Jelita masih menutup matanya dengan perasaan yang begitu gugup.
“Lo berharap gue cium?”
Satu kalimat yang lolos dari bibir Matheo membuat Jelita langsung membuka matanya dengan cepat. Mata Jelita langsung melotot tajam ke arah Matheo yang tengah terkekeh begitu kencang.
Jelita merasa malu. Malu banget pokoknya.
Ih apa-apaan sih, kenapa tadi pakai acara merem segala. Bego banget deh.
Jelita masih merutuki dirinya sendiri sambil menatap Matheo yang masih terkekeh dengan puas.
“Lo suka sama gue, Ta?”
“Hah, gila lo.”
“Ngaku aja.”
“Jangan kumat deh. Kayak nggak ada laki-laki lain aja suka sama lo.”
“Kalau gue suka sama lo gimana?”
Pipi Jelita langsung memanas mendengar kata sederhana itu. Kenapa hari ini Matheo bikin jantungnya dag-dig-dug sih.
“Udah keluar sono, kenapa lo belum balik, si
Hari ini Matheo berdandan dengan cukup rapi. Kaus putih polos dibalut dengan kemeja sebagai luarnya serta celana jeans yang menjadi andalan kaum muda sampai yang sudah berumur. Ditambah rambut yang diberi pomade. Matheo sedikit mengacak rambutnya agar menunjang penampilannya semakin bertambah keren.Tak lupa juga Matheo mengambil jam untuk menghiasi pergelangan tangannya. Selesai berdandan diri, Matheo langsung keluar kamar sambil sedikit bersiul.“Kak.”Matheo menoleh ketika mendengar suara Clarisa dari belakangnya. Kedua alisnya pun menyatu sebagai bentuk pertanyaan.“Mau ke mana?” tanya Clarisa yang kini sudah berada di depan Matheo.“Kemayoran.”“Mau apa?”“Jalan-jalan.”“Oh, jangan lupa beliin cilok, ya.”“Astaga Sasha,” geram Matheo. “Kamu manggil kakak cuma buat minta belikan cilok doa
“Lo pengin apa?”“Permen kapas, kayaknya enak deh makan itu sambil mengenang masa kecil.”“Ya udah ayo.”Kini Jelita berjalan menuju ke arah stan permen kapas yang ditemani oleh seseorang. Jelita sangat suka sekali dengan permen kapas sewaktu kecil. Hingga saat melihat pedagang permen kapas matanya begitu berbinar.Jelita tersenyum senang ketika menerima satu bungkus permen kapas. Tapi, di saat yang tidak terduga sama sekali. Seseorang menyerang laki-laki yang berada di samping Jelita.BUGH.Mata Jelita membola dengan sangat sempurna ketika melihat sosok Matheo tengah menghajar Bagus. Ya, cowok yang bersama Jelita saat ini adalah Bagus.“Jangan dekatin Lita,” teriak Matheo kencang.“Apa hak lo Mat,” sahut Bagus yang menatap Matheo dengan begitu tajam.“Gue nggak suka.”“Hahaha, lo tuh aneh. Udah punya cewe
Kini Shelka sudah berada di dalam taksi menuju ke arah Pondok Indah. Entah, kenapa hati kecil Shelka mengatakan untuk pergi ke arah rumah Matheo. Untung saja semua data serta alamat rumah Matheo sudah Shelka dapatkan dulu saat masih mendekatinya. Tentu saja semua itu didapat tidak gratis. Shelka memberikan sebuah kaset game playstation kepada Rendi untuk mendapatkan informasi yang diinginkan.Shelka memejamkan matanya, kepalanya terasa begitu sangat pusing karena menangis begitu cukup lama. Tanpa disadari air matanya keluar menetes melewati pipinya kembali. Shelka membiarkan air matanya mengalir cukup deras. Dengan kuat Shelka menggigit bibirnya kencang agar bisa menahan suara isakannya.“Sabar, ya, Mbak. Sepertinya Mbak terlihat begitu sedih.”“Sakit banget rasanya, Pak,” sahut Shelka yang masih memejamkan mata.“Sabar aja, semua kesedihan akan berlalu seiring berjalannya waktu.”Shelka hanya tersenyum
Kini Matheo terdiam seribu bahasa di depan orangtuanya. Entah kenapa sekarang urusan menjadi sangat rumit. Padahal ia masih SMA bukan orang dewasa yang akan nikah.Matheo menoleh ke arah Shelka dan Jelita bergantian. Dapat Matheo lihat kalau keduanya sama-sama habis menangis. Matheo benar-benar bingung sekali saat ini.“Masih mau diam saja?”“Enggak, Dad.”“Ya sudah cepat jelaskan.”Matheo meremas kedua tangannya, ia mengepal kuat untuk mengumpulkan keberanian berbicara di depan daddynya itu. Matheo menoleh kembali menatap ke arah Shelka yang sangat terlihat begitu rapuh.“Aku pacaran sama Shelka, Dad,” ucapnya lirih.“Lalu?”“Tapi, aku nggak mencintai dia,” katanya sembari menunduk merasa bersalah.Kaila yang mendengar langsung tampak terkejut, Clarisa sendiri tersenyum senang karena merasa menang, Melviano sendiri ha
