"Tidak kah hatimu tersentuh dengan segala hal yang sudah Aksan lakukan untuk mendapat kesempatan tetap bersamamu?" tanya Mama Aksan.Nilam terdiam, dia masih tak mengucapkan apapun seolah memberikan kesempatan pada Mama Aksan untuk meluapkan semua pengharapannya. "Semoga hati kamu terketuk dan bisa memberikan kesempatan pada Aksan, Tuhan saja maha pemurah Nilam, dia memberikan kesempatan pada Aksan untuk hidup lebih baik kenapa kamu tidak?"Kali ini ucapan Mama Aksan membuat Nilam melirik Mama Aksan dan dengan cepat membuang pandangannya. Dia seolah memojokkan Nilam jika sudah membawa nama Tuhan, karena tak ada manusia mana pun di muka bumi ini yang ingin dipojokkan dengan dibandingkan dengan Tuhan, Tuhan itu tak ada bandingannya, Ia ialah Sang Maha jadi Nilam merasa tak enak mendengar ucapan Mama Mertuanya itu."Bu, kita tak pernah tahu bagaimana luka yang dialami Nilam. Saya tak bisa menyalahkan atau meminta Nilam kembali karena yang berhak menentukan kebahagiaan bagi Nilam ya dia
Hari berganti hari, Nilam menjalani kehidupan barunya sebagai seorang yang gagal mempertahankan rumah tangganya, anak seorang pemilik CV gagal tentu saja menjadi boomerang bagi keluarga besar Nilam tapi yang lebih malu adalah keluarga Adi Jaya dan Nilam tak memperdulikan hal itu.Seolah ingin mengubur semua tentang Aksan, dia mengganti nomornya tak ada seorang pun dari keluarga Aksan mrngetahui nomornya. Nilam benar-benar memutuskan untuk pergi dari kehidupan Aksan. Putusan yang sudah dikeluarkan oleh pengadilan beberapa waktu lalu membuat Nilam sadar bahwa kini Aksan sudah bukan bagian dari hidupnya melainkan hanya seberkas kisah kelam di masa lalu. Pernahkah Nilam membayangkan dirinya hanya rnam bulan saja menikmati indahnya pernikahan lalu tetiba kandas dan hancur karena sebuah kebohongan, begitu keraskah hati Nilam hingga tak ada maaf yang tercipta untuk Aksan, pintunya telah tertutup dan memilih mengakhiri semuanya. Terakhir kali Nilam bertemu Aksan adalah ketika dirinya dipan
"Nilam ... Andai kami tahu, sejak aku sadar semuanya lalu bertemu dengan Mas Aksan, dia sudah menalak aku. Dan sekarang aku mau kamu menerima permintaan rujuk yang ia harapkan, demi mama Nilam maukah kamu rujuk dengan Mas Aksan?" tanya Qonita.Seketika Nilam terperangah mendengar ucapan Qonita, ia segera melepas tangannya dari genggaman tangan Nilam. Baru akan menata hati tiba-tiba ia mendengar kabar itu. Nilam menepis semua rasa apapun yang bisa mengganggu keteguhan hatinya. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya."Qonita ... Semua sudah menjadi keputusanku, mama mungkin merasa kehilangan tapi seiring berjalannya waktu apalagi ada kamu di dekatnya perlahan ia akan lupa padaku. Lagi pula, mungkin ini cara Tuhan menyatukan Mas Aksan dengan cinta pertamanya yaitu kamu. Tolong jangan melakukan apapun untuk membuatku mau menerima Mas Aksan kembali pantang bagiku menelan ludah sendiri. Sampaikan permintaan maafku pada mama, permisi." Tanpa menunggu respon dari Qonita, Nilam bangk
"Nilam ... Mau kah kamu menjadi pendampingku?" Seketika pertanyaan itu membuat Nilam tak bisa berkata-kata, mendadak tubuhnya seakan kena sengatan listrik, kaku dan terperangah merasa terkejut tak percaya. Nilam menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan, ia menatap serius pada Malik yang sudah ia kenal sejak lama tapi baru dekat beberapa bulan terakhir. Nilam dapat merasakan perhatian dan kebaikan Malik tapi baginya kini yang sudah pernah gagal dalam berumah tangga baik dan perhatian bukan menjadi tolak ukur lagi untuk menerima kehadiran orang tersebut. Rasanya perlu banyak hal yang lebih dipertimbangkan.Malik berada dalam hati yang tak karuan, ia yakin bisa diterima tapi mendadak melihat ekspresi wajah Nilam setelah ia menyatakan maksudnya keyakinan itu meluntur. "Mas, untuk saat ini aku belum bisa. Maaf!" ujar Nilam hati-hati.Malik tanpa sadar menutup kotak perhiasan itu, tangannya mendadak lemas dan entahlah ada yang terasa sangat sakit dan patah di sana. Tapi Malik ta
