percaya sama Ari ya,” kata Arisha.

Satu jam berlalu, Arisha baru saja sampai di hotel yang Biantara minta. Ia segera membuka pintu kamar yang memang sengaja tidak dikunci. Usai masuk, Arisha langsung dikejutkan dengan keadaan Biantara.

“Mas Bian ….” Arisha sempat membeku, sebelum akhirnya cepat-cepat mengunci pintu.

“Mas Bian, apa yang terjadi?” Arisha menghampiri Biantara yang duduk di sofa dengan botol minuman alkohol di tangannya.

Biantara menatap sinis pada Arisha. “Bagus ya, tidak menuruti perintahku!”

“Maaf Mas, tadi Ibu mencurigai Ari,” ucap Arisha.

Biantara menarik Arisha dan jatuh di pangkuannya. “Asyila benar-benar kurang ajar! Dia sengaja memasukkan obat tidur ke dalam minumanku agar bebas bertemu dengan Bayu!”

Biantara hendak meminum kembali alkohol di tangannya. Akan tetapi, Arisha mencegahnya dan mengambil alih botol minuman itu dari tangan Biantara. Arisha menyimpan botol di meja.

“Jangan seperti ini, Mas! Ari paham dengan apa yang Mas Bian rasakan, tapi bukan melampiaskan dengan hal-hal yang bisa merusak diri Mas Bian sendiri,” kata Arisha, ia merasa sangat kasihan terhadap Biantara. Arisha akui, kakaknya begitu tega mengkhianati lelaki yang begitu mencintainya, bahkan masih tetap menahan kesabaran saat dicurangi.

“Aku tidak sebodoh itu merusak diriku hanya untuk wanita seperti kakakmu! Aku hanya ingin menenangkan pikiranku,” ucap Biantara.

Tatapan keduanya saling terpaut, tangan Biantara berada di pinggang Arisha. “Jadilah istriku yang selalu membutuhkanku, menggodaku dan berikan aku keturunan! Aku akan menunjukkan pada Asyila di mana tempatnya dan betapa tidak berartinya dia setelah tidak bersamaku!”

“Lakukan tugasmu sekarang! Aku ingin melihat kamu melakukannya sendiri, seperti yang aku ajarkan kemarin!” ujar Biantara.

Air mata Arisha terjun bebas di pipinya dan bertanya, “Kenapa Ari diperlakukan seperti wanita murahan?”

Biantara menarik dagu Arisha. “Aku bukan memperlakukanmu seperti wanita murahan, tapi aku memberi tahu bagaimana tugas seorang istri saat melayani suami dan ingat, jangan pernah perlihatkan kehebatanmu di depan laki-laki lain!”

Biantara akui, ia melampiaskan kekesalan dan kekecewaannya pada Arisha. Ia juga ingin menjadikan Arisha tempat pulang, ketika keadaannya kacau. Arisha yang masih muda dan tidak paham benar mengenai hubungan dalam rumah tangga, rasanya akan sangat mudah untuk Biantara mengajarinya dan menurut dengan semua perintahnya.

“Lakukan tugasmu! Jangan merasa takut dengan Asyila. Kamu harus tahu, saat ini dia sedang berada dalam ranjang laki-laki lain,” ucap Biantara dengan matanya yang memerah.

“Lakukanlah, Ari! Aku akan membuatmu hamil! Jangan takut, selama kamu menurut padaku, aku akan memperlakukanmu seperti ratu,” ucap Biantara sembari mengusap pipi Arisha.

“Ari melakukan ini karena status Ari adalah istri Mas Bian,” tutur Arisha perlahan kedua tangannya dilingkarkan di leher Biantara.

Jantung Arisha berdetak tidak beraturan saat sudah berada tepat di depan wajah Biantara. Arisha memejamkan matanya dan menghela napas, sebelum melakukan hal yang Biantara perintahkan. Saat Arisha membuka matanya kembali, ia mencium bibir Biantara sangat hati-hati.

Biantara merapatkan tubuh Arisha dengannya. Ia memaklumi jika istri barunya tidak handal urusan ranjang. Setelah cukup lama, Arisha melepaskan ciuman tersebut, Biantara segera membawa Arisha ke ranjang.

***

Usai melakukan penyatuan kedua insan, Biantara selalu telaten membersihkan tubuh Arisha dari sisa percintaan. Hal itu juga yang membuat Arisha terbiasa meskipun malu. Kini kedua orang tersebut sudah kembali berpakaian.

“Ari pamit pulang ya, Mas. Sudah hampir jam sepuluh, Ibu bisa marah kalau Ari pulang telat,” ucap Arisha.

“Aku masih mau kamu di sini. Lihatlah, Asyila saja baru mengirim pesan.” Biantara memperlihatkan pesan tersebut pada

Arisha.

‘Mas, aku pergi ke tempat Berliana. Aku pamit di pesan saja karena Mas Bian tidur, aku tidak enak membangunkannya,’ pesan

Asyila.

Arisha menatap Biantara setelah membaca pesan tersebut. “Baru pamit?”

“Dia pandai bersandiwara, sedangkan dia sudah pergi sebelum aku menghubungi kamu tadi,” ujar Biantara. “Aku bisa pastikan kalau Asyila akan pulang pagi.”

Ponsel Arisha berdering, Arisha melihat panggilan tersebut yang tidak lain adalah ibunya. “Aku harus bagaimana ini?”

“Tetap di sini!” pinta Biantara.

“Jangan egois, Mas. Mas Bian juga harus pikirkan Ari, Ibu sudah sangat khawatir dan mencurigai Ari. Biarkan kali ini Ari bernegosiasi dengan Mas Bian,” ucap Arisha. Sejujurnya ia takut mengatakan hal itu, tetapi mendengar ponselnya yang terus berdering, justru membuatnya semakin takut.

Biantara terdiam sejenak, kemudian merogoh ponselnya di saku kemeja. “Pulanglah, aku sudah transfer uang ke rekeningmu. Pakai untuk keperluanmu dan beli makanan yang sehat agar cepat hamil.”

“Iya Mas, terima kasih,” ucap Arisha. “Ari pamit.”

Setelah berpamitan, Arisha keluar dari kamar dan berjalan dengan cepat. Ia harus sampai di rumah tepat waktu, Arisha tidak ingin membuat ibunya curiga lagi dan berujung tidak mempercayainya. Namun, terlalu fokus dengan pikirannya, Arisha sampai tidak sadar menabrak sepasang lelaki dan perempuan di hadapannya.

“Ma–maaf, saya tidak sengaja,” ucap Arisha meraih tasnya yang terjatuh.

“Ini bukannya adik kamu, Sayang?” ucap seorang lelaki pada wanita yang bersamanya.

Mendengar ucapan lelaki itu, seketika Arisha mengangkat kepalanya dan membuat matanya membelalak. “Kak Asyila, Mas Bayu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status