“Siapa yang menelponmu, Ari? Ada urusan apa kamu ke hotel?” tanya Anin mendesak.
“Bukan siapa-siapa, Bu. Tolong kembalikan ponsel Ari,” ucap Arisha.Kali ini Anin tidak akan percaya dengan ucapan Arisha. Wanita itu hendak memeriksa ponsel Arisha. Akan tetapi Arisha merampas ponselnya kembali.“Apa yang kamu sembunyikan dari ibu, jangan macam-macam Arisha!” Anin menarik pergelangan tangan Arisha.“Maaf, Bu. Ari benar-benar tidak bohong, yang tadi menghubungi Ari itu perempuan, dia cuma mau minta ditemani saja, bukan seperti apa yang ada di dalam pikiran Ibu,” ucap Arisha.Anin menghempaskan tangan Arisha. “Awas saja kalau kamu sampai berbuat macam-macam dan mengecewakan Ibu!”“Ari minta izin menemui teman Ari itu, boleh ya, Bu.” Arisha memohon pada sang ibu.“Makan malam dulu dan ingat, tidak pulang lebih dari jam 10 malam. Kamu paham?” tanya Anin memastikan.Arisha mengangguk. “Paham, Bu.”Arisha baru menyadari jika panggilan di ponselnya belum berakhir. Buru-buru Arisha memutuskan sambungan telepon tersebut sebelum ibunya melihat nama Biantara di sana. Keduanya segera berjalan ke meja makan.Baru saja Arisha menjatuhkan bokong yang di kursi, ponselnya bergetar di meja makan. Wanita itu segera meraih ponsel tersebut saat mengetahui nama Biantara di notifikasi. Dengan rasa takut dan penasaran, ia membaca pesan itu.‘Jangan mengulur waktu, cepat datang ke hotel! Aku butuh kamu!’ pesan Biantara.Arisha melihat ke arah sang ibu yang ternyata sedang menatapnya. Tatapan Anin bak singa yang hendak menerkam mangsanya, membuat Arisha tidak berani pergi saat itu juga. Ia mengalihkan pandangannya pada makanan yang sudah tersaji di meja makan.“Ayo kita makan, Bu!” ajak Arisha.Walaupun terlihat sekali jika Anin mencurigai Arisha. Namun, akhirnya mereka tetap makan malam bersama, tanpa ada pertanyaan lagi dari sang ibu. Mengingat isi pesan Biantara sebelumnya, Arisha sedikit mengkhawatirkan lelaki yang sudah menjadi suaminya tersebut.“Apa sebenarnya yang terjadi dengan Mas Bian? Semoga saja tidak terjadi apa-apa,” ucap Arisha dalam hati.“Kenapa wajahmu seperti itu? Kamu sedang mengkhawatirkan seseorang? Apa temanmu sedang dalam bahaya, biar ibu ikut ke hotel,” ucap Anin.“Ti-tidak, Bu. Tidak ada yang Ari khawatirkan, Ibu tolong percaya sama Ari ya,” kata Arisha.Satu jam berlalu, Arisha baru saja sampai di hotel yang Biantara minta. Ia segera membuka pintu kamar yang memang sengaja tidak dikunci. Usai masuk, Arisha langsung dikejutkan dengan keadaan Biantara.“Mas Bian ….” Arisha sempat membeku, sebelum akhirnya cepat-cepat mengunci pintu.“Mas Bian, apa yang terjadi?” Arisha menghampiri Biantara yang duduk di sofa dengan botol minuman alkohol di tangannya.Biantara menatap sinis pada Arisha. “Bagus ya, tidak menuruti perintahku!”“Maaf Mas, tadi Ibu mencurigai Ari,” ucap Arisha.Biantara menarik Arisha dan jatuh di pangkuannya. “Asyila benar-benar kurang ajar! Dia sengaja memasukkan obat tidur ke dalam minumanku agar bebas bertemu dengan Bayu!”Biantara hendak meminum kembali alkohol di tangannya. Akan tetapi, Arisha mencegahnya dan mengambil alih botol minuman itu dari tangan Biantara. Arisha menyimpan botol di meja.