Share

Bab 5

last update Last Updated: 2025-03-04 11:15:26

Darah Lyra seolah menguap. Napasnya tercekat. Dingin menjalari tengkuknya. 

Apakah Dastan mengenali dirinya?! 

Bagaimana ini? 

Lyra panik. Dia benar-benar harus kabur dari tempat itu sekarang. Dia tidak siap mengungkap semua kebenaran. 

"Ah, itu mustahil." Talia memotong dengan cepat sebelum Lyra sempat bereaksi. 

Tertawa kecil, wanita itu menepuk tangan Lyra yang gemetar, lalu menoleh pada Dastan dengan senyum percaya diri.

"Tuan Dastan. Putriku ini tipe anak rumahan. Dia tidak pernah pergi ke mana pun sejauh ini. Hidupnya hanya berkisar di rumah dan lingkungan terbatas kami. Anda baru pulang dari luar negeri, bagaimana bisa bertemu dengannya?"

Lyra menelan ludah, berusaha mengontrol napasnya yang tersendat.

Dastan diam beberapa detik. Tatapannya masih melekat pada Lyra, tajam dan menelisik begitu teliti, seakan mempertimbangkan sesuatu. Meski akhirnya, pria itu hanya mengangguk kecil. 

“Begitu rupanya….”

Lalu, tanpa berkata apa-apa lagi, Dastan memalingkan wajahnya, kembali ke percakapannya dengan ayah Darren. Seolah pertanyaannya tadi tidak berarti apa-apa.

Namun, Lyra tahu lebih baik daripada siapa pun—Dastan tidak sekadar bertanya tanpa alasan. Pria itu pasti merasa dirinya familier. Itulah alasan dia bertanya.

Tangan Lyra mengepal. 

Kalau semakin dekat mempermudah pria itu untuk mengingatnya, maka jelas dia harus menjauh!

Usai perkenalan singkat tersebut, Lyra pun gegas melangkah pergi. Bersembunyi di kerumunan para tamu. 

Detik itu, ia hanya bisa berharap Dastan benar-benar lupa. Lupa tentang semua hal tentang mereka, terutama yang terjadi setelah pertemuan di bar.

Suasana kemudian beralih pada perayaan ulang tahun Darren.

Darren berdiri di depan kue mewah berlapis emas selagi diapit oleh kedua orang tuanya. Talia yang berdiri tak jauh, tersenyum sambil melirik Lyra.

“Lyra,” bisiknya, “pergilah ke depan.”

Lyra menoleh bingung.

“Apa—” Sebelum Lyra menyelesaikan kalimat, Talia mendorongnya pelan ke depan. 

Leona yang melihat Lyra langsung memberi isyarat agar dia berdiri lebih dekat dengan Darren. Dan akhirnya—potongan kue pertama diberikan padanya.

Tepuk tangan terdengar. Semua tamu tersenyum, menganggapnya romantis. Semua, kecuali Darren yang berwajah masam.

Dastan, yang berdiri tak jauh dari mereka, mengamati kejadian itu dengan penuh minat. Sorot matanya kini tertuju pada Lyra. Senyumnya samar, tetapi ada sesuatu di dalamnya.

Setelah acara seremonial, pesta memasuki tahap lebih santai. Musik mengalun lembut, para tamu bercengkerama, sementara sebagian sudah mulai berdansa di lantai tengah.

Lyra berpikir untuk kembali duduk, tetapi tiba-tiba tangan Darren mencengkeram pergelangan tangannya.

“Kita harus bicara!” Darren berbisik tajam, menariknya menjauh dari keramaian.

Lyra mencoba melepaskan diri, tetapi Darren tidak membiarkannya. Dia menggiringnya ke balkon belakang, jauh dari sorot mata para tamu.

Setelah memastikan mereka aman, Darren menatapnya tajam. “Di mana kau semalam?”

Bibir Lyra terkatup rapat.

Darren mendekat, ekspresinya penuh curiga. “Ibumu berpikir kita berpesta bersama semalaman. Kenapa bisa begitu?”

Jantung Lyra berdebar. Dia harus berpikir cepat untuk alasan masuk akal.

“A—Aku pergi minum dengan beberapa teman.”

“Bohong!”

“Aku tidak bohong!”

Darren mendengus. “Teman yang mana? Satu-satunya teman dekatmu adalah Livia, dan aku tahu persis kau tidak pergi bersamanya.”

Mendengar itu, Lyra mengepalkan tangan. Tersenyum sinis. “Bagaimana kau tahu aku tidak bersama Livia?" 

“Apa itu karena kau sedang bersamanya?”

Tercekat. Mata Darren mengerjap beberapa kali. Dia terjebak perangkap sendiri. Lyra sangat puas menikmati reaksinya. 

