Share

Bab5: Perjodohan

Zemora seketika terdiam mendengar permintaan ayahnya.

Menikah? Yang benar saja, itu adalah hal yang sangat dihindari nya selama ini.

"A-apa? Ayah memintaku menikah?" tanya Zemora memastikan.

"Iya Sayang, Ayah ingin kamu menikah," jawab Reinhard dengan suara yang begitu lemah.

"Tapi untuk apa Mora menikah Ayah?" tanya Zemora yang membuat Arkhan tertawa, dan tidak sadar dengan apa yang dia ucapkan.

"Apa! Nona serius tidak mengetahui tujuan dari pernikahan? Hahaha," ledek Arkhan tanpa sadar yang membuat Zemora emosi seketika.

"Diam kau sialan, aku tidak meminta jawabanmu," ucap Zemora murka.

Melihat perubahan wajah putrinya, Reinhard segera mengambil alih pembicaraan.

"Sudah Sayang, tidak usah diperpanjang ya," bujuk Reinhard dengan mengelus kepala Zemora dengan penuh kasih sayang.

"Tapi Ayah, Mora tidak terima dia udah meledek Mora," ucap Zemora dengan nada manjanya.

Reinhard tersenyum lembut melihat tingkah manja putrinya, dan tanpa sadar cairan bening telah lolos dari matanya.

zemora yang melihat ayahnya menangis segera bertanya.

"Ayah kenapa? apa ada yang sakit? Mora panggilkan dokter ya." Zemora yang panik pun berniat untuk memanggil dokter, namun sebelum ia benar-benar beranjak dari tempat duduknya. Reinhard lebih dulu menahan tangannya.

"Ayah tidak apa-apa Sayang," ucap Reinhard tersenyum.

Zemora yang mendengarnya pun menghembuskan nafas lega, sebab ia begitu khawatir pada ayahnya.

"Ayah, Mora keluar sebentar ya. Mau cari makanan dulu, Mora lapar banget."

Zemora beranjak dari tempat duduknya setelah mendapat anggukan dari ayahnya.

"Arkhan tolong jaga Ayahku," ucap Zemora dengan nada yang memerintah.

"Baik Nona," jawab Arkhan sambil membungkuk.

Zemora pun berjalan keluar dari ruangan ayahnya dengan gaya angkuh, ia berjalan menuju mobilnya. Setelah tiba diparkiran Zemora segara masuk kemudian mulai menjalankan mobil dengan kecepatan yang tinggi.

Sepuluh menit, waktu yang dibutuhkan Zemora untuk tiba disalah satu restoran favoritnya. Setelah memarkirkan mobilnya, Zemora segera turun dari mobil kemudian melangkah memasuki restoran tersebut.

_ _ _                                                            _ _ _ 

Setelah Zemora menghilang dari balik pintu, Reinhard kemudian merenungi kata-kata yang beberapa menit lalu ia sampaikan pada Putrinya. Kemudian ia menatap Arkhan dengan seksama.

'Semoga pilihan ku tidak salah,' batin Reinhard yang pandangannya masih tetap pada sekretarisnya.

"Mungkin ini adalah saat yang tepat untuk mengatakannya," gumam Reinhard.

Reinhard masih saja setia menatap Arkhan yang sedang sibuk didepan laptopnya. Merasa sedang diperhatikan, Arkhan pun mengalihkan pandangannya dari laptop kearah Reinhard.

Arkhan pun bertanya saat menyadari bahwa Reinhard sedang menatapnya.

"Apa Tuan membutuhkan sesuatu?" tanya Arkhan dengan sopan.

"Iya kemarilah," jawab Reinhard.

Arkhan segera mematikan laptopnya, kemudian berjalan kearah Reinhard.

"Ada apa Tuan!"

"Bantu aku untuk bangun," ucap Reinhard.

Dengan sigap Arkhan membantu Reinhard untuk duduk diatas brankar, kemudian ia menyerahkan segelas air putih untuk atasannya tersebut.

"Terima kasih," ucap Reinhard kemudian menyerahkan gelasnya.

"Sama-sama Tuan," jawab Arkhan yang meletakkan gelas diatas nakas.

"Apa adalagi yang Tuan butuhkan?" tanya Arkhan kembali.

"Iya duduklah, saya ingin mengatakan sesuatu," Perintah Reinhard.

Arkhan yang mendengar perintah dari tuannya pun segera menarik kursi yang berada didekat brankar.

Reinhard tersenyum melihat kepatuhan Arkhan.

Sebelum memulai pembicaraan, Reinhard lebih dulu menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskan nya.

"Arkhan! saya ingin menanyakan beberapa hal padamu, apa kau tidak keberatan?"

"Tanyakan saja Tuan, saya akan berusaha untuk menjawab nya," jawab Arkhan dengan mantap.

"Apa kamu sudah memiliki kekasih?" pertanyaan dari Reinhard sukses membuat Arkhan tersentak kaget.

