"Ya ampun, Muti mana ada uang segini banyak Kak?" Pekik Mutiara saat Samudra baru saja memberitahunya bahwa dia membutuhkan sejumlah uang untuk membayar biaya operasi Aisha. "Kakak kan tau Muti masih sekolah. Paling Papa biasa kasih Muti uang untuk pegangan jajan sama ongkos sebulan aja. Selebihnya uang biaya sekolah ya Papa sendiri yang urus," tambahnya dengan wajah yang tampak prihatin.
Mutiara mengeluarkan Kartu ATM dari dompetnya dan memberikannya pada Samudra. "Kayaknya masih sisa empat jutaan sih di sini. Nih, Kakak pakai aja, nanti Muti minta lagi sama Mama. Tapi, kalau untuk kasih tau Mama soal ini, Muti nggak janji ya Kak, soalnya kondisi kesehatan Mama juga lagi nggak stabil. Muti takut Mama jadi tambah down kalau tau keadaan Kak Sam sekarang,"Samudra mengesah. Jadi serba salah.Keadaan saat ini memang benar-benar sedang menghimpitnya.Setelah mencoba berpikir jernih, akhirnya Samudra memutuskan untuk tidak merepotkan Mutiara lebih jauh.Mendorong kembali ATM yang tadi disodorkan Mutiara kepadanya seraya berkata, "Kamu simpan aja uang kamu deh, Mut. Pakai aja untuk keperluan kamu. Kakak mau ambil barang-barang Kakak aja di kamar yang bisa dijual," ucap Samudra pada akhirnya. "Tapi, Kakak minta tolong, jangan bilang-bilang Papa ya soal ini?"Mutiara pun mengangguk paham dan langsung sigap berjaga di jendela untuk melihat ke arah teras, takut-takut ada orang lain datang.Sementara Mutiara berjaga, Samudra pun lekas mengambil beberapa barang berharga miliknya di dalam kamar pribadinya dahulu seperti jam tangan mewah yang harganya bisa mencapai puluhan juta, beberapa ponsel koleksinya, dan juga laptop.Memasukkan dengan cepat barang-barang itu ke dalam sebuah tas ransel, Samudra pun lekas keluar dari kediamannya, ketika tiba-tiba langkahnya terhenti tepat beberapa meter sebelum mencapai pintu utama yang sudah lebih dulu dibuka dari arah luar.Samudra menelan salivanya sendiri dengan susah payah saat dilihatnya Alden kini masuk bersama Senja, diikuti oleh Adipati sang Papa.Masih terpaku di tempat, Samudra tak mampu berkutik, terlebih saat kini langkah Adipati semakin mendekat.Tatapan Adipati sempat tertuju pada tas ransel besar yang tersampir di punggung Samudra sebelum akhirnya dia menatap wajah Samudra yang kelihatan pucat.Persis seperti seorang pencuri yang tertangkap basah setelah berhasil melakukan kejahatan.Tahu bahwa sang Papa datang, Mutiara lekas datang untuk menolong Kakaknya."Kak Sam, cuma mau ambil barang-barang dia aja kok, Pa. Ayo Kak, Muti anter keluar," kata Mutiara seraya menggandeng lengan Samudra, mengajak sang Kakak berlalu dari hadapan Adipati. Mutiara tahu Samudra butuh sandaran untuknya berpijak menghadapi Adipati yang begitu kejam, itulah sebabnya dia menjadikan tubuhnya sebagai penopang pijakan Samudra.Samudra baru saja hendak melangkahkan kakinya mengikuti Mutiara ketika tangan Adipati justru menahan lengan Samudra yang lain.Membuat Mutiara pun urung melanjutkan niatnya untuk membawa Samudra lebih jauh."Mut, masuk sana ke dalam, Papa mau ajak Kakakmu bicara dulu sebentar," ucap Adipati dengan suaranya yang terdengar lembut, bahkan eskpresinya pun biasa saja, tak sedikit pun terlihat kemarahan di sana.Mutiara yang memang penurut jelas tak memiliki pilihan lain selain melaksanakan perintah Adipati. Berharap sang Papa bisa memperlakukan Samudra dengan baik.Sepeninggal Mutiara, Adipati memberi isyarat pada Samudra untuk mengikuti langkahnya.Mereka duduk di sofa ruang keluarga, diikuti oleh Alden dan Senja."Ada keperluan apa kamu pulang? Apa, karena kamu sudah sadar atas kesalahanmu dan menyesalinya?" Tanya Adipati masih dengan pembawaannya yang super tenang.Samudra masih menunduk.Duduk di sebelah Adipati sambil memangku tas ranselnya."Sam... Sam pulang karena butuh uang untuk membayar biaya operasi Aisha, Pa," ucap