Setelah mengantar Shelka pulang ke rumah. Kini Matheo sudah berada di ruang kerja daddynya. Matheo tengah duduk di sofa sambil ditatap kedua orangtuanya. Ada gurat kecewa di mata keduanya. Matheo benar-benar menyesal tidak mendengarkan nasihat daddynya untuk fokus sekolah semasa SMA.“Daddy kecewa sama kamu, Matheo.”“Maaf, Dad.”“Daddy nggak tahu harus bilang apa sama kamu. Daddy juga nggak bisa mencegah perasaan kamu untuk jatuh cinta dengan siapa karena Daddy juga dulu seperti itu. Nggak ada bayangan untuk mencintai Mommy kamu ini. Karena dia buka tipe wanita Daddy, tapi entah kenapa hati Daddy dibuat jatuhcinta sama dia.”Kaila yang mendengar sanjungan dari suaminya langsung tersenyum malu-malu layaknya seorang ABG sedang kasmaran.“Setelah ini apa yang ingin kamu lakukan? Besok bukannya sudah ulangan semester?”“Pertama mau menegaskan kepada Shel
Pagi ini sekolah Nusa Bangsa tengah mengadakan ulangan semester. Semua siswa pun tengah fokus mengerjakan soal-soal ulangan dengan khusyuk. Guru pengawas terus memperhatikan gerak-gerik siswa yang mencurigakan.“Wawan, sedang apa kamu nengok ke belakang?”“Emm, ini Bu mau pinjam tip-ex.”“Yang ketahuan mencontek akan Ibu keluarkan dari kelas, dan sudah pasti akan langsung remidial.”Semuanya langsung menunduk menatap soal ulangan. Semuanya benar-benar nggak berani menoleh ke arah kanan kiri. Nasib nilainya yang menjadi taruhan nanti. Mereka semua nggak mau remidial yang kadang bikin pusing.Waktu terus berjalan hingga suara bel terdengar begitu nyaring yang mempertandakan kalau waktu mengerjakan ulangan telah usai. Mereka disuruh istirahat selama sepuluh menit yang kemudian dilanjut untuk mengerjakan ulangan berikutnya.“Sumpah sih mikir matematika bikin kepala mau bot
Jelita menoleh sambil tersenyum begitu canggung. Matanya menatap ke arah empat cowok yang tengah berjalan mendekat.“Lo ngapain di sini, Ta?” tanya Rizal.“Gue—““Nguping lo, ya,” tuding Rendi tepat sasaran.“Ih, jangan nuduh sembarangan lo, Ren,” sangkal Jelita cepat.“Ta, tumben naik ke rooftop? Ada perlu apa?” tanya Bagus begitu lembut.Matheo hanya diam memperhatikan makhluk ciptaan Tuhan yang paling indah itu dengan sudut bibir terangkat sebelah. Kalau dipikir-pikir melihat Jelita gugup seperti ini sangat begitu lucu. Apalagi bibirnya yang tipis manyun ke depan bikin pikiran nakal Matheo meronta.Jelita langsung menyingkir ke samping saat Rizal berjalan menuju ke arah pintu. Matanya membola sempurna ketika melihat Rizal dengan gampang membuka pintu. Mulutnya melongo tanpa disadarinya.“Kenapa, Ta?” tanya Bagus.
Kurang lebih dua puluh menitan Shelka dan Matheo duduk di kafe setelah persoalan mereka selesai. Kini Shelka langsung berdiri untuk bersiap-siap keluar kafe.“Mau ke mana?”“Kakak aku udah sampai, dia nunggu depan.”“Suruh masuk aja dulu, minum.”“Katanya langsung pulang aja, gitu.”“Yaudah, aku bayar dulu. Kamu tunggu.”Matheo langsung menuju ke arah kasir untuk membayar lemon tea yang sudah dipesan barusan. Selesai membayar mereka berdua langsung menuju keluar kafe. Lebih tepatnya Matheo mengantar Shelka untuk bertemu kakaknya itu.Matheo merasa tak asing dengan mobil yang dituju oleh Shelka, ia merasa familiar dengan mobil itu. Baru saja otaknya berpikir mengingat mobil di depannya, sang pemilik mobil keluar yang membuat keduanya sama-sama terkejut.“Mamat.”“Mas Shaqu.”“Kalian