Share

BAB 6

Penulis: Anisah97
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-24 18:54:07

MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU

BAB 6

"Amira!" Spontan aku membalikkan badan dan melihat Mas Aldi sudah berdiri di belakangku.

"Mas Aldi,"

"Sejak kapan kamu lancang melakukan ini? Menguping pembicaraan orang! Apa kamu sudah termakan hasutan dari Dian itu!?" Mas Aldi marah dengan mata menyorotku tajam.

Aku gelagapan, mencoba terlihat tenang. Mas Aldi langsung mencengkram pergelangan tanganku kuat. Sampai aku meringis sakit.

"Katakan, tadi kamu pergi dengan Dian itu, 'kan? Kenapa kamu tidak mendengar laranganku, Amira! Kamu anggap apa aku!?" bentaknya keras, dan semakin kuat mencengkram tanganku.

"Aku tidak pergi sama Mbak Dian, aku naik ojek, Mas. Kamu kok marah-marah sih? Memangnya kenapa kalau seandainya aku pergi dengan Mbak Dian? Apa ada rahasia besar yang kamu tutupi dariku? Lepaskan, kamu menyakitiku, Mas!" Mas Aldi langsung melepaskan cengkramannya, tanganku rasanya sangat sakit, bekas tangannya sangat jelas melingkar di pergelangan tanganku.

"Aku tidak marah kalau kamu tidak lancang!" bentaknya. Mataku sudah mengembun dan siap untuk tumpah. Baru pertamakali dalam seumur hidup, aku dibentak dan dimarahi sampai membuat badanku gemetaran mendengarnya.

Selama ini, orang tua mau pun keluargaku tidak pernah memarahi atau pun membentakku seperti ini.

"Amira, maaf, sakit ya?" Sedetik kemudian sikapnya berubah lembut. Mungkin karena melihatku sudah menangis. "Aku hanya terbawa emosi," ucapnya lagi sambil mengusap tanganku.

"Tadi Bapak bilang kalau kamu pergi sama Mbak Dian, makanya aku emosi, ditambah kamu suka menguping pembicaraan orang, memangnya apa yang sudah Mbak Dian katakan padamu?" 

"Sudah kukatakan, aku naik ojek, aku tidak pergi dengan Mbak Dian, aku tidak menguping, aku mau masuk dan kamu malah menuduhku menguping," lirihku sambil mengusap air mata.

"Syukurlah kalau kamu tidak pergi dengan Mbak Dian, dia itu orang tidak baik, jangan sampai kamu termakan omongan dia, ayo masuk, di dalam ada tamu. Bersikap baiklah kepada tamu kita ,ayo." Mas Aldi masuk ke dalam rumah lebih dulu. Aku bisa membuang napas lega, karena dia sudah percaya.

Aku masuk ke dalam rumah, menyusul Mas Aldi yang sudah berdiri di samping bapak mertua.

"Amira, kenalkan, ini adik Bapak dan keponakan Bapak, Paman Sugi dan Anton," ucap Bapak mertua, yang memperkenalkan dua orang laki-laki yang katanya adik dan keponakannya itu.

Dua orang itu pun mengukir senyum sembari mengulurkan tangannya ke arahku. Aku pun menyambutnya satu persatu.

"Paman Sugi, senang bisa kenalan denganmu, Amira. Ternyata kamu lebih cantik aslinya." Laki-laki seusia Bapak mertua itu bersalaman denganku dan menyebut namanya.

"Iya, terima kasih, Paman," balasku. Saat aku bersalaman dengan mereka berdua, tanganku di genggam lama. Aku mencoba menariknya namun ditahan oleh Paman Sugi.

"Beruntung sekali kamu, Aldi. Dapat istri cantik dan masih segar pula." Paman Sugi berkata lagi dengan mata melihatku dari atas sampai kebawah. Aku menjadi risih mendapatkan tatapannya itu.

"Sangat beruntung, karena tidak ada minusnya sama sekali," sambut Mas Aldi sambil menepuk bok0ngku.

"Mas! Apa-apaan kamu?" cetusku sambil memandangnya tajam.

"Eh, tidak sengaja, Sayang." Mas Aldi menanggapi kemarahanku dengan cengengesan. Kalau dulu dia memperlihatkan sifatnya seperti ini, tentu saja aku tidak akan mau menikah dengannya.

Aku membawa langkah masuk ke dalam kamar. Meninggalkan mereka yang lanjut mengobrol sambil tertawa keras. Entah apa yang lucu? Seperti orang tidak waras saja!