“Jangan seperti ini, Mas! Ari paham dengan apa yang Mas Bian rasakan, tapi bukan melampiaskan dengan hal-hal yang bisa merusak diri Mas Bian sendiri,” kata Arisha, ia merasa sangat kasihan terhadap Biantara. Arisha akui, kakaknya begitu tega mengkhianati lelaki yang begitu mencintainya, bahkan masih tetap menahan kesabaran saat dicurangi.“Aku tidak sebodoh itu merusak diriku hanya untuk wanita seperti kakakmu! Aku hanya ingin menenangkan pikiranku,” ucap Biantara.Tatapan keduanya saling terpaut, tangan Biantara berada di pinggang Arisha. “Jadilah istriku yang selalu membutuhkanku, menggodaku dan berikan aku keturunan! Aku akan menunjukkan pada Asyila di mana tempatnya dan betapa tidak berartinya dia setelah tidak bersamaku!”“Lakukan tugasmu sekarang! Aku ingin melihat kamu melakukannya sendiri, seperti yang aku ajarkan kemarin!” ujar Biantara.Air mata Arisha terjun bebas di pipinya dan bertanya, “Kenapa Ari diperlakukan seperti wanita murahan?”Biantara menarik dagu Arisha. “Aku bukan memperlakukanmu seperti wanita murahan, tapi aku memberi tahu bagaimana tugas seorang istri saat melayani suami dan ingat, jangan pernah perlihatkan kehebatanmu di depan laki-laki lain!”Biantara akui, ia melampiaskan kekesalan dan kekecewaannya pada Arisha. Ia juga ingin menjadikan Arisha tempat pulang, ketika keadaannya kacau. Arisha yang masih muda dan tidak paham benar mengenai hubungan dalam rumah tangga, rasanya akan sangat mudah untuk Biantara mengajarinya dan menurut dengan semua perintahnya.“Lakukan tugasmu! Jangan merasa takut dengan Asyila. Kamu harus tahu, saat ini dia sedang berada dalam ranjang laki-laki lain,” ucap Biantara dengan matanya yang memerah.“Lakukanlah, Ari! Aku akan membuatmu hamil! Jangan takut, selama kamu menurut padaku, aku akan memperlakukanmu seperti ratu,” ucap Biantara sembari mengusap pipi Arisha.“Ari melakukan ini karena status Ari adalah istri Mas Bian,” tutur Arisha perlahan kedua tangannya dilingkarkan di leher Biantara.Jantung Arisha berdetak tidak beraturan saat sudah berada tepat di depan wajah Biantara. Arisha memejamkan matanya dan menghela napas, sebelum melakukan hal yang Biantara perintahkan. Saat Arisha membuka matanya kembali, ia mencium bibir Biantara sangat hati-hati.Biantara merapatkan tubuh Arisha dengannya. Ia memaklumi jika istri barunya tidak handal urusan ranjang. Setelah cukup lama, Arisha melepaskan ciuman tersebut, Biantara segera membawa Arisha ke ranjang.***Usai melakukan penyatuan kedua insan, Biantara selalu telaten membersihkan tubuh Arisha dari sisa percintaan. Hal itu juga yang membuat Arisha terbiasa meskipun malu. Kini kedua orang tersebut sudah kembali berpakaian.“Ari pamit pulang ya, Mas. Sudah hampir jam sepuluh, Ibu bisa marah kalau Ari pulang telat,” ucap Arisha.“Aku masih mau kamu di sini. Lihatlah, Asyila saja baru mengirim pesan.” Biantara memperlihatkan pesan tersebut padaArisha.‘Mas, aku pergi ke tempat Berliana. Aku pamit di pesan saja karena Mas Bian tidur, aku tidak enak membangunkannya,’ pesanAsyila.Arisha menatap Biantara setelah membaca pesan tersebut. “Baru pamit?”