Hari itu, Santi sudah menemani Aisha seharian di rumah sakit, namun sampai hari menjelang malam, Samudra tak kunjung menunjukkan batang hidungnya di rumah sakit.
Bahkan setelah Santi sudah berulang kali menghubungi tetangganya itu, Samudra tak sama sekali membalas pesan yang dikirim Santi.Sampai akhirnya, Santi pun memutuskan untuk pulang karena dia pun khawatir akan kondisi Shaka di rumah, sementara Hendrik suaminya harus berangkat bekerja malam ini."Aisha, Mbak pulang dulu ya? Shaka nggak ada yang jagain di rumah, gimana ini?" Ucap Santi yang jadi tak enak hati. Tapi mau bagaimana lagi, dia tak punya pilihan lain, Shaka jelas membutuhkannya di rumah.Aisha yang memang sudah sadar sejak tadi siang hanya mengangguk pelan. Kondisinya masih sangat lemah.Setelah menitipkan Aisha pada suster jaga, Santi pun pulang meski saat itu dia sendiri berat meninggalkan Aisha sendirian.Untungnya, di depan rumah sakit, sewaktu Santi sedang menunggu angkutan umum, dia melihat Samudra di kejauhan yang juga baru turun dari angkutan umum lain.Lelaki itu tersenyum lebar seraya melambaikan tangannya ke arah Santi. Menyebrang jalan dengan setenteng belanjaan yang berisi makanan ringan."Maaf ya Mbak tadi ponsel saya mati," katanya yang jadi tak enak hati. "Oh ya, ini uang yang tadi saya pinjam, dan ini ada sedikit jajanan untuk Shaka," ucap Samudra sembari memberikan salah satu kantong belanjaan yang dibawanya pada Santi."MasyaAllah, ini banyak banget makanannya? Buat Shaka semua?" Pekik Santi terkejut melihat banyaknya makanan di dalam kantong belanjaan itu."Iya buat Shaka.""Memangnya kamu dapat uang darimana sampai bisa belanja segini banyak?" Tanya Santi terheran-heran."Adalah pokoknya Mbak. Rejekinya Aisha. Yaudah Mbak, saya masuk dulu. Makasih banyak ya udah mau jagain Aisha. Maaf banget kalau merepotkan,""Ahk, nggak apa-apa. Kayak sama siapa aja kamu,"Samudra baru saja melangkah hendak memasuki pekarangan halaman depan rumah sakit ketika langkahnya dihadang oleh beberapa petugas berseragam kepolisian.Santi yang saat itu masih berdiri di tepi jalan menunggu angkutan umum jadi ikutan menoleh karena mendengar suara teriakan Samudra.Saat itu, Santi melihat Samudra yang mencoba melepaskan diri dari borgolan pada tangannya oleh beberapa orang polisi yang tadi menghadangnya."Eh, ini ada apa Pak? Ini tetangga saya mau dibawa kemana? Dia salah apa?" Tanya Santi yang sekonyong-konyong menghampiri Samudra hendak menolong."Lepasin saya Pak, saya nggak mencuri, Pak! Ini fithah! Ini fitnah Pak!" Teriak Samudra lagi yang jadi memancing perhatian orang-orang disekitar."Pak Samudra diduga sudah mencuri beberapa barang elektronik mahal di kediaman Tuan Adipati Atlanta. Itulah sebabnya, kami harus menahannya sekarang," jelas salah satu polisi itu pada Santi."Mbak Santi, percaya sama saya Mbak, saya nggak mencuri! Saya ambil barang-barang itu dari rumah saya sendiri! Saya nggak mencuri!" Teriak Samudra lagi yang masih terus mencoba untuk berontak.Santi jadi bingung.Rumah sendiri?Memangnya Samudra punya rumah?Gumam wanita itu dalam hati.Santi yang memang tak sama sekali tahu latar belakang keluarga Samudra jelas dibuat bingung dengan apa yang terus dikatakan Samudra padanya, hingga akhirnya dia hanya bisa diam.Bahkan saat Samudra terus berteriak padanya.Santi masih saja diam."Mbak, Mbak Santi! Tolong saya Mbak! Saya nggak mencuri! LEPAS BRENGSEK!" Jerit Samudra saat kini tubuhnya sudah berhasil dimasukkan ke dalam mobil dinas para polisi tersebut.Lelah berteriak, di dalam mobil Samudra malah jadi menangis. Dia benar-benar bingung."Pak, tolong lepaskan saya Pak. Saya nggak mencuri, Pak! Saya dapat uang ini dari hasil menjual barang-barang elektronik milik saya sendiri, Pak! Bapak bisa hubungi Papa saya sekarang, beliau yang memberikan saya izin untuk menjual barang-barang itu! Lepaskan saya Pak! Saya harus ke rumah sakit sekarang, Pak! Istri saya sedang sakit, dia butuh