Share

BAB 7

MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU

BAB 7

PoV author.

Setelah membalas pesan dari Dian, Amira menghapusnya dan mematikan ponselnya. Dia begitu marah dan sakit hati setelah Dian mengatakan, bahwa ucapannya di cafe itu hanya prank dan candaan semata.

Di sisi lain, Aldi dan bapaknya tampak keluar dari halaman rumah Dian sambil tertawa puas.

_______

"Amira," panggil Aldi, saat Amira sudah memejamkan mata.

"Ya, sekarang sudah malam dan waktunya kita untuk tidur," sahut Amira tanpa membuka matanya sedikit pun.

"Minggu depan kita liburan ke puncak, kamu siap-siap ya?" Amira spontan membuka mata, lalu memiringkan badannya untuk melihat Aldi yang sudah berbaring di sampingnya.

Laki-laki yang sempat Amira benci saat dia mendengar ucapan Dian itu, terlihat langsung mengulas senyum manis saat Amira menatapnya.

"Liburan ke puncak? Ngapain?"

"Ya liburan lah, bulan madu, kamu nggak mau?"

"Mau banget dong, Mas." sahut Amira sambil memeluk Aldi.

______

Dua hari setelah itu, Dian sama sekali tidak memperlihatkan batang hidungnya di hadapan Amira. Amira pun manjadi bingung saat melihat rumah Dian terlihat tutup dan sepi seperti tidak berpenghuni. Amira ingin bertanya dengan mengirim pesan, namun egonya menahannya untuk tidak melakukan itu.

Amira duduk di teras untuk menunggu kepulangan Aldi dari bekerja. Saat sedang bermain ponsel, perhatian Amira langsung teralihkan ke arah sebuah truk pasir yang masuk ke halaman rumah Dian.

Mata Amira memicing ketika melihat empat orang laki-laki bergotong royong menaikkan satu persatu barang-barang milik Dian keatas truk itu.

'Apa Mbak Dian mau pindah?' gumam Amira. Dia bangkit dari duduknya dan mencoba untuk melihat keberadaan Dian dari rumahnya. Namun, Amira harus menghela napas panjang saat tidak melihat Dian berada di rumahnya.

'Aneh sekali, apa Mbak Dian tersinggung karena ucapan kasarku kemarin? Seharusnya, Mbak Dian memperbaiki kesalahannya, bukannya malah menghindar dan pindah dari sini.' batin Amira, gelisah.

Dia merasa bersalah setelah memarahi Dian, karena dia berpikir Dian sudah sangat keterlaluan dalam bercanda.

Semenjak itu, Dian benar-benar menghindari untuk berinteraksi dengannya.

"Mbak Dian pasti malu karena pranknya sudah membuatku marah. Sebab, setelah itu dia sama sekali tidak terlihat lagi. Ya, pasti Mbak Dian malu." Amira bergumam sembari mengalihkan pandangannya ke arah Aldi yang baru sampai ke rumah.

Aldi membuka helm sembari melihat ke arah rumah Dian dengan senyum terpancar jelas di wajahnya.

"Pindah ke mana?" tanya Aldi yang menatap Amira.

Wanita yang berpipi chubby itu hanya mengedikkan kedua bahunya.

"Hmm ... apa urusannya dengan kita, yuk, masuk?" Aldi berucap sembari berjalan masuk ke dalam rumah.

'Mas Aldi memang orang yang cuek terhadap orang yang ada di sekitarnya. Seharusnya, dia pergi ke rumah Mbak Dian, dan bertanya pada suaminya. Kenapa mereka sampai pindah? Tapi, selama aku tinggal di sini, belum pernah aku melihat Mas Aldi bertegur sapa dengan suaminya Mbak Dian. Ditambah, suaminya Mbak Dian itu jarang berada di rumah. Tapi, kan ... ah, sudahlah, pusing juga memikirkan urusan orang lain. Mungkin, Mbak Dian memang sudah dari lama ingin pindah dari sini.' batin Amira.

"Amira," panggil Aldi, karena Amira masih belum juga masuk ke dalam rumah.

"Iya, sebentar, Mas." sahut Amira dan masuk ke dalam rumah.

"Bapak ke mana? Di kamarnya kok nggak ada?" Aldi duduk diatas sofa setelah keluar dari dalam kamar bapaknya.

"Tidak tahu, Mas. Aku dari pagi tidak melihat Bapak, mungkin lagi keluar entah ke mana," sahut Amira sambil duduk di samping Aldi.

"Kamu ini, selalu begitu, seharusnya kamu melayani Bapak dengan baik, ini setiap kali aku tanya Bapak, kamu jawab tidak tahu!" sungut Aldi.

