"Aku nggak bisa hidup tanpa kamu" Bagaimana jika seseorang mengatakan hal itu padamu? halo halo sahabat Goodnovels. Bab terbaru udah di up nih. yuk baca kelanjutan kisah dari Arya dan Alya. Jangan lupa tinggalakn komentar ya, biar author makin semangat nulisnya. Terima kasih.
Alya keluar kamar mandi dengan tangan di leher sedangkan Bi Iyem masih saja berdiri di samping meja makan."Kenapa Mbak Alya?" tanya Bi Iyem."Digigit nyamuk kayaknya, Bi. Badanku jadi nggak enak gini. Aku ke kamar bentar ya, Bi.""Ke dokter aja, Mas.""Nggak usah, Bi. Kayaknya, aku kecapean, doang. Paling bentar lagi baikan. Habis sarapan, aku akan tidur lagi"Tidak mau memperpanjang percakapan itu lagi, Alya bergegas ke kamar. Ia mengambil hoodie untuk menyembunyikan tanda merah dileher.Matahari di luar cukup terik, membuat Alya sedikit kegerahan memakai hoodie. Namun, ia tak punya pilihan. Tanda merah di lehernya bukan sesuatu yang dibanggakan.Alya lantas turun kembali ke meja makan. Bi Iyem sudah menyiapkan mangkuk, kotak sereal, dan susu untuknya. la tinggal makan saja.Rumah tampak sepi seperti biasa. Jadi, Alya makan dengan santai. Diturunkannya penutup kepala karena kegerahan."Bi Iyem!"Terdengar suara Arya dari arah ruang tengah menuju meja makan. Tangan Alya dengan sigap m
Arya benar-benar bingung dengan apa yang terjadi antara dia dan Alya. Jika yang ada di kepalanya bukan mimpi, berarti ia yang menyebabkan tanda merah di leher Alya. Arya memijat keningnya. Ia benar-benar tidak ingat bagaimana rasanya saat bibirnya menyentuh leher Alya hingga tanda merah itu ada di sana."Sekarang Papa dan Kevin pergi dari sini. Aku yang akan membuat keputusan untuk hidupku sendiri. Jadi, jangan ikut campur apa pun." Ucap Arya menarik tangan Pak Hendra dan Kevin ke arah pintu.Awalnya, Arya berencana untuk mencium Alya di depan Pak Hendra langsung seperti yang sudah mereka sepakati. Ia ingin melihat kemarahan ayahnya hingga titik tertinggi. Namun, melihat tanda merah yang ada di leher Alya itu, rasanya ia tak perlu melakukan apa pun lagi. Pak Hendra dan Kevin pasti bisa membayangkan mereka sudah melakukan hal yang lebih jauh."Kak Arya!" Ucap Kevin sambil menahan pintu."Pergi dari sini!" Ucap Arya sambil menendang bokong adiknya itu.Arya menahan kakinya agar tidak me
Alya bukan orang yang suka memperpanjang masalah. Jika ada cara tercepat untuk menyelesaikannya, ia akan melakukan itu. Ia juga tidak terlalu peduli dengan orang-orang kurang kerjaan yang mengusik. Banyak mahasiswa lain yang mengganggunya saat kuliah karena Alya tak mau membalas. Bukan Alya takut, tapi ia tak ingin membuang waktu dengan meladeni orang-orang berotak dangkal.Namun, untuk hari ini, situasinya berbeda. Pikirannya sedang kacau.Sejak kemarin, ia bingung untuk meluapkan emosi aneh yang memenuhi dadanya. Jadi, dengan senang hati Alya meladeni Kevin serta lima teman pria itu.Alya mengepalkan tangan dan memasang kuda-kuda. "Maju," ujarnya dengan santai.Satu per satu teman-teman Kevin menerjang. Mereka melayangkan tongkat baseball sembarangan.Melihat serangan itu, Alya memutar bola matanya. "Serius, cuma seperti itu? Kalian dari mana sih dapat tongkat baseball? Kalian sama sekali nggak bisa main baseball atau main bola kasti? Kalian baru membelinya tadi, ya? Memukul saja ng
Ini tidak benar. Apa yang dirasakannya salah. Ia harus menghancurkannya sebelum benar-benar tumbuh atau ia akan ada dalam masalah besar.Hari ini, Alya berangkat ke kantor seperti biasa. Ia fokus mengecek jadwal Arya hari ini, sementara Arya duduk di belakang sambil memainkan ponselnya.Sesampainya di kantor, Alya tidak ikut Arya naik ke lantai tujuh belas. Ia ke pantry lebih dulu untuk membuat kopi. Ketika naik ke lift, Alya bertemu dengan Ratna,sekretarisnya Pak Hendry, kepala HRD."Kopi untuk Pak Arya?" tebak Ratna."Iya, Mbak.""Panggil Ratna aja.""Ah, iya. Lupa." Ucap Alya tertawa."Bagaimana pekerjaanmu?Masih bisa kamu handle?"Alya mengedik. Yang ada di kepalanya bukan masalah pekerjaan, melainkan hubungannya dengan Arya mulai terasa aneh sekaligus rumit."Masih bisa aku handle."Ratna menoleh pada wanita yang berdiri di sampingnya. Sebagai lulusan jurusan psikologi, Ratna menyadari ada tekanan yang dihadapi Alya."Kalau kamu butuh orang untuk diajak ngobrol, aku ada, kok. Bag