saya, Pak... Tolong....""Anda bisa jelaskan semuanya nanti di kantor polisi Pak Samudra," jawab salah satu polisi."Telepon Papa saya sekarang! Kalian belum tahu siapa Papa saya!" Ucap Samudra kalap."Justru yang melaporkan anda atas tuduhan pencurian hari ini adalah Tuan Adipati sendiri! Jadi sekali lagi saya peringatkan anda untuk diam dan jelaskan semuanya nanti di kantor polisi! PAHAM!"Mendengar hal itu, tubuh Samudra pun luruh di atas jok mobil.Dia benar-benar tak menyangka.Papanya yang melaporkan dirinya?Tapi, bukankah tadi, Adipati terlihat begitu baik?Ada apa sebenarnya?Samudra benar-benar tak habis pikir.*****Tahu kini Samudra dibawa ke kantor polisi, setelah menghubungi Hendrik agar sang suami libur bekerja dulu untuk menjaga Shaka, Santi pun kembali memasuki ruang rawat Aisha, berniat untuk memberitahu Aisha mengenai apa yang kini terjadi menimpa Samudra.Hanya saja, langkah Santi yang hendak memasuki ruang rawat itu terhenti ketika ada beberapa orang berjas hitam menghadang langkahnya di depan pintu ruang rawat Aisha."Anda siapanya Aisha?" Tanya salah satu lelaki yang berdiri paling depan. Lelaki dengan postur tubuh tinggi tegap, berwajah sedikit brewok dan terlihat cukup tampan. Yang pasti, lelaki ini masih terbilang cukup muda dan gagah."Sa-saya tetangga Aisha, Pak," jawab Santi apa adanya. Hadir sebersit rasa takut melihat keberadaan orang-orang itu. Sebab dari penampilan mereka yang super rapi, terlihat sekali bahwa mereka bukan orang sembarangan."Perkenalkan, saya Gara. Saya adalah utusan dari keluarga Samudra yang akan mengambil alih pengobatan atas diri Aisha." Jelas lelaki bernama Gara itu seraya mengulurkan tangan.Santi menerima uluran tangan Gara dan menyebutkan namanya. Lalu, Gara mengajak Santi untuk duduk di salah satu bangku tunggu di lorong rumah sakit dan mengatakan pada Santi bahwa di dalam sana, keadaan Aisha baik-baik saja karena sudah ada yang menjaganya.Gara memberi isyarat pada salah satu bawahannya yang membawa koper untuk mendekat.Bawahan Gara itu pun membuka koper berukuran sedang yang dibawanya, tepat di hadapan Santi.Kedua bola mata Santi seketika terbelalak saat dilihatnya isi koper tersebut yang penuh dengan uang."Apa benar anak anda sedang sakit keras, Mbak Santi?" Tanya Gara saat itu.Santi hanya menjawab dengan anggukan kepala.Uang yang begitu banyak di hadapannya saat itu membuat Santi seketika merasa gugup."Lalu, bagaimana dengan hutang rentenir yang kini melilit anda? Sudah dilunasi?" Tanya Gara lagi.Kali ini Santi menggeleng.Gara mengambil alih koper di tangan anak buahnya, menutupnya kembali dan meletakkan koper tersebut tepat di pangkuan Santi."Anggap saja ini hadiah dari keluarga Samudra karena anda sudah sangat baik pada Samudra dan Aisha selama ini," kata Gara dengan senyumnya yang menawan dan mempesona.Santi meneguk salivanya susah payah. Tubuhnya bergetar hebat seolah koper yang berada di pangkuannya saat ini begitu berat."T-tapi saya ikhlas membantu mereka, Pak. Karena mereka pun sangat baik pada saya selama ini," jawab Santi terbata."Ya, saya paham. Saya sangat paham akan hal itu. Itulah sebabnya, keluarga Samudra kini memberikan Mbak Santi uang ini sebagai rasa terima kasih. Dan untuk benar-benar bisa mendapatkan uang ini, Mbak hanya perlu melakukan satu hal saja untuk kami,""Me-melakukan hal apa, Pak?" Tanya Santi masih dengan kegugupannya yang semakin menjadi.Gara menegakkan tubuhnya, memberikan sebuah alamat lapas di mana Samudra kini ditahan."Minggu depan, datang ke alamat ini, dan katakan pada Samudra, bahwa Aisha sudah meninggal. Lalu, setelah itu, Mbak dan keluarga bisa pergi dari kota ini sejauh-jauhnya. Pergilah ke tempat di mana Samudra tidak akan pernah menemukan kalian lagi. Paham, Mbak Santi?"