_______

"Amira, kamu mau ngapain?" tanya Mas Aldi ketika aku mengeluarkan box tempat penyimpanan ikan dari dalam kulkas.

"Mau masak, Mas," jawabku singkat.

"Kamu marah? Jangan marah dong, tadi aku cuma bercanda." Mas Aldi mendekatiku.

"Bercandanya tidak lucu, Mas. Aku sama sekali tidak suka,"

"Iya, maaf. Sudah marahnya ya? Malam ini tidak usah masak, makan malam beli dari luar saja, kamu istirahat saja di dalam kamar, mandi biar wangi, terus pakai pakaian yang aku beli tadi," sambungnya dengan menatapku lekat. Kotak box ikan yang sudah kuletakkan di wastafel diambilnya dan dimasukkan kembali ke dalam kulkas.

"Pakaian apa, Mas?"

"Pakaian dinas warna biru, warna kesukaanmu, aku beli di toko saat pulang kerja tadi, kamu pasti semakin cantik saat memakainya," jelasnya sembari menyelipkan anak rambut ke belakang telingaku.

Kemarin-kemarin, aku akan senang saat dia membelikan pakaian kurang bahan itu untukku. Setelah tahu kalau dia sudah menikah lebih dari satu kali, aku langsung menjadi jij*k bila melihat pakaian itu, apa lagi sampai memakainya. Terlebih lagi, Mas Aldi bukan orang yang baik, aku akan mencari tahu dan bukti yang akurat, dan akan aku jebloskan dia ke penjara.

"Jangan lupa minum vitaminnya, ya?" 

"Maaf, Mas. Aku tidak bisa memakai pakaian dinas dulu malam ini, aku lagi kedatangan tamu bulanan." Aku berucap sambil nyengir kuda, agar kebohonganku terlihat natural.

"Datang tamu bulanan? Sejak kapan?" tanyanya dengan raut wajah yang tidak bisa kuartikan.

"Memangnya kenapa, Mas? Wajarkan aku datang tamu bulanan? Ini 'kan sudah sampai tanggalnya. Akhir-akhir ini 'kan, aku sering sakit perut. Lalu, kenapa wajahmu seperti tidak senang begitu?" 

"Eh, emm ... nggak kok, aku cuma sedikit agak kecewa gitu, aku beli pakaian itu, biar kamu bisa pakai malam ini, ya sudah, aku mau ke depan dulu, kamu masak saja, tidak jadi beli di luar kalau gitu," katanya sambil membalikkan badan dan pergi dari dapur.

"Lho, kok tidak jadi beli di luar? Aneh kamu, Mas!" gerutuku yang tidak mungkin di dengar Mas Aldi. Karena orangnya pun sudah tidak terlihat lagi.

Aku mengeluarkan ikan yang akan kumasak, Mas Aldi sungguh membuatku sangat kesal.

Kurang lebih satu jam. Aku sudah selesai masak dan menyiapkan peralatan makan diatas meja. Lalu keluar dari dapur menuju ke ruang keluarga, Mas Aldi tidak tampak berada di sana, aku pun pergi ke teras dan mendengar suara Mas Aldi dan bapaknya berbicara. Ternyata, mereka mengobrol di luar.

"Sepertinya begitu, kita sudah terlanjur memakai uangnya. Jangan sampai orang itu membuat semuanya gagal total!" Suara Bapak mertuaku. Aku ingin menguping namun kaki sudah menginjak teras dan langsung terlihat oleh Bapak mertua. Gagal deh!

"Kamu menguping?" Bapak mertua bertanya dengan nada membentak.

"Amira sudah siap masak, dan sudah menyiapkan semuanya diatas meja," ucapku.

"Ya, sekarang pergilah ke kamar, Amira!" Mas Aldi marah. Entah apa lagi yang membuatnya marah?

Tidak ingin membantah, aku langsung masuk ke dalam rumah. Semenjak aku pulang dari jalan-jalan tadi siang. Kenapa Mas Aldi sering marah-marah? Apa sebenarnya dia sudah tahu kalau tadi siang aku pergi dengan Mbak Dian?

"Huh! Apes banget hidup ini." keluhku dan membaringkan tubuhku diatas sofa. Aku menarik napas panjang dan menghembuskan pelan, saat melihat langit-langit rumah, tiba-tiba aku teringat dengan vitamin yang selalu Mas Aldi minta untuk kuminum.

Aku menarik laci tempat vitamin itu disimpan. Tanpa berpikir panjang, aku mengeluarkan dua butir obat tersebut, rencananya aku akan menanyakan kepada temanku nanti, yang berprofesi sebagai dokter, bisa jadi, ini bukan vitamin.