"M-maksud Tuan?" bukannya menjawab pertanyaan dari Reinhard, Arkhan malah melayangkan pertanyaan balik.

"Jawab saja pertanyaan dariku."

"Saya tidak memiliki kekasih Tuan," jawab Arkhan sembari menunduk.

Jujur saja Arkhan bingung dengan pertanyaan yang diberikan Reinhard, sebab hal itu tidak ada kaitannya dengan pekerjaan.

"Saya tahu, kamu pasti bingung dengan pertanyaan yang saya berikan. Saya tidak bermaksud membuatmu tertekan, saya minta maaf," tutur Reinhard.

Arkhan sontak mengangkat kepalanya saat mendengar permintaan maaf dari atasannya.

"Tidak Tuan, anda tidak salah," ucap Arkhan tulus.

Reinhard tersenyum melihat Arkhan yang salah tingkah.

"Apa saya boleh meminta sesuatu?" 

"Iya Tuan, katakan saja."

Reinhard terdiam untuk menimbang-nimbang, apakah ia harus mengatakan sekarang atau menunggu Zemora kembali.

Lama Arkhan menunggu apa yang ingin dikatakan oleh atasannya, namun atasannya itu tidak juga mengeluarkan suara. Sepertinya Reinhard masih sibuk dengan fikirannya.

Tak ingin terlihat seperti orang bodoh yang duduk diam seperti patung, menyaksikan atasannya merenung. Arkhan pun berinisiatif untuk membuyarkan lamunannya.

"Tuan!" panggil Arkhan tiba-tiba  yang membuat Reinhard tersentak.

Kaget? tentu saja, memangnya siapa sih yang tidak kaget saat sedang asik-asiknya melamun, kemudian dipanggil secara mendadak.

"Diam! Apa kau berniat membunuhku," Pekik Reinhard yang membuat Arkhan menunduk.

"Maaf Tuan, saya tidak berniat mengejutkan Tuan, tapi dari tadi saya menunggu permintaan Tuan."

"Nanti saja, saya lupa. Tunggu saja ya, jika saya sudah mengingat nya saya akan beri tahu," ucap Reinhard tanpa rasa bersalah.

Arkhan hanya mampu menepuk jidat melihat kelakuan atasannya.

"Baiklah Tuan, kalau begitu saya akan melanjutkan pekerjaan." Arkhan berjalan menuju sofa.

_ _ _                                                             _ _ _

Sementara didalam restoran, Zemora duduk dengan nyaman sembari menikmati pemandangan yang ada di pantai. 

Restoran yang menjadi pilihan Zemora kali ini adalah restoran yang berdekatan dengan pantai, dan Zemora memilih duduk di dekat jendela hanya untuk menikmati pemandangan.

Saat Zemora sedang asik memanjakan matanya dengan pemandangan pantai, tiba-tiba getaran dari ponselnya membuat ia menoleh. Diraihnya benda pipih tersebut, lalu menjawab panggilan itu.

"Halo"

"Ra, malam ini kamu dapat orderan," jawabnya dari seberang telpon.

"Malam ini?" tanya Zemora.

"Iya, dan dia sanggup memberi berapapun yang kau minta."

"Sorry banget, kayaknya aku tidak bisa deh, soalnya Ayah masuk rumah sakit."

"What! Rumah sakit?" tanya Sisca.

"Iya dan nggak ada yang jagain, ambil saja jatahku. Kau bisa meminta sebanyak-banyaknya."

"Kamu serius, kan Ra?" tanya Sisca memastikan.

"Iya aku serius, ambil aja."

"Makasih banyak Ra, dan semoga ayah kamu cepat sembuh," ucap Sisca tulus, yang dibalas dengan senyuman oleh Zemora.

Bertepatan dengan putusnya panggilan dari Sisca, pelayan pun datang membawa makanan yang dipesan oleh Zemora.

"Selamat menikmati," ucap pelayan itu, lalu pergi meninggalkan Zemora.

Zemora mulai menyendokkan makanan kedalam mulutnya, sambil memikirkan perkataan ayahnya.

'Oh my god, what should I do?' batin Zemora berteriak.

Sungguh ia tidak menginginkan yang namanya pernikahan dalam hidupnya, namun ia pun tidak dapat membantah sebab janji yang diucapkannya.

"Aku harus menikah dengan siapa? apa ada lelaki yang mau mencintaiku setelah mengetahui kehidupanku?"

Zemora menggeleng mencoba menghentikan pikirannya yang sedang berkelana.

Setelah selesai, Zemora pun meninggalkan restoran. Bukan untuk kembali kerumah sakit tapi ia berniat kembali kerumahnya untuk menyegarkan pikiran.

Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Zemora untuk sampai di rumahnya. Selesai memarkirkan mobil, Zemora pun memasuki rumah dan berjalan menuju kamarnya.

"Kepala ini sudah hampir pecah akibat terlalu banyak berpikir, jadi akan ku dinginkan kau."