*****Yang suka dengan cerita ini jangan lupa komen dan Vote ya...Salam Herofah...Satu minggu berlalu sejak hari di mana Samudra ditangkap polisi atas tuduhan pencurian, Samudra tak sama sekali diizinkan keluar dari sel tahanan meski dia sudah berkali-kali memohon, menghiba hingga membuat onar dengan menjerit-jerit seperti orang gila, tetap saja, tak ada yang memperdulikannya.Frustasi, Samudra sampai tega melukai salah satu teman satu selnya dan menjadikannya tawanan, sebagai alat ancaman agar para polisi itu bersedia melepaskannya. Sebuah tali yang dia dapatkan dari tempat sampah, dia gunakan untuk mencekik leher salah satu napi itu, meski pada akhirnya, Samudra justru harus menerima hukuman di ruangan isolasi yang pengap dan berbau.Di dalam ruangan isolasi itu, Samudra yang sudah putus asa hanya bisa menangis. Bahkan dia sempat menyalahkan Tuhan atas takdir dan penderitaan yang harus dia lalui saat ini.Samudra sama sekali tak memperdulikan dirinya, karena sejauh ini, yang ada dalam pikiran Samudra hanyalah, bagaimana kondisi Aisha sekarang.Itu saja."Ya Allah
LIMA TAHUN KEMUDIAN...Hari ini keadaan pasar ikan di Penjaringan, Muara Baru, terlihat agak sepi.Semenjak pihak Pemerintah DKI melakukan survei tempat dan lokasi untuk perencanaan pembangunan Pasar Ikan Modern, mau tidak mau semua nelayan dan para penjual ikan terpaksa diungsikan ke tempat baru.Sayangnya, di tempat baru ini mereka banyak kehilangan para pelanggan karena akses jalan yang sempit, serta kesan kumuh dan jorok yang menjadikan pasar ikan dadakan itu kini sepi pengunjung.Para konsumen lebih memilih untuk pergi ke supermarket yang higienis dan nyaman, ketimbang bersusah payah datang ke tempat berbau amis yang dipenuhi lalat-lalat menjijikan seperti di pasar ikan dadakan ini.Banyak para pedagang yang mengeluh karena ikan-ikan mereka pada akhirnya busuk karena tidak segera di konsumsi."Ya mau gimana lagi, harus sabar-sabarlah, nanti kalau pasar ikan modern udah jadi, kita-kita juga yang enakkan?" ujar Pak Slamet salah satu nelayan ikan yang biasa menjajakan hasil tangkapa
Seorang Laki-laki bersetelan jas casual dengan gayanya yang terlihat maskulin, berjalan menuju sebuah kawasan kumuh di pinggir pelabuhan.Dia sangat hati-hati dalam melangkah, seolah takut sepatu hitam mengkilatnya kotor terkena lumpur. Sebab sepatu ini dia beli dengan harga yang cukup mahal dan baru dia pakai satu minggu belakangan ini.Langkah kaki laki-laki itu terhenti tepat di sebuah pemukiman yang menurutnya sama sekali tak layak dihuni oleh manusia. Selain tempatnya yang kotor, pemukiman itu seolah kelebihan muatan.Penghuninya banyak, sedang lahan yang mereka huni sangat pas-pasan. Jadilah mereka terlihat seperti hewan ternak yang hidup dalam satu kandang. Pasti tidur pun mereka harus terpaksa saling berdesak-desakan.Laki-laki itu menghela napas berat. Dia jadi tak bisa membayangkan jika dirinya berada di posisi Samudra sekarang, sudah pasti dia tidak akan sanggup."Permisi Bang, saya ada perlu dengan Samudra, orangnya ada?" tanya laki-laki itu pada salah satu penghuni yang s
Hidup adalah sebuah proses.Proses belajar bertahan pada sesuatu setelah saling mengenal, berinteraksi, beradaptasi dan menerima kondisi.Itulah yang telah Samudra lalui selama kurun waktu 5 tahun terakhir.Sebuah proses panjang yang penuh drama dan spionase. Sebuah perjalanan menemukan jati diri dan arti kehidupan secara bersamaan. Perjuangan dan pengorbanan yang tak bisa diukur oleh apapun yang ada di dunia ini.Dulu, Samudra tidak tahu apapun tentang agamanya sendiri. Dia terlalu sibuk dengan urusan dunia.Sibuk berfoya-foya, mabuk-mabukkan, balapan liar, bermain perempuan, bahkan sampai pernah menjadi seorang pengkonsumsi barang haram, jenis ganja.Segala jenis dosa itu melekat kuat dalam diri seorang Samudra Atlanta, hingga membuatnya lupa daratan.Uang dan kekuasaan membuatnya khilaf dan tenggelam dalam jurang kesesatan.Semua orang tunduk padanya. Menghormatinya. Tak ada yang berani melawannya karena kekuasaan yang dimiliki keluarganya.Hingga suatu hari, Allah mempertemukannya