"Mas, kamu sayang tidak sih sama aku?" tanya Amira, yang melihat ke arah Aldi sedang mengeluarkan sebatang rokok dari dalam bungkusannya.

"Menurutmu?" Sambil menyalakan api dari korek api, Aldi malah balik bertanya pada Amira.

"Entahlah, aku merasa perilakumu terhadapku setelah kita menikah, terasa sangat berbeda. Aku rasa, kamu tidak sayang padaku," ungkap Amira.

"Amira, kalau aku tidak sayang, kenapa aku harus menikahimu?"

"Entah kenapa? Aku merasa ada yang berbeda darimu, Mas. Tepatnya setelah kita menikah, dan lebih tepatnya lagi setelah kita tinggal di rumah bapakmu ini." ungkap Amira lagi.

Aldi bersandar di sofa, sembari menaikan satu kakinya keatas paha. Rokok pun dihisapnya dan meniupkan asapnya ke udara. Asap itu perlahan-lahan menerpa wajah Amira dan membuat napas Amira sedikit sesak saat mencium bau asapnya.

"Cuma perasaanmu saja, aku tetap Aldi yang dulu, Aldi yang kamu cintai, karena aku merasa tidak ada yang berubah sama sekali," lanjut Aldi dengan senyum miring.

"Ummm-"

Suara batuk dari arah pintu utama, mengurungkan Amira untuk melanjutkan pertanyaannya. Bapak mertuanya sudah kembali ke rumah, entah ke mana perginya seharian ini? Karena Amira tidak melihatnya sejak pagi.

'Kok bau minuman keras, ya?' batin Amira, saat bapak mertuanya melintas di depannya.

"Dari mana, Pak?" tanya Aldi langsung.

"Menemui Paman Sugi, katanya, Minggu depan jangan nggak jadi, kalau tidak, semua uang yang sudah kita pakai akan dimintanya kembali," jawab Bapak mertuanya Amira.

'Uang apa?' batin Amira, dengan pikiran bingung.

"Tenang saja, Pak. Pasti akan sesuai dengan yang sudah kita rencanakan. Pokoknya semua berjalan dengan mulus. Oh, ya, Bapak sudah ngomong ke Paman Sugi belum? Soal tambahan uang lagi bila semuanya sudah dapat dengan apa yang dia mau, 'kan?"

"Bereslah pokoknya, semuanya sudah Bapak atur, ha-ha-ha!" Bapak mertua Amira tertawa terbahak-bahak sambil bersandar disofa.

Amira terlihat semakin bingung dengan apa yang sedang mereka bahas.

"Bicara soal apa sih?" tanya Amira, pada akhirnya dia tidak bisa menahan rasa ingin tahu.

"Soal bisnis, kamu tidak tahu apa-apa urusan laki-laki, tahunya ngangk4ng saja di kamar!" jawab Bapak mertuanya dengan cemoohan.

"Maksudnya apa? Aku tidak bekerja begitu?" tanya Amira.

"Kamu ini, terlalu serius, sesekali bercanda biar awet muda seperti Bapak!" goda Bapak mertua Amira.

'Seperti ingin muntah aku mendengarnya. Apa Bapak Mas Aldi tidak sadar? Dia tidaklah muda diusianya yang sudah lima puluhan lebih, awet mudanya masih kalah jauh dengan ayahku!' batin Amira dan pergi dari hadapan mereka berdua dan masuk ke dalam kamar.

"Amira itu polosnya bikin gemas, nanti cari yang seperti ini lagi ya?"

"Jangan keras-keras ngomongnya, Pak. Nanti dia dengar."

"Ha-ha-ha!"

Suara tertawa keras dari Aldi dan bapaknya sampai menembus dinding kamar, dan membuat Amira yang sudah berbaring diatas tempat tidur menggerutu mendengarnya.

________

Tring!!!

Ponsel Amira berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk. Amira yang tengah mencuci tangan, langsung meraih ponselnya setelah tangannya dilap kering.

Satu alis Amira terangkat setelah membaca nama si pengirim pesan dari layar ponselnya.

'Mbak Dian pasti ingin meminta maaf.' gumam Amira, dan langsung membuka pola diponselnya untuk membaca pesan dari Dian.

Namun, saat membaca isi pesan itu. Kedua bola mata Amira membola, degup jantungnya berdetak lebih cepat.

'Apa ini prank lagi?' batin Amira.

Tring!!! 

Suara notifikasi ponselku kembali mengejutkanku, pesan kedua dari Mbak Dian kembali masuk.


[Pergilah dari rumah itu, Amira. Sebelum semuanya terlambat dan membuatmu berada dalam dosa seumur hidup.] 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rejeki Sri
bagus, ceritanya menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status