Zemora melangkah memasuki kamar mandi, kemudian ia mulai menanggalkan satu persatu pakaian yang melekat ditubuhnya, setelah selesai pun berjalan menuju bathtub lalu mulai berendam.

Aroma rose dari sabun yang ia gunakan  membuat pikirannya menjadi rileks, Zemora pun perlahan-lahan memejamkan matanya menikmati aroma yang menguar dari sabun yang dituangkan.

Setelah ritual berendam selama berjam-jam selesai, Zemora pun berjalan menuju walk in closet, untuk mencari pakaian santai. Kemudian ia memoles wajahnya dengan make-up natural yang membuat kecantikan nya bertambah.

Saat Zemora hendak membuka pintu kamar, ia mendengar ponselnya berbunyi. Buru-buru ia mengambil ponsel yang berada didalam tas, dahinya berkerut saat melihat nomor yang tak dikenal terpampang dilayar ponselnya.

"Halo."

"Halo, Nona."

"Arkhan?" tanya Zemora.

"Iya Nona, ini saya," jawabnya

"Kamu ngapain nelpon saya!"

"Maaf saya tidak bermaksud mengganggu waktu Nona, tapi Tuan mencari Nona," jelas Arkhan.

"Baiklah, katakan pada Ayahku aku akan segera kesana!"

Sambungan telepon telah diputuskan secara sepihak oleh Zemora, tanpa menunggu apa yang akan dikatakan oleh Arkhan. Kemudian Zemora melanjutkan langkahnya menuju mobil.

Setelah berada didalam mobil Zemora pun mulai melajukan mobilnya. sebelum kerumah sakit ia menyempatkan diri untuk singgah di sebuah supermarket, untuk membeli beberapa cemilan dan juga buah untuk ayahnya.

Zemora segera melangkah memasuki ruangan ayahnya saat tiba dirumah sakit.

"Gimana keadaan Ayah," tanya Zemora saat ia  berada didalam ruangan ayahnya.

"Ayah baik, kamu dari mana saja?" tanya Reinhard memicingkan mata.

"Mora dari rumah, Ayah, Ayah sebenarnya-" belum sempat Zemora melanjutkan ucapannya, pintu ruangan Reinhard terbuka dari luar dan menampilkan sosok Arkhan.

Tatapan tajam dilayangkan Zemora pada Arkhan. 

"Kenapa Nona menatapku seperti itu?" Tanya Arkhan bingung.

"Kau dari mana?" alih-alih menjawab Zemora malah memberikan pertanyaan.

"Ayah yang menyuruh Arkhan untuk mengambil berkas yang harus Ayah tandatangani."

"Ayah tidak usah memikirkan pekerjaan," ucap Zemora.

Zemora berbicara sambil membuka salah satu cemilan yang dibelinya di supermarket.

"Sayang, apa kau sudah memiliki keputusan tentang permintaan Ayah?"

Kening Zemora berkerut mendengar ucapan ayahnya.

"Permintaan? Permintaan apa itu Ayah, Mora lupa."

Reinhard menghembuskan nafas kasar.

"Ayah ingin kamu menikah," ulang Reinhard.

"T-tapi Ayah, dengan siapa Mora menikah?" 

"Arkhan," jawab Reinhard singkat, tepat, dan kurang jelas.

Arkhan yang sedang meneguk air mineral seketika tersedak, saat mendengar perkataan atasannya.

Uhuk...uhuk.

Kaget, shock, dan bingung. Itulah yang tengah dirasakan oleh Zemora dan Arkhan.

"Arkhan?" tanya Zemora memastikan.

Awalnya Zemora mengira ayahnya hanya bercanda, namun anggukan dari Reinhard menandakan bahwa ia tidak salah dengar.

"Kenapa harus dia Ayah! Apa tidak ada yang lain?" ungkap Zemora yang merasa frustasi.

Sebelum menjawab pertanyaan dari Zemora, Reinhard memanggil Arkhan yang diam mematung.

"Arkhan, kemarilah."

Mendengar namanya dipanggil, Arkhan segera bangkit dari duduknya kemudian berjalan menuju atasannya.

"Iya Tuan!" ucap Arkhan  sopan.

"Arkhan, bukan kah sedari tadi kau menunggu permintaanku?" Tanya Reinhard yang dibalas anggukan oleh Arkhan.

Reinhard tersenyum kemudian melanjutkan ucapannya.

"Inilah permintaan yang kau tunggu. Aku meminta kau menjaga Putriku, aku ingin kau menyayangi putriku, aku ingin kau membahagiakan nya, dan aku ingin kau menjadi suaminya," tutur Reinhard.

"T-tapi kenapa harus saya Tuan," ucap Arkhan terbata.

Reinhard tersenyum saat mendapat pertanyaan yang sama.

"Karena aku yakin, kamulah orang yang tepat untuk mendampingi putriku," jawab Reinhard mantap.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status