Mencari pekerjaan di zaman modern ini benar-benar sangatlah susah. Sudah bebrapa kali Alya memasukkan Lamaran di beberapa Perusahaan. Namun tak satupun yang lolos. Siang itu Alya sedang duduk di koridor sebuah Hotel ternama. Alya bersama dengan Ratusan pelamar lainnya sedang menunggu Giliran untuk di panggil Interview. Jabatan yang dilamarnya adalah asissten pribadi.Alya yang tidak pernah bekerja sebagai asissten pribadi itu tidak begitu paham dengan tugas Seorang Asissten. "Alya Angraeni!" Ucap Salah seorang staf yang memanggil namanya di depan pintu sebuah ruang wawancara." Silahkan Masuk"Alya yang mendengar namanya dipanggil bergegas berdiri dan menuju sumber suara itu."Silahkan Masuk" Saat Alya memasuki Ruangan wawancara, tampak seorang wanita yang baru keluar dengan wajah yang tampak Frustasi.Alya yang melihat itu mencoba untuk tenang dan berpikir positif.Teapat di depan Alya, Ada tiga staf Hotel yang sedang duduk di belakang meja. Dan siap mewawancarai Alya. " Apakah
"Dasar Kampret! Kalau kau bukan Calon Bosku Akan ku colok matamu" Gerutu Alya dalam Hati.Alya yang sadar dirinya tidak dianggap berada di ruangan itupun merasa sangat Kesal." Ada perlu apa lagi?" Tanya Arya dengan Nada yang datar." Oh itu pak, Kopinya" Ucap Alya sambil menunjuk Kopi yang ada di depan Arya." Akan saya minum nanti."" Apa nggak sebaiknya diminum sekarang pak? Takutnya kalau nanti sudah dingin."Arya yang mendengar itu langsung meletakkan berkas yang ada di tangannya " Namamu siapa tadi?" Tanya Arya." Alya Angraeni pak."" Alya sudah berapa lama kamu bekerja disini?" Tanya Arya lagi." saya belum bekerja di sini pak. Hari ini saya datang wawancara untuk menjadi asissten pribadi pak Arya. Bukan bermaksud lancang pak, saya hanya menyarankan saja. Alangkah baiknya kalau kopi diminum selagi masih panas" Ucap Alya sembari meminta maaf pada Arya." HAHAHA, Kamu belum bekerja di sini, tapi sudah berani memerintah saya ya?" Ucap Arya sambil tertawa."Maaf pak, saya tidak ber
Hari ini hari pertama Alya bekerja jadi seorang Asissten Dari Arya Nugraha. Alya datang Tiga puluh menit lebih awal karena takut terlambat. Sambil menunggu waktu kerja Mulai, alya menunggu di Loby Hotel sambil membaca Informasi tentang Hotel. Saat Alya sedang asyik membaca Informasi. Tiba tiba Alya memanggil Mbak Ratna yang Baru saja melewatinya. " Mbak Ratna" Teriak Alya sambil melambaikan tangan." Eh, Alya. Ini hari pertama kamu bekerjakan kan. Slamat ya, kamu sudah diterima kerja di sini." Ucap Ratna sambil menyalami Alya." Siapa Yang harus saya temui pagi ini mbak? Soalnya saya belum tahu Apa yang harus saya kerjakan?" Tanya Alya pada Ratna." Kamu naik aja di Ruangan Kemarin. nanti kamu akan ketemu satu Ruangan Tepat di sebalah Ruangan pak Arya. nanti kamu bertanya dengan Sekertaris Pak Arya di sana. Namanya Dewi. Tapi mungkin kalau sekarang dia belum datang, Tapi paling sebentar lagi dia sampai kok." Ucap Ratna yang sambil mengarahkan Alya." Tapi mbak Ratna Bisa kan kasi Gamb
" kenapa saya harus Tinggal di Rumah pak Arya?" Rumah saya tidak jauh kok dari sini pak. Bapak Bisa lihat saja kan sendiri, hari ini saya datang tiga puluh menit lebih awal dari jam Kantor. Lagian Nggak enak Pak kalau saya harus Tinggal di Rumah bapak. Apa Kata Orang nantinya, melihat Seorang Pria dan wanita yang bukan Muhrimnya sudah Tinggal Satu Atap." Ucap Alya.Arya yang mendengar perkataan Alya itu merasa Bingung. "Kan tadi saya sudah bilang. Kamu harus bisa mengontrol semua apa yang aku lakukan. Termasuk Saat aku di Rumah.Sebenarnya, kamu sudah tahu tugas kamu atau belum sih? Atau jangan jangan Kamu juga belum tanda tangan Kontrak?" tanya Arya yang bingung dengan semua jawaban Alya." Belum pak." Jawab Alya sambil menggelengkan kepalanya." Apa kamu bilang? Belum Tanda tangan Kontrak?. Pergi ke ruangan HRD sekarang!" Ucap Arya dengan Raut wajah yang sangat Emosi.Melihat kemarahan di wajah Arya. Alya buru buru keluar dan menuju Ruangan HRD. Saat Alya keluar dari Ruangan Arya, dia