“Dia pandai bersandiwara, sedangkan dia sudah pergi sebelum aku menghubungi kamu tadi,” ujar Biantara. “Aku bisa pastikan kalau Asyila akan pulang pagi.”Ponsel Arisha berdering, Arisha melihat panggilan tersebut yang tidak lain adalah ibunya. “Aku harus bagaimana ini?”“Tetap di sini!” pinta Biantara.“Jangan egois, Mas. Mas Bian juga harus pikirkan Ari, Ibu sudah sangat khawatir dan mencurigai Ari. Biarkan kali ini Ari bernegosiasi dengan Mas Bian,” ucap Arisha. Sejujurnya ia takut mengatakan hal itu, tetapi mendengar ponselnya yang terus berdering, justru membuatnya semakin takut.Biantara terdiam sejenak, kemudian merogoh ponselnya di saku kemeja. “Pulanglah, aku sudah transfer uang ke rekeningmu. Pakai untuk keperluanmu dan beli makanan yang sehat agar cepat hamil.”“Iya Mas, terima kasih,” ucap Arisha. “Ari pamit.”Setelah berpamitan, Arisha keluar dari kamar dan berjalan dengan cepat. Ia harus sampai di rumah tepat waktu, Arisha tidak ingin membuat ibunya curiga lagi dan berujung tidak mempercayainya. Namun, terlalu fokus dengan pikirannya, Arisha sampai tidak sadar menabrak sepasang lelaki dan perempuan di hadapannya.“Ma–maaf, saya tidak sengaja,” ucap Arisha meraih tasnya yang terjatuh.“Ini bukannya adik kamu, Sayang?” ucap seorang lelaki pada wanita yang bersamanya.Mendengar ucapan lelaki itu, seketika Arisha mengangkat kepalanya dan membuat matanya membelalak. “Kak Asyila, Mas Bayu.”“Ari, ngapain kamu di hotel?” Asyila memperhatikan sang adik dari ujung kepala hingga kaki. Tidak hanya itu, Asyila pun menghidu bau parfum yang menguar dari tubuh dan pakaian Arisha.“A–Ari habis ketemu teman kampus, kami ramai-ramai di sini dan semuanya perempuan, Kak,” ucap Arisha.“Di kamar nomor berapa?” tanya Asyila menantang. “Apa temanmu ada yang memakai parfum lelaki?”Arisha membeku, ia menoleh ke belakang berharap Biantara tidak keluar dari kamar. Ia benar-benar merasakan tersiksanya menjadi orang ketiga. Arisha juga ingin cepat-cepat pergi dari Asyila, ia takut sang kakak menyadari jika parfum yang tercium dari tubuhnya adalah milik Biantara.“Kenapa diam? Aku berhak tahu, kamu datang ke sini sama siapa dan bertemu siapa. Aku ini kakakmu!” Asyila tersenyum seolah puas melihat sang adik terlihat buruk.Sejak dulu ibunya selalu membandingkan dirinya dengan sang adik. Walaupun Arisha bukan anak kandung, tetapi karena Arisha selalu terlihat baik dalam pergaulan dan penurut, An
Arisha tidak mengerti dengan kondisinya saat ini. Mulai pagi hingga siang, perutnya terasa mual, bahkan Arisha bertambah mual ketika mencoba mengisi perutnya. Kepalanya terasa berat dan berputar-putar membuat wanita itu duduk dan merebahkan kepalanya di meja makan.“Sepertinya aku harus ke klinik, semoga perut dan kepalaku bisa diajak kerja sama,” gumam Arisha.Anin datang menghampiri Arisha dan melempar beberapa test pack di meja makan. “Cepat tes!”Arisha terkesiap dan mengambil tiga benda berbungkus tipis itu. Baru membaca saja, Arisha sudah paham bahwa itu adalah alat tes kehamilan. Arisha benar-benar takut jika hasil menunjukkan bahwa dirinya tengah hamil.“Ibu curiga sama Ari?”“Iya, ibu curiga sama kamu! Akhir-akhir ini kamu mulai membangkang, Ari! Kamu selalu pulang malam dan ibu tidak tahu kamu pergi sama siapa? Mungkin dengan lelaki yang sama atau lelaki yang berbeda!” ujar Anin dengan raut wajah menahan kemarahan.Anin memang memendam kemarahannya, pikirannya sudah terlalu