"Apa maksudmu bertanya seperti itu?" geram Darren kesal. "Kau hanya perlu menjawab pertanyaanku! Jangan mengalihkan pembicaraan!" 

Teriakan Darren itu membuat Lyra berjengit kaget. 

Tangan pria itu bergerak mencengkeram dagu sang tunangan. "Kutanya sekali lagi, ke mana kau pergi? Bersama siapa, hah?" 

Lyra merasakan tubuhnya gemetar setelah bentakan tadi. Matanya mulai berembun. Dia tak sanggup lagi melawan, tapi dia pun tak mungkin mengaku. 

Susah payah dirinya harus mengeluarkan suara, "A—aku... aku pergi ke bar dengan teman."

Darren tertawa sinis sebelum wajahnya kembali berubah dingin. “Siapa? Teman yang mana? Apa buktinya?”

Suasana semakin menegang. Lyra tidak tahu harus menjawab apa. Darren bersiap menyemburkan amarah saat seseorang muncul menyela.

“Kau sungguh butuh bukti?”

Keduanya menoleh bersamaan. Di ambang pintu balkon, Dastan berdiri dengan tangan terselip di saku celana.

Darren mengernyit. Cengkeramannya terlepas. “Paman?”

Dastan menatap Darren santai. "Jika kau ingin penjelasan lebih detail tentang semalam, tanyakan saja padaku."

Kemudian, pandangannya beralih pada Lyra dengan sudut bibir yang sedikit terangkat. “Bukan begitu, Lyra?”

Mata Lyra membelalak lebar. 

Pria ini … ternyata mengingatnya!?

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Paman Mantan Tunanganku   Bab 118

    Setelah beberapa detik yang mencekam.Dastan akhirnya berkata lebih lanjut, “Ada beberapa perusahaan yang diajukan oleh para investor. Mereka punya rekam jejak bagus juga kredibilitasnya solid. Semua sudah menyetujuinya.”Hati Lyra mencelos. Dastan belum menyebut nama-nama perusahaan itu, tapi ia tahu, salah satunya bukan perusahaan keluarga Sasmita.Ibunya pasti akan murka. Dia gagal. Misi yang ditekankan sejak awal agar Dastan melibatkan keluarga Sasmita dalam proyek prestisius ini, tampaknya benar-benar menggelinding ke jurang.Lyra menunduk, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Ia bisa merasakan tekanan ibunya sudah menunggu di ujung harinya. Kegagalan ini akan punya harga.Dastan memperhatikan perubahan raut wajah Lyra. Dia diam sejenak sebelum melanjutkan dengan nada datar, “Tapi aku belum memutuskannya.”Lyra kembali mendongak, matanya membulat. "Kenapa?"“Aku masih mempertimbangkan satu opsi lain,” jawab Dastan sambil melangkah masuk dan menurunkan Lyra hati-hati. Matanya me

  • Menikahi Paman Mantan Tunanganku   Bab 117

    "Lyra!"Panggilan panik itu menyadarkan Lyra.Matanya terbuka lebar menatap wajah Dastan yang sangat cemas."Kau mimpi buruk?"Lyra langsung terbangun lalu memeluk Dastan dengan erat. Napasnya memburu, tubuhnya dibanjiri keringat dan bergetar hebat seperti baru ditarik dari tepi jurang."Ada orang... ada orang di luar jendela... kotak merah itu..." bisiknya terbata, wajahnya kini terkubur di dada Dastan.Dastan mengusap punggung Lyra perlahan, mencoba menenangkan. "Tenang, Lyra. Tidak ada siapa-siapa. Itu cuma mimpi."Namun pelukan Lyra justru menguat. Matanya mengintip ke arah jendela. Hari masih senja. Benar, dia hanya mimpi buruk karena trauma. Dastan menghela napas pelan. Ia tahu Lyra sedang tidak dalam kondisi baik. Tangannya menggenggam tengkuk Lyra, memeluknya lebih erat."Aku akan periksa semuanya. Kau tidak perlu takut. Aku di sini."Lyra mengangguk. Menahan tangis yang mendesak keluar. Dia tak mau terlihat cengeng di depan Dastan. Tapi saat pria itu hendak bangkit, kedua ta