Dikepal tangannya, menahan emosi melihat pemandangan itu. Malik tak bisa memungkiri hatinya memanas melihat Nilam dan Zaki saling berpandangan sangat dekat. Selain Malik, ada sepasang mata lain yang melihat hal itu dan membuat dia mengigit bibirnya."Lain kali hati-hati," ucap Zaki membantu Nilam berdiri.Nilam yang untuk kesekian kalinya selalu terjatuh di dekat Zaki semakin membuat hatinya berdekup kencang, kali ini ia salah tingkah. "Maaf Mas, tadi buru-buru. Kok mas bisa di sini?" "Lho, kenapa? Sesil rekan bisnis saya, wajar rasanya sayang datang, iya kan?" Nilam terdiam, ia merasa bodoh dengan bertanya hal itu. Iyalah Zaki pasti datang, perusahaan tempat Sesil bekerja kan berkerjasama dengan resto milik Zaki. "Oh ya, ya sudah permisi mas." "Silahkan, oh ya jika bisa sehabis acara ini kita ngobrolin kerjasama kita."Nilam mengernyitkan dahi, ada tanya dalam hatinya, soal kerjasama itu bukan kah sudah sepakat hanya dibahas di hari kerja sedangkan sekarang weekend."Kenapa? Say
"Aku bermaksud memintamu untuk menjadi pendampingku, mau kah kamu menjadi pendampingku. Kita bekerjasama membangun rumah tangga dalam ridhoNya?" Nilam tak dapat menahan bobot tubuhnya, lututnya mendadak lemas, dadanya berdebar kencang, ibu Nilam sigap menahan tubuh anaknya. Begitu pun Zaki respek berlutut di hadapan Nilam yang terduduk. Suasana hening, semua menunggu jawaban Nilam yang masih bungkam."Nak Zaki tanya banyak hal soal kamu dan dia juga cerita banyak soal dia sama ibu. Kemudia dia mempertemukan ayah dan ibu dengan orang tuanya. Jika kamu masih mau mempertimbangkannya, ibu dan ayah mendukungmu," bisik ibu. Nilam masih terdiam, ia tak percaya Zaki sebegitunya sementara dia tak tahu siapa Zaki. Kegagalan bersama Aksan menjadi pusat perhatian karena Nilam cuek dan tak mencari tahu lebih banyak soal Aksan, hingga ia baru tahu kalau Aksan menyimpan nama wanita lain di hatinya."Betul Nilam, jika hatimu masih belum yakin padaku, kamu boleh mempertimbangkannya. Di sini ada ked
Pembawa acara pun memanggil nama Zaki dan keluarlah Zaki dengan menggenggam tangan Nilam, terbelalak mata Aksan melihat itu, Nilam melirik Aksan lalu kembali mengarahkan pandangannya ke depan. Zaki penuh percaya diri menggandeng Nilam, Aksan mengepalkan tangannya menahan emosinya melihat mantan istrinya berjalan dengan lelaki lain yang keadaannya jauh lebih baik dari dirinya. Senyum mengembang dari bibir Nilam adalah luka bagi hati Aksan yang melihatnya, inikah karma yang harus ia terima setelah hukuman yang ia hadapi? Rasanya terlalu sakit.Beberapa waktu sebelum kejadian itu terjadi, tiga hari setelah Zaki mengungkapkan perasaannya akhirnya dengan mantap Nilam menjawab iya dan meminta waktu untuk mengenal Zaki lebih banyak karena tak ingin memgalami peristiwa yang sama maka belajar dari hal itu kehati-hatian Nilam sangat ekstra dalam memilih pasangan hidup selanjutnya.Semasa masa perkenalan, banyak hal yang Nilam korek tentang Zaki dari kedua orang tuanya dan adiknya, tentu saja da
Sial, kali ini Aksan tak bisa berlaku apapun dan menuruti kata-kata Nilam. Aksan memberi akses jalan pada Nilam dan ia pun mengikuti Nilam keluar, saat mereka keluar bareng Zaki tanpa sengaja melihat itu, ia memandang perih apalagi melihat hijab Nilam yang berantakan. Pikiran liarnya menari-nari, berusaha untuk tetap tenang. Zaki mencoba menghampiri mereka tapi terhenti ketika mendengar ucapan yang keluar dari mulut Nilam."Kenapa hah? Sakit hati iya?" ucap Nilam mendongkangkan kepalanya di hadapan Aksan. Aksan mengepalkan tangannya menahan emosi yang sudah sejak tadi memenuhi kepalanya, melihat kemesraan dan kebahagiaan dari wajah Nilam membuat hatinya panas, Aksan menyesali itu bukan dia lelaki yang membuat senyum terpancar dari bibir merah Nilam. "Sengaja kamu melakukan ini iya?" gertak Aksan. "Kalau iya kenapa hah? Jangan pikir aku ini lemah, bertahun-tahun aku menunggu saat-saat seperti ini. Di mana kamu menyadari bahwa aku bisa jauh lebih baik dari siapapun. Kamu pikir aku ga