Share

8. Pesona Om Leon

last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-18 19:11:16

Aku tiba di alamat yang diberikan Bu Marissa kemarin. Namun, ini rumah yang berbeda dengan rumah yang sempat aku menginap satu malam di sana. Rumah besar dengan pagar tinggi di bagian depan. Pagar hitam kokoh yang temboknya diberikan kawat besi sebagai pengaman. Rumah ini tampak sepi, tetapi aku bisa melihat mobil BMW Om Leon, parkir di garasinya.

"Permisi! Om Leon! Saya Hanun!" Seruku dari depan pagar. Tidak ada ponsel, sehingga aku tidak bisa meneleponnya. Tidak juga ada bel di dinding pagar, sehingga aku tidak tahu bagaimana cara memberitahu Om Leon, bahwa aku sudah di depan rumahnya.

"Om Leon, permisi!" Teriakku lagi. Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali. Aku berharap Om Leon belum pergi ke restoran karena ini sudah sangat terlambat.

"Aku kira kamu gak jadi datang," ujar suara dari dalam. Tidak lama kemudian, pintu pagar pun terbuka. Om Leon menyambutku dengan senyuman.

"Saya kesiangan ya, Om!" Kataku dengan tidak enak hati. Om Leon hanya tersenyum sambil mengunci kembali pagar rumahnya.

"Belum. Lagian kenapa kamu gak telepon?"

"Ah, iya, kata Amir, ponsel dan dompet kamu dirampas?" aku hanya bisa menyeringai.

"Ya sudah, kamu masuk dulu saja! Ada banyak pekerjaan yang harus kamu kerjakan." Aku mengangguk semangat. Ini hari pertama aku bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Walau belum pernah aku lakukan, tetapi aku pasti bisa.

Rumah Om Leon sangat besar dan megah. Aku menelan ludah membayangkan aku membersihkan rumah sebesar ini. Apakah tangan dan pinggangku nanti akan baik-baik saja?

"Kenapa muka kamu gitu? Kaget sama rumah saya?" tanyanya diiringi tawa. Aku mengangguk pelan.

"Mau nyapu ada mesinnya. Paling kamu ngepel aja. Mau kuras kolam renang di belakang ada petugasnya. Kamu cuci setrika aja. Mesin cuci saya sudah canggih, gak perlu kamu jemur udah kering."

"Wah, t-tapi saya gak bisa pakai perabotan elektronik canggih, Om," kataku jujur.

"Saya ajarin nanti. Kamu udah sarapan?" tanyanya. Aku mengangguk pelan. Namun, tidak lama perut keronconganku berbunyi. Om Leon sampai terkekeh mendengar suaranya.

"Kamu belum makan tandanya. Mulut kamu bisa bohong, tapi perut kamu tidak. Saya bikin chicken soup. Makan aja, masih hangat! Saya ada kerjaan di kamar sebentar. Kamu bisa makan dan cuci piring sambil menunggu saya ya. Jangan sungkan, anggap aja rumah sendiri!" Aku mengangguk semangat. Kedua kