Share

5. DARAH

Hari yang berlalu kini terasa begitu lambat bagi Samudra.

Sejak dirinya mengetahui penyakit yang diderita Aisha, Samudra jadi seperti orang linglung. Seperti kehilangan pijakan saat dirinya harus meniti langkah ke depan.

Terseok dalam ketakutan.

Terjebak dalam dilema berkepanjangan.

Samudra terlalu takut kehilangan.

Hingga membuatnya kerap termenung sendirian, menangisi keadaan.

Terlebih ketika dia harus melihat Aisha yang merintih kesakitan, meski terkadang Aisha sendiri kerap bersembunyi dari Samudra saat dirinya tengah merasakan sakit itu.

Beban dalam hidup Samudra sudah terlalu besar semenjak kehadiran Aisha dalam hidup lelaki itu, lantas, masihkan kini Aisha terus membuat suaminya itu bersedih akibat keadaannya?

Sejauh ini, Dokter memang tidak menganjurkan pengobatan fibroid rahim atau tumor jinak selama masa kehamilan. Jika terjadi gejala tertentu, dokter hanya merekomendasikan pereda nyeri ringan, istirahat yang cukup, dan hidrasi.

Perawatan intensif baru akan dilakukan setelah persalinan yaitu dengan operasi miomektomi atau histerektomi yang dilakukan tergantung pada ukuran, pertumbuhan, jumlah, dan tingkat keparahan tumor.

Hanya saja, dalam beberapa kasus tertentu, seperti solusio plasenta atau ketuban pecah dini, maka satu-satunya jalan keluar untuk menyelamatkan bayi dan ibunya adalah persalinan prematur.

Mungkin bagi sebagian orang yang memiliki uang cukup untuk pengobatan, maka mendatangi dokter spesialis adalah satu-satunya cara ampuh untuk mengurangi resiko-resiko fatal di atas.

Sayangnya, Samudra tak mampu melakukan hal itu karena terhalang masalah biaya.

Sejauh ini jika Aisha mulai kesakitan, istrinya itu hanya bisa meminum obat pereda nyeri sementara yang efeknya tak akan bertahan lama.

Tiga bulan ini menjadi bulan-bulan tersulit yang Samudra dan Aisha lewati bersama.

Dan sialnya, saking seringnya tidak fokus dalam bekerja, hari ini Samudra dipecat dari pekerjaannya karena lagi-lagi dia melakukan kesalahan dalam bekerja.

Ponsel Samudra berdering saat lelaki itu masih saja termenung di sisi trotoar yang tak jauh dari pabrik susu tempat dia bekerja.

Samudra takut pulang.

Karena saat ini dia sudah tak lagi bekerja di pabrik susu itu.

Samudra melirik ponselnya dan mendapati satu pesan masuk dari Aisha.

Aisha

Assalamualaikum.

Mas, kok belum pulang jam segini?

Lembur lagi?

Samudra mengesah.

Tak membalas pesan itu.

Dan memilih untuk melanjutkan perjalanan untuk pulang.

Malam itu, Samudra pulang berjalan kaki karena dia tak memiliki uang untuk ongkos.

Biasanya dia memiliki sisa uang bensin dari hasilnya bekerja mengantar barang.

Tapi karena hari ini dia dipecat, jadilah Samudra tak mendapat uang apapun.

Selain caci maki atasannya sendiri.

*****

Di rumah, Aisha yang cemas jadi mundar-mandir di teras rumahnya sejak tadi.

Panggilannya tak kunjung dijawab oleh sang suami, bahkan pesan-pesan yang dia kirim pun tak ada yang dibalas.

Padahal ini sudah lewat dari jam Samudra biasa lembur. Harusnya sih, Samudra sudah pulang. Itulah sebabnya, Aisha kini merasa sangat khawatir.

Saat sepasang netranya menangkap sosok di kejauhan gang sedang berjalan ke arahnya, Aisha yang tahu bahwa itu Samudra pun langsung tersenyum lebar untuk menyambut kepulangan sang suami.

"Assalamualaikum," ucap Samudra sambil memulas senyum. Raut sedihnya sirna seketika di hadapan Aisha. Samudra tidak ingin Aisha tahu kegelisahannya.

"Waalaikum salam, malem banget Mas pulangnya?" Tanya Aisha di teras.

"Iya, tadi banyak barang yang harus dianter," jawab Samudra sambil membuka sepatu dan kaos kaki. Terpaksa berbohong menjadi senjata terakhir Samudra agar Aisha tidak terbebani.

Samudra langsung merebahkan tubuhnya yang lelah di tikar ruang tamu. Aisha memberikan bantal pada sang suami.

"Mau kubuatin teh manis, Mas?" Tanya Aisha.

"Gulanya habiskan, emang kamu udah beli?" Tanya Samudra balik mengingat tadi pagi dia tak jadi membuat Teh Manis hangat karena persediaan gula habis.