‘Diusir kenapa? Sekarang kamu di mana?’‘Ari.’‘Arisha!’Beberapa pesan dari nomor Biantara terabaikan oleh Arisha karena wanita itu tertidur. Sejak pesannya tidak dibalas oleh Biantara, Arisha lupa untuk me-non-aktifkan mode senyap di ponselnya. Sampai satu jam lamanya Arisha tertidur.Arisha membuka matanya dan merasakan tubuhnya yang sudah lebih membaik. Ia meraih ponselnya untuk memeriksa pesan yang sebelumnya ia kirim untuk Biantara. Arisha juga berharap Anin menghubungi dan menarik kembali ucapannya.“Mas Bian.” Arisha menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dengan bantal sebagai alas punggungnya.‘Ari di hotel yang biasa kita datang, Mas.’ Arisha membalas pesan Biantara.“Terbaca, tapi tidak dibalas lagi,” gumam Arisha.“Lapar sekali. Sepertinya aku harus mandi dulu, setelah itu pesan makan.” Arisha beranjak dari ranjang.Arisha masih berharap jika apa yang terjadi saat ini hanyalah mimpi. Hatinya hancur ketika mengingat Anin membencinya. Arisha akui ini adalah kesalahannya, en
Belum sempat kebingungan Arisha terjawab. Nomor Asyila sudah tertera menghubunginya di layar ponsel. Dengan segera, Arisha menjawab panggilan itu, atas permintaan Biantara.“Arisha, dasar kurang ajar kamu! Gara-gara kelakuan kamu sekarang Ibu masuk ke rumah sakit! Benar-benar anak tidak tahu diri! Gatal, bisa-bisanya Kamu hamil di luar nikah dan tidak tahu siapa orang yang sudah menghamilimu! Bodoh!” hardik Asyila di sambungan telepon.Biantara merampas ponsel Arisha dan memutuskan sambungan telepon itu. Ia tidak ingin Arisha berubah pikiran dan merasa takut.Setelahnya, Biantara mengembalikan ponsel Arisha.“Mas, Ibu masuk ke rumah sakit karena Ari,” ucap Arisha.“Kamu tenang saja, Ibu tidak akan kenapa-kenapa. Ibu pasti hanya shock saja,” ujar Biantara. “Aku akan menjenguk Ibu nanti dan mengabarkan padamu.”Baiklah, Arisha hanya bisa menurut. Biantara terlihat secara tidak langsung melarangnya menjenguk atau bertemu ibunya. Entah menuruti Biantara hal yang salah ataukah benar, sejauh
Asyila terkejut bukan main saat melihat Arisha berada di dalam mobil sang suami. Emosinya seketika memuncak, Asyila menarik lengan Arisha untuk keluar dari mobil. Namun, Arisha menahan dirinya karena takut dengan kemarahan Asyila.Melihat itu, Biantara pun segera menghampiri Asyila. “Stop Syila!”“Kenapa Mas Bian bawa dia ke rumah kita? Mas tahu kan, kondisi Ibu drop gara-gara anak angkat yang tidak tahu diri ini!” Asyila menjauh saat Biantara berdiri di antara dirinya dan Arisha.“Bisa kan kamu tidak kasar seperti ini?” Pandangan Biantara beralih pada Arisha.“Ayo keluar dan langsung masuk ke kamar tamu!” pinta Biantara.Mata Asyila membeliak. “Jadi, kamar itu disiapkan untuk Ari? Aku nggak sudi ya, Mas!”“Ari tunggu! Jangan menginjakkan kakimu di rumahku bersama janin harammu itu!” teriak Asyila.“Sudahlah, Syila. Apa kamu tidak kasihan melihat dia yang sedang hamil tinggal di jalanan? Dia juga keluargamu, kalau Ibu tidak mau menampungnya di rumah, aku tidak masalah kalau harus mena