Ponselku bergetar dari dalam saku celanaku. Dilayar ponsel tertera nama Mbak Dian menelponku, ada apa dia menelpon? Aku langsung mengangkatnya dan duduk di bibir ranjang.

"Halo, Mbak, ada apa?" tanyaku langsung. Karena tidak punya waktu untuk berbasa-basi. Takut keburu Mas Aldi kembali ke dalam kamar.

"Amira, Mbak minta maaf," ucapnya.

Dari pantulan cermin di hadapanku, dapat kulihat kening ini berkerut dalam setelah mendengar ucapan Mbak Dian.

"Maaf? Untuk apa, Mbak?"

"Ummm ... itu, maaf untuk obrolan kita tadi siang di cafe," 

"Iya, kenapa, Mbak? Apa ada hal yang belum Mbak katakan? Cepatlah katakan," desakku penasaran.

"Sebenarnya, semua yang Mbak katakan itu cuma prank!" serunya dari seberang telepon. 

"Maksudnya? Aku tidak mengerti, Mbak,"

"Semuanya yang Mbak katakan kalau Aldi itu sudah menikah siri, Lilis dan semua mantan istrinya yang sudah dijual itu cuma bohongan belaka, Mbak cuma nge-prank kamu." terangnya dan membuat dadaku sesak mendengarnya.

"Ini kali terakhirnya kita berkomunikasi, Mbak Dian!" geramku dan langsung mematikan sambungan telpon.

Kurang aj*r sekali, aku mati-matian ketakutan dan ternyata itu hanya prank! Mbak Dian memang keterlaluan, pantasan saja Mas Aldi sangat marah kalau aku berhubungan baik dengan dia, ternyata ini sifat aslinya. Suka menyebarkan berita palsu!

BERSAMBUNG...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU   ENDING

    MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU[EXTRA PART]Tahun demi tahun berlalu dengan sangat cepat. Empat tahun mengenyam bangku perkuliahan, kini Zayn Al Fatih dan Nayyara Almahyra telah lulus dengan gelar masing-masing.Zayn mengambil bidang manajemen bisnis, sementara Nayyara memilih bidang pendidikan. Dia ingin menjadi tenaga pendidik untuk mencerdaskan anak bangsa. Kedua buah hati Amira dan Anton itu semringah saat keluar dari gedung tempat mereka wisuda. Nayya pamit pada keluarganya untuk bergabung dengan teman-temannya sebentar. Amira pun mengizinkan.Dia melihat anak perempuannya yang tumbuh semakin dewasa itu setengah berlari ke arah wisudawan yang sedang bergerombol. Mereka berfoto ria sebagai kenang-kenangan sembari melempar toga ke atas pertanda kelulusan. Senyum dan tawa terdengar. Mereka begitu bahagia karena telah menempuh pendidikan ini dengan sempurna.Gelar sarjana tersemat di pundak mereka. Setelah ini mereka akan berpisah dan mungkin akan jarang bertemu. Semua

  • MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU   BAB 117

    MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 117Hari berganti hari. Bulan pun berganti tahun. Kebahagiaan keluarga Amira semakin bertambah. Semua tak lepas dari keikhlasan dan kesabaran mereka menghadapi tiap ujian dariNya. Mereka saling menguatkan satu sama lain, saling mendoakan dan membantu tiap kali masalah datang. Kedua mertua Amira adalah mertua idaman banyak menantu. Tak hanya memiliki keluarga yang diidamkan banyak orang, bisnis kuliner mereka pun berkembang dengan pesat. Tiga cabang restoran telah dibangun di Jakarta. Pak Sugi juga membangun bisnis di bidang jasa ekspedisi, sementara Bu Raheni dan Amira membuat sebuah butik ternama tak jauh dari kantor ekspedisi mereka. "Rasanya, baru kemarin kita menikah ya, Mas. Tak menyangka usia kita tak muda lagi," lirih Amira saat menyiapkan dua cangkir teh untuknya dan Anton di taman belakang rumah mereka. Anton duduk di sebuah kursi rotan dan kini Amira pun ikut menduduki kursi sebelahnya. Meja rotan berbentuk bulat sebagai pe

  • MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU   BAB 116

    MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 116 "Mbak Ambar, apa kabar?" tanya adik iparnya Bu Ambar. Dia langsung mendekat dan bersalaman dengan Bu Ambar dan keluarga Anton."Mau ngapain kalian datang ke sini?" tanya Pak Arman dengan ekspresi dingin. Laki-laki itu masih belum terima dengan perlakuan adik dan keluarga besarnya di masa lalu karena mempermalukan bahkan menghina Amira sedemikian rupa. "Bang, kami keluargamu, kenapa Abang bertanya begitu? Sepertinya Abang tidak suka kalau kami datang." Pak Dolah, adik laki-laki Pak Arman berbicara sambil memandang ke arah Amira dan Anton yang masih berdiri di depannya."Iya, Bang. Kami datang untuk bertemu denganmu dan Amira. Sudah bertahun-tahun kita tidak bertemu." Bu Saroh adik perempuan Pak Arman ikut menimpali. Tak seperti dua tahunan lalu saat mereka menatap Amira dengan pandangan jijik dan angkuh, kini mereka datang dengan wajah sendu. Wajah orang-orang yang berduka dan menyesali perbuatannya. Entah apa yang akan dilakukan

  • MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU   BAB 115

    MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 115 "Lisa sekarang dirawat di rumah sakit." Bu Raheni berbicara pada keluarganya setelah menyelesaikan pembicaraannya dengan Bu Laras di telepon."Dirawat? Sakit apa, Ma?" tanya Pak Sugi yang masih menyeruput secangkir kopinya. "Mama tidak tahu, Pa. Kata Laras, Lisa drop setelah sidang perceraiannya dengan Heru," jelas Bu Raheni."Cerai? Jadi, Lisa sama Mas Heru benar-benar berpisah, Ma?" Kini giliran Amira yang bertanya. Dia tak menyangka jika pernikahan Lisa kandas di tengah jalan, padahal sebelumnya dia sangat membanggakan suaminya itu. "Mertuanya Lisa menuntut Heru untuk cepat ngasih cucu. Jadi, Heru nikah lagi tanpa izin dari Lisa. Lantas Lisa memilih cerai dari pada dimadu." Bu Raheni menjelaskan sesuai dengan cerita Bu Laras barusan. "Aneh-aneh saja. Masa sampai segitu terobsesinya untuk memiliki cucu. Apa nggak mikir kalau Lisa itu baru keguguran dan belum pulih. Butuh waktu untuk mengandung lagi. Perempuan itu bukan mesin p

  • MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU   BAB 114

    MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 114"Lisa, kamu kenapa? Kenapa tadi kamu tiba-tiba pingsan?" cecar Bu Laras ketika Lisa baru sadar setelah dibawa ke klinik terdekat."Mas Heru, Ma." Kedua mata Lisa berkaca-kaca saat mengingat foto yang dikirimkan sahabatnya itu. "Kenapa? Memangnya ada apa dengan Heru?" Bu Laras bertanya lagi dengan sedikit panik. Lagi dan Lagi Lisa menyeka kedua pipinya yang basah. Rasa nyeri dan sesak kembali menghimpit dadanya. Terlalu sakit jika dibayangkan apalagi diceritakan. "Kenapa dengan suamimu, Lisa?" ulang Bu Laras sambil mengusap kening anaknya yang basah oleh keringat. Lisa menatap lekat mamanya yang tampak begitu khawatir dan penasaran. "Mas Heru," lirih Lisa sambil menghela napas berat. Dia memejamkan mata sesaat untuk mengontrol emosinya yang nyaris meledak. "Heru Kenapa? Apa terjadi sesuatu dengannya? Dia baik-baik saja 'kan? Cepat katakan, Lisa. Jangan bikin Mama makin penasaran." Bu Laras sedikit mendesak karena terlalu khawatir

  • MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU   BAB 113

    MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 113"Silakan lanjut menikmati hidangannya, Jeng. Saya ajak dua cucu saya ke kamar dulu," ucap Bu Raheni dengan senyum tipis lalu mengajak Bu Ambar kembali ke kamar Amira. "Jadi orang kok julid terus," lirih Bu Raheni saat melangkah pergi. "Namanya manusia. Benar pun rasanya selalu salah di mata pendengki." Bu Ambar menyahut. "Benar, Bu Ambar. Mereka memang begitu. Makanya saya sengaja nggak bilang kalau punya cucu kembar laki-laki dan perempuan. Mau coba mereka julid apa nggak. Eh ternyata memang sudah wataknya begitu, ya susah berubah. Lihat saja mereka sekarang shock setelah tahu saya punya cucu kembar sekaligus." Bu Raheni sedikit menoleh ke belakang di mana kedua temannya masih saling bisik. Bu Ambar pun melakukan hal yang sama."Ekspresi mereka langsung berubah setelah melihat cucu laki-laki kita." Bu Ambar dan Bu Raheni saling tatap lalu tersenyum tipis. Keduanya kembali melanjutkan langkah ke kamar Amira. Bu Raheni mengetuk pi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status