Samudra pada akhirnya."Aisha mau dioperasi?" Tanya Adipati seolah terkejut.Mendengar nada prihatin yang diucapkan sang Papa lewat pertanyaannya, Samudra jadi memberanikan diri mendongakkan kepala, menatap Adipati. "Iya Pa. Aisha sedang mengandung tapi di dalam rahimnya terdapat Tumor yang harus segera diangkat," ucap Samudra lagi, menjelaskan."Sudah berapa bulan usia kandungannya?" Tanya Adipati kemudian."Tujuh Bulan, Pa,"Kepala Adipati mengangguk beberapa kali sebelum lelaki paruh baya itu kembali berkata, "lalu kenapa kamu baru datang sekarang, Nak?"Dan ucapan Adipati tersebut seakan membawa angin segar bagi Samudra yang meyakini bahwa kini sang Papa sudah tidak marah lagi padanya, atau bahkan dia sudah bisa menerima Aisha sebagai menantunya."Maafkan Sam, Pa. Sam terlalu takut untuk pulang karena selalu berpikir Papa masih membenci, Sam," ucap Samudra yang jadi menangis, saking terharu. Dia bersimpuh di bawah kaki Adipati. Mengakui akan kesalahan yang telah dia perbuat, berharap Adipati bisa benar-benar memaafkannya dan menerimanya kembali.Adipati menepuk bahu Samudra, seolah memberi isyarat bahwa semua baik-baik saja."Memang, kamu butuh uang berapa, Nak?" Tanya Adipati seraya mengajak Samudra untuk kembali bangkit dan duduk di sisinya."Pa? Apa yang Papa lakukan?" Potong Alden yang jadi bingung kenapa Ayah mertuanya malah bersikap lembut pada Samudra.Tatapan dingin Adipati yang tertuju ke arah Alden lekas membuat sang menantu pun bungkam hingga menunduk takut.Sadar atas kelancangannya itu."Mungkin, sekitar lima puluh jutaan Pa. Tapi, jika Papa mengizinkan, Sam hanya ingin membawa beberapa barang-barang berharga milik Samudra yang bisa Sam jual," dengan polosnya Samudra pun membuka tas ransel yang dibawanya dan memperlihatkan isi di dalam tas tersebut pada Adipati. "Sam pikir, harga barang-barang ini bisa lebih dari cukup untuk menutupi semua biaya pengobatan Aisha, Pa,"Adipati tersenyum lantas mengangguk. "Baiklah, Papa mengizinkan. Kamu bisa pergi sekarang membawa barang-barang itu," katanya dengan penuh kelembutan.Senyum lebar Samudra pun mengembang. Hatinya sungguh bahagia mendapati kebaikan dan kemurahan hati sang Papa terhadapnya hingga dia pun berulang kali mengucapkan kata terima kasih dan mencium tangan sang Papa sebelum pergi."Oh ya, Pa. Nanti jika Aisha sudah sembuh, Samudra akan membawa Aisha dan anak Sam pulang," ucapnya lagi masih dengan senyum penuh kebahagiaan.Adipati hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun, menatap kepergian Samudra hingga setelahnya, senyum di wajah lelaki itu pun meredup seketika.Mengambil ponsel di saku celana bahan yang dia kenakan untuk menghubungi seseorang."Halo, Gara? Apa sudah dapat informasinya?" Tanya Adipati saat itu yang langsung menghubungi sang asisten."Sudah Tuan. Aisha sekarang dirawat di rumah sakit Kasih Ibu. Dia didiagnosa dokter memiliki tumor di dalam rahimnya sehingga harus lekas menjalani operasi untuk mengangkat tumor dan juga persalinan prematur," jelas Gara di seberang."Siapa dokter yang menangani?" Tanya Adipati lagi."Dokter Siagian, Tuan.""Baiklah, buat janji temu secara pribadi antara aku dengan dokter tersebut, hari ini. Dan satu lagi," Adipati menggantung kalimatnya saat sebuah senyum sinis tampak di wajahnya yang keriput."Buat laporan ke kantor polisi atas adanya tindakan pencurian di rumahku, di mana pelakunya adalah Samudra! Aku mau, Samudra di tangkap hari ini juga!""Baik, Tuan."*****Yuk Vote dan koment..Salam Herofah...Hari itu, Santi sudah menemani Aisha seharian di rumah sakit, namun sampai hari menjelang malam, Samudra tak kunjung menunjukkan batang hidungnya di rumah sakit.Bahkan setelah Santi sudah berulang kali menghubungi tetangganya itu, Samudra tak sama sekali membalas pesan yang dikirim Santi.Sampai akhirnya, Santi pun memutuskan untuk pulang karena dia pun khawatir akan kondisi Shaka di rumah, sementara Hendrik suaminya harus berangkat bekerja malam ini."Aisha, Mbak pulang dulu ya? Shaka nggak ada yang jagain di rumah, gimana ini?" Ucap Santi yang jadi tak enak hati. Tapi mau bagaimana lagi, dia tak punya pilihan lain, Shaka jelas membutuhkannya di rumah.Aisha yang memang sudah sadar sejak tadi siang hanya mengangguk pelan. Kondisinya masih sangat lemah.Setelah menitipkan Aisha pada suster jaga, Santi pun pulang meski saat itu dia sendiri berat meninggalkan Aisha sendirian.Untungnya, di depan rumah sakit, sewaktu Santi sedang menunggu angkutan umum, dia melihat Samudra di kejauhan y
Satu minggu berlalu sejak hari di mana Samudra ditangkap polisi atas tuduhan pencurian, Samudra tak sama sekali diizinkan keluar dari sel tahanan meski dia sudah berkali-kali memohon, menghiba hingga membuat onar dengan menjerit-jerit seperti orang gila, tetap saja, tak ada yang memperdulikannya.Frustasi, Samudra sampai tega melukai salah satu teman satu selnya dan menjadikannya tawanan, sebagai alat ancaman agar para polisi itu bersedia melepaskannya. Sebuah tali yang dia dapatkan dari tempat sampah, dia gunakan untuk mencekik leher salah satu napi itu, meski pada akhirnya, Samudra justru harus menerima hukuman di ruangan isolasi yang pengap dan berbau.Di dalam ruangan isolasi itu, Samudra yang sudah putus asa hanya bisa menangis. Bahkan dia sempat menyalahkan Tuhan atas takdir dan penderitaan yang harus dia lalui saat ini.Samudra sama sekali tak memperdulikan dirinya, karena sejauh ini, yang ada dalam pikiran Samudra hanyalah, bagaimana kondisi Aisha sekarang.Itu saja."Ya Allah
LIMA TAHUN KEMUDIAN...Hari ini keadaan pasar ikan di Penjaringan, Muara Baru, terlihat agak sepi.Semenjak pihak Pemerintah DKI melakukan survei tempat dan lokasi untuk perencanaan pembangunan Pasar Ikan Modern, mau tidak mau semua nelayan dan para penjual ikan terpaksa diungsikan ke tempat baru.Sayangnya, di tempat baru ini mereka banyak kehilangan para pelanggan karena akses jalan yang sempit, serta kesan kumuh dan jorok yang menjadikan pasar ikan dadakan itu kini sepi pengunjung.Para konsumen lebih memilih untuk pergi ke supermarket yang higienis dan nyaman, ketimbang bersusah payah datang ke tempat berbau amis yang dipenuhi lalat-lalat menjijikan seperti di pasar ikan dadakan ini.Banyak para pedagang yang mengeluh karena ikan-ikan mereka pada akhirnya busuk karena tidak segera di konsumsi."Ya mau gimana lagi, harus sabar-sabarlah, nanti kalau pasar ikan modern udah jadi, kita-kita juga yang enakkan?" ujar Pak Slamet salah satu nelayan ikan yang biasa menjajakan hasil tangkapa
Seorang Laki-laki bersetelan jas casual dengan gayanya yang terlihat maskulin, berjalan menuju sebuah kawasan kumuh di pinggir pelabuhan.Dia sangat hati-hati dalam melangkah, seolah takut sepatu hitam mengkilatnya kotor terkena lumpur. Sebab sepatu ini dia beli dengan harga yang cukup mahal dan baru dia pakai satu minggu belakangan ini.Langkah kaki laki-laki itu terhenti tepat di sebuah pemukiman yang menurutnya sama sekali tak layak dihuni oleh manusia. Selain tempatnya yang kotor, pemukiman itu seolah kelebihan muatan.Penghuninya banyak, sedang lahan yang mereka huni sangat pas-pasan. Jadilah mereka terlihat seperti hewan ternak yang hidup dalam satu kandang. Pasti tidur pun mereka harus terpaksa saling berdesak-desakan.Laki-laki itu menghela napas berat. Dia jadi tak bisa membayangkan jika dirinya berada di posisi Samudra sekarang, sudah pasti dia tidak akan sanggup."Permisi Bang, saya ada perlu dengan Samudra, orangnya ada?" tanya laki-laki itu pada salah satu penghuni yang s
Hidup adalah sebuah proses.Proses belajar bertahan pada sesuatu setelah saling mengenal, berinteraksi, beradaptasi dan menerima kondisi.Itulah yang telah Samudra lalui selama kurun waktu 5 tahun terakhir.Sebuah proses panjang yang penuh drama dan spionase. Sebuah perjalanan menemukan jati diri dan arti kehidupan secara bersamaan. Perjuangan dan pengorbanan yang tak bisa diukur oleh apapun yang ada di dunia ini.Dulu, Samudra tidak tahu apapun tentang agamanya sendiri. Dia terlalu sibuk dengan urusan dunia.Sibuk berfoya-foya, mabuk-mabukkan, balapan liar, bermain perempuan, bahkan sampai pernah menjadi seorang pengkonsumsi barang haram, jenis ganja.Segala jenis dosa itu melekat kuat dalam diri seorang Samudra Atlanta, hingga membuatnya lupa daratan.Uang dan kekuasaan membuatnya khilaf dan tenggelam dalam jurang kesesatan.Semua orang tunduk padanya. Menghormatinya. Tak ada yang berani melawannya karena kekuasaan yang dimiliki keluarganya.Hingga suatu hari, Allah mempertemukannya
"CUKUP AIRISH!"Gelegar amarah seseorang terdengar dari arah ruang keluarga.Beberapa asisten rumah tangga yang mendengar suara itu pun mendadak kepo. Mereka merapatkan telinga ke dinding dari arah dapur untuk menguping.Semua terasa seperti mimpi bagi Airish ketika sang Papa yang begitu menyayanginya selama ini membentaknya untuk pertama kali.Airish tidak terima."Airish sayang sama Delon Pa! Pokoknya Airish nggak mau dijodoh-jodohin lagi! Kalau emang Papa nggak setuju sama hubungan Airish, Airish bakal pergi dari rumah ini! Airish akan tinggal sama Delon!" sentak Airish dengan wajah sembab. Dia baru saja keluar dari kamar dengan sebuah koper di tangannya."Papa sudah peringatkan kamu, laki-laki macam apa Delon itu! Tapi kalau kamu tetap nggak percaya omongan Papa, SILAHKAN PERGI! Temui pangeran kodok kamu itu! Tapi ingat Airish, kalau sampai omongan Papa ini terbukti, kamu nggak bisa mengelak dari perjodohan yang sudah Papa rencanakan!" ancam Sudirman pada anak semata wayangnya, Ai
"Bapak-bapak, Ibu-ibu! Kalian ya yang jadi saksi atas apa yang terjadi sama saya di dalam metromini ini! DIA, LELAKI INI, SUDAH BERANI PEGANG-PEGANG DAN MEREMAS PANTAT SAYA DUA KALI!" teriak Airish seperti orang yang sedang berpidato."Maaf Nona, saya bukan lelaki mesum. Saya sama sekali tidak merasa sudah melakukan tindak pelecehan seksual terhadap anda! Tolong tarik kata-kata anda tadi!" sahut Samudra dengan gertakan kedua rahangnya."Kamu? Cowok yang di pasar ikan waktu itukan?" Tanya Airish spontan begitu teringat akan sosok lelaki belagu yang sempat membuatnya kesal tempo hari.Samudra diam saja. Tatapan penuh hujatan yang dia peroleh dari sebagian isi penumbang metromini itu membuatnya tidak nyaman hingga dia pun akhirnya memutuskan untuk turun dari metromini tersebut.Sebelum turun, Samudra sempat menatap tajam wajah lelaki lain yang juga berdiri berdampingan dengan Airish di sisi lain. Lelaki yang diyakini Samudra sebagai tersangka yang sebenarnya telah melakukan tindak pelece
Entah apa yang dilakukan Samudra ini benar atau tidak, tapi yang pasti Samudra tak punya pilihan lain selain menunggu Airish terbangun dari pingsan.Lelaki itu membawa Airish ke area taman di sekitar apartemen dan menduduki salah satu bangku taman yang tersedia di taman tersebut.Ingin hati meninggalkan, namun tidak tega.Terlebih Airish adalah seorang wanita.Semenyebalkan apapun dia, tetap saja Samudra tidak mungkin membiarkan Airish sendirian dalam keadaan tubuh wanita itu yang penuh luka memar seperti ini.Samudra baru saja selesai mengobati luka-luka Airish saat tiba-tiba Airish pun tersadar dari pingsannya.Airish kelihatan bingung. "A-aku kenapa?" Tanyanya sambil memegangi luka di kepalanya yang sakit."Nggak usah pura-pura amnesia! Tadi lo habis jatuh dari tangga, makanya gue bawa lo ke sini, supaya gue bisa ngobatin luka-luka lo," jawab Samudra yang langsung berdiri dari duduknya.Airish berpikir cepat dengan mencoba mengingat hal apa yang tengah dialaminya tadi.Hingga setela