“Sayang, ayo kita pulang ke rumahmu! Aku akan tanggung jawab dengan janin yang kamu kandung, seharusnya kamu tidak menyembunyikan kehamilanmu dariku. Aku ayah dari janinmu,” ucap Bayu sembari menggenggam tangan Arisha.Arisha berusaha melepaskan tangan Bayu. “Mas lepas! Mas Bayu ini bicara apa?”“Ada apa ini?” Biantara menarik Arisha dari Bayu.“Mas?” Asyila sempat terkejut dengan apa yang Biantara lakukan, tetapi setelahnya ia melanjutkan apa yang sudah Bayu rencanakan. “Mas Bian lepaskan Arisha, dia harus pulang ke rumah.”Biantara menatap Asyila dan Bayu bergantian. “Untuk apa kamu datang ke sini?”“Sebelumnya maaf kalau kehadiran saya mengejutkan Bapak, saya datang ke karena ingin bertanggung jawab pada apa yang sudah saya lakukan. Saya dan Arisha memiliki hubungan,” kata Bayu. Lelaki itu terpaksa beralasan akan bertanggung jawab karena tidak memiliki alasan lain dan tidak ingin terbongkar hubungannya dengan Asyila.Asyila mengangguk meskipun ia kesal dengan alasan gila dari Bayu.
“Mas Bian.” Asyila segera menyembunyikan semua pakaian yang berserakan di lantai.“Tidak perlu ditutupi, aku sudah mengetahui sejak lama. Kamu bener-bener memiliki sandiwara yang bagus. Selama ini aku tertipu dengan sikap kamu yang seolah sangat mencintaiku, ternyata yang kamu inginkan hanyalah hartaku,” kata Biantara.“Aku minta maaf, Mas. Aku khilaf, semua ini aku lakukan juga untuk mencukupi kebutuhan ibuku dan Ari,” kata Asyila.Biantara tersenyum tipis. Asyila masih saja mencari alasan untuk menutupi kebusukannya. Biantara berlalu ke kamar mandi, ia merasa jijik melihat kamarnya sendiri.Asyila menggeram kesal, ia memasukan semua pakaian kotor ke keranjang, setelahnya keluar dari kamar dan menuju kamar Arisha. Ia masih belum bisa menerima jika dipoligami dengan adik angkatnya sendiri. Menurutnya, Arisha benar-benar tidak tahu berterima kasih, sudah dibiayakan kehidupannya, kini justru menikung Asyila.“Buka Ari!” Asyila menggedor pintu dengan sangat kuat.Arisha pun membukanya. “
Biantara gegas mengangkat tubuh Asyila dan segera membawanya ke mobil. Arisha mengikut pada Biantara, ia khawatir dengan keadaan Asyila. Akan tetapi, ada yang membuat hatinya seolah teriris, Biantara terlihat begitu khawatir dengan Asyila.Arisha duduk di kursi penumpang belakang. Memperhatikan jelas bagaimana wajah khawatir dan gelisah milik Biantara. Terlebih Asyila terus merintih.“Biarkan aku mati, Mas. Aku tidak mau dimadu, Mas,” kata Asyila.Biantara masih terdiam, lelaki itu enggan merespon ucapan Asyila. Ia melajukan mobil dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai di rumah sakit. Ia juga memperhatikan Arisha dari spion tengah.“Ari, kamu tidak perlu ikut cemas. Aku tidak suka,” ucap Biantara.“Mas, ceraikan Ari,” ujar Asyila.Setelah beberapa menit perjalanan, mereka semua tiba di rumah sakit. Asyila segera dibawa ke IGD untuk ditangani. Sementara itu, Biantara dan Arisha menunggu di luar.“Seharusnya kamu istirahat di rumah,” kata Biantara.“Mas Bian terlihat khawatir sekali