"Belum sih, tadi sisa uang aku belikan beras sama sayuran," jawab Aisha menyesal. "Aku hutang saja dulu di warung ya Mas? Nanti gajian kita bayar,"

"Nggak usah lah, ambilin air putih aja," potong Samudra yang jelas tahu bahwa bulan ini dia tak akan lagi menerima gaji.

"Mau makan sekarang, Mas? Apa mau mandi dulu?" Tanya Aisha yang kini sudah duduk di sisi Samudra selepas dia memberikan air putih untuk sang suami.

Samudra menggeser rebahannya. Menaruh kepalanya di pangkuan Aisha, seperti biasa. "Pijitin kepala aku," pintanya manja.

"Kayaknya kamu cape banget hari ini," gumam Aisha yang seketika khawatir akan kondisi kesehatan suaminya.

Samudra saat itu tak menjawab. Dengan kedua matanya yang terpejam, seolah menikmati pijitan lembut tangan Aisha di kepala dan keningnya.

"Besok nggak usah lembur dulu kalau gitu Mas. Jadi kamu bisa istirahat lebih lama di rumah,"

Samudra masih saja diam, meski satu detik setelahnya, kepala Samudra bergerak cepat seperti orang kaget dengan tatapan yang tertuju ke arah perut Aisha yang tadi menempel di wajahnya.

"Kenapa Mas?" Tanya Aisha yang jelas tahu mengapa Samudra bereaksi seperti itu. Senyuman lebar Aisha pun mengembang seketika.

"Dia nendang pipi aku loh," ucap Samudra speechless. Senyum di wajah tampannya merekah masih dengan tatapan yang tertuju ke arah perut buncit sang istri.

"Iya, akhir-akhir ini dia memang lebih aktif Mas, sering banget nendang-nendang," beritahu Aisha yang sesekali mengelus perutnya.

Tatapan Samudra perlahan meredup, dikecupnya perut Aisha beberapa kali seraya bergumam dalam hati.

Yang kuat di dalam sana ya sayang...

Kalau kamu kuat, InsyaAllah, Ayah dan Bunda juga akan kuat...

*****

Waktu Subuh telah tiba.

Suara Adzan yang berkumandang di kejauhan menjadi jam alarm bagi Aisha untuk bangun.

"Mas, bangun. Sudah Subuh," Aisha mengguncang pelan bahu Samudra yang masih tertidur pulas di sisinya.

Wanita itu hendak bangun untuk berdiri, ketika dia melihat darah segar mengalir di kakinya.

Hanya saja, karena dia tak merasakan sakit, Aisha pun lekas bangkit meski darah yang keluar sempat menetes di lantai rumahnya saat itu.

Dia lekas beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Sementara di kamar, Samudra yang masih tertidur akhirnya terbangun juga.

Tubuh lelaki itu menggeliat sebelum akhirnya membuka mata, lalu bangun dan terduduk sejenak di sisi kasur.

Hingga segenap nyawanya sudah terkumpul dengan pandangan yang semakin menjelas, lamat-lamat tatapan Samudra menangkap hal aneh di lantai kamar rumahnya.

Darah?

Pikir lelaki itu masih mencoba melihat lebih jelas lagi.

Ketika pikiran Samudra mulai terkoneksi dengan Aisha, tubuh lelaki itu pun seketika mencelat bangun dari kasur dan berteriak memanggil nama sang istri.

Tapi naas bagi Samudra, karena yang dia dapati setelahnya adalah tubuh Aisha yang sudah pingsan di dalam kamar mandi dengan area selangkangannya yang sudah banjir oleh darah yang terus mengalir.

"Astaghfirullah, Aisha..."

Panik.

Samudra langsung berlari ke depan sebelum mengangkat Aisha, dia membutuhkan pertolongan.

Dan satu-satunya orang yang bisa dia harapkan saat itu hanyalah Santi dan Hendrik, tetangganya.

Setelah berhasil membangunkan Santi juga Hendrik, Samudra pun mengangkat tubuh Aisha dan membawanya ke rumah sakit setelah Hendrik menyewa angkutan umum.

"Bang, lu punya duit simpenan nggak Bang? Semalam gue dipecat Bang, gue nggak pegang duit sama sekali sekarang Bang. Uang simpenan juga nggak ada karena kemarin harus beli obat terus buat Aisha," ucap Samudra dalam perjalanan menuju rumah sakit.

"Yah Sam, lu tau sendiri keadaan gue, kan? Paling gue ada buat bayar nih angkot doang. Coba deh, nanti gue suruh Santi pinjemin duit."

"Iya Bang, bilangan ke Mbak Santi ya Bang, tolongin gue. Nanti gue usahain deh, yang penting sekarang gue ada buat bayar biaya rumah sakit dulu, Bang,"

"Iya, iya, nanti gue suruh Santi pinjemin duit buat lu."

"Makasih Bang."

Percakapan itu terhenti sampai mereka tiba di rumah sakit.

Lalu pihak rumah sakit langsung menangani Aisha di IGD.

*****

Jangan Lupa Vote dan komennya kalau suka...

Salam Herofah 😘🙏

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status