  • Menikahi Paman Mantan Tunanganku   Bab 116

    Waktu seolah berhenti berputar. Napas Lyra tercekat dengan mata membelalak menatap isi kotak dan kemudian...“AAAH!”Jeritannya mengguncang ruangan. Lyra nyaris melompat dari ranjang. Kotak tadi terlempar dari tangannya, jatuh ke lantai dengan isi yang terguling keluar:Para pelayan terlonjak kaget.Seekor bangkai tikus tergeletak dengan bercak merah menodai bulunya. Di bawahnya, ada selembar foto polaroid—wajah Lyra—yang dicetak dalam warna pudar dan penuh baret. Bekas goresan benda tajam.Semua orang terdiam. Terpaku ketakutan."Nyonya!" Alba yang bergerak pertama kali memeluk Lyra. Nyonya mereka itu kini terisak tak terkendali, tubuhnya gemetar hebat karena terkejut.Dastan bangkit dari sofa, melangkah cepat dengan sorot mata berbahaya. Ia mengambil sarung tangan kulit di sisi meja, mengenakannya sebelum mendekat dan jongkok di depan isi kotak. Ujung jarinya menjungkirkan binatang kecil itu lalu bergumam, "Ini mainan yang disiram cat merah.” "Jadi bukan sungguhan?” Alba terdenga

  • Menikahi Paman Mantan Tunanganku   Bab 115

    Lyra menaruh ponsel di atas meja tepat saat suara langkah kaki Dastan mendekat.Ia buru-buru mengatur napas, berusaha menghapus jejak kecemasan di wajahnya. Tapi tatapan tajam Dastan saat berdiri di dekatnya, langsung mengintimidasinya.“Kau bicara dengan ibumu?” tanya Dastan. Nada suaranya datar tapi tegas, membuat Lyra tak bisa berkelit.Lyra menggigit bibir, lalu mengangguk kecil. “Iya. Hanya sebentar.”Tatapan Dastan menyipit sedikit. “Apa yang dia tanyakan? Kesehatanmu? Atau...”Lyra mencoba tersenyum. “Katanya, dia khawatir soal kakiku... dan juga mengingatkan soal pesta sosialita minggu depan.”Dastan menyeringai miring, sinis. “Dia menanyakan kakimu karena khawatir keadaanmu? Atau karena khawatir kau melewatkan pestanya?”Kepala Lyra tertunduk. Kata-kata Dastan menampar tepat sasaran. Bahkan pria itu pun menyadari bahwa sang ibu tak pernah benar-benar peduli padanya. Hanya citra. Hanya tampilan luar untuk mengesankan orang lain.Ingin rasanya Lyra menghilang di balik selimut k

  • Menikahi Paman Mantan Tunanganku   Bab 114

    Bunyi getaran halus itu semakin lama seolah melengking di udara, memenuhi ruangan kamar yang semula nyaman.Lyra menegang. Tangannya terhenti di atas piring dengan napas tertahan. Tatapan Dastan segera jatuh ke ponsel itu, dingin. Gelas kopi yang tadi terangkat kini kembali diletakkan perlahan, nyaris tanpa bunyi, tapi tekanan di rahangnya terlihat jelas.Lyra menghela napas pelan. Tangannya bergerak ke arah ponsel, ragu. Tapi baru setengah jalan, suara Dastan memotong, datar namun mengandung peringatan.“Kenapa ibumu senang sekali menelepon pagi-pagi? Apa dia sengaja mau mengganggu momen sarapan kita?”Lyra menarik tangannya. Ia juga tak mengerti, yang ia tahu jika tidak menjawab, ibunya akan murka. Tapi ia juga sadar, mengangkatnya di depan Dastan... akan menjadi luka kecil baru dalam hubungan mereka yang baru membaik serta masih terlalu rapuh.“Kalau kau takut, angkat saja,” lanjut Dastan ketus. “Aku juga ingin tahu... seberapa dalam pengaruh wanita itu atas dirimu.”Lyra menatap d

  • Menikahi Paman Mantan Tunanganku   Bab 113

    “H-hak sebagai suami?” tanya Lyra lirih, seolah bertanya lebih kepada dirinya sendiri.Pria itu hanya mengangguk ringan, tidak tergesa, tidak memaksa. Tatapannya tetap tertuju pada Lyra yang mulai terlihat was-was, seakan belum bisa menebak arah ucapan Dastan.“Waktu itu, kita tidak sempat menyelesaikannya. Aku hanya ingin menebusnya sekarang.”Lyra langsung panik. Pikirannya melompat liar, memutar ulang malam mereka di kamar hotel, lalu membayangkan segala macam kemungkinan yang membuat bulu kuduknya meremang. Matanya melirik sekeliling kamar mandi, lalu ke arah kakinya yang masih dibalut gips.Lyra membatin, "Apa dia serius? Di sini? Sekarang juga?”"Ya—yang benar saja," gumamnya terbata disambut anggukan mantap Dastan. “Maaf, tapi aku… aku bahkan belum bisa berdiri dengan normal!”Dastan mengerutkan dahi, sejenak bingung. “Lalu?”“Jangan bercanda. Aku mau keluar sekarang," desak Lyra mencoba untuk kabur dari situasi menggelisahkan itu.Kening Dastan berkerut. "Bercanda? Untuk apa a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status