"CUKUP AIRISH!"Gelegar amarah seseorang terdengar dari arah ruang keluarga.Beberapa asisten rumah tangga yang mendengar suara itu pun mendadak kepo. Mereka merapatkan telinga ke dinding dari arah dapur untuk menguping.Semua terasa seperti mimpi bagi Airish ketika sang Papa yang begitu menyayanginya selama ini membentaknya untuk pertama kali.Airish tidak terima."Airish sayang sama Delon Pa! Pokoknya Airish nggak mau dijodoh-jodohin lagi! Kalau emang Papa nggak setuju sama hubungan Airish, Airish bakal pergi dari rumah ini! Airish akan tinggal sama Delon!" sentak Airish dengan wajah sembab. Dia baru saja keluar dari kamar dengan sebuah koper di tangannya."Papa sudah peringatkan kamu, laki-laki macam apa Delon itu! Tapi kalau kamu tetap nggak percaya omongan Papa, SILAHKAN PERGI! Temui pangeran kodok kamu itu! Tapi ingat Airish, kalau sampai omongan Papa ini terbukti, kamu nggak bisa mengelak dari perjodohan yang sudah Papa rencanakan!" ancam Sudirman pada anak semata wayangnya, Ai
"Bapak-bapak, Ibu-ibu! Kalian ya yang jadi saksi atas apa yang terjadi sama saya di dalam metromini ini! DIA, LELAKI INI, SUDAH BERANI PEGANG-PEGANG DAN MEREMAS PANTAT SAYA DUA KALI!" teriak Airish seperti orang yang sedang berpidato."Maaf Nona, saya bukan lelaki mesum. Saya sama sekali tidak merasa sudah melakukan tindak pelecehan seksual terhadap anda! Tolong tarik kata-kata anda tadi!" sahut Samudra dengan gertakan kedua rahangnya."Kamu? Cowok yang di pasar ikan waktu itukan?" Tanya Airish spontan begitu teringat akan sosok lelaki belagu yang sempat membuatnya kesal tempo hari.Samudra diam saja. Tatapan penuh hujatan yang dia peroleh dari sebagian isi penumbang metromini itu membuatnya tidak nyaman hingga dia pun akhirnya memutuskan untuk turun dari metromini tersebut.Sebelum turun, Samudra sempat menatap tajam wajah lelaki lain yang juga berdiri berdampingan dengan Airish di sisi lain. Lelaki yang diyakini Samudra sebagai tersangka yang sebenarnya telah melakukan tindak pelece
Entah apa yang dilakukan Samudra ini benar atau tidak, tapi yang pasti Samudra tak punya pilihan lain selain menunggu Airish terbangun dari pingsan.Lelaki itu membawa Airish ke area taman di sekitar apartemen dan menduduki salah satu bangku taman yang tersedia di taman tersebut.Ingin hati meninggalkan, namun tidak tega.Terlebih Airish adalah seorang wanita.Semenyebalkan apapun dia, tetap saja Samudra tidak mungkin membiarkan Airish sendirian dalam keadaan tubuh wanita itu yang penuh luka memar seperti ini.Samudra baru saja selesai mengobati luka-luka Airish saat tiba-tiba Airish pun tersadar dari pingsannya.Airish kelihatan bingung. "A-aku kenapa?" Tanyanya sambil memegangi luka di kepalanya yang sakit."Nggak usah pura-pura amnesia! Tadi lo habis jatuh dari tangga, makanya gue bawa lo ke sini, supaya gue bisa ngobatin luka-luka lo," jawab Samudra yang langsung berdiri dari duduknya.Airish berpikir cepat dengan mencoba mengingat hal apa yang tengah dialaminya tadi.Hingga setela
"Gue masuk penjara setelah memperkosa seorang gadis terus gue mutilasi dan gue kasih potongan tubuhnya buat jadi santapan anjing!"Mendengar ucapan Samudra, tubuh Airish membeku di tempat.Kaki gadis itu gemetar saking takut.Akan tetapi, bukan Airish namanya, jika dia tidak bisa mengendalikan keadaan.Menutupi semua rasa takut yang sempat hinggap, Airish justru memulas senyum tipis dan berkata, "baru mutilasi satu orang aja kan, belum sepuluh? Ayo cepetan, anter aku ketemu Delon dulu!"Melihat sikap santai Airish tersebut, pada akhirnya, Samudra hanya bisa terbengong-bengong tak percaya."Kamu tunggu di sini sebentar ya, aku mau masuk dulu. Jagain koper aku," ucap Airish seperti menyuruh seorang pembantu, ketika dirinya dan Samudra sudah sampai di depan apartemen Delon.Samudra baru membuka mulut hendak bicara, namun tubuh Airish sudah lebih dulu menghilang dari hadapannya. Wanita itu sudah memasuki apartemen yang katanya milik kekasihnya itu.Alhasil, menahan kesal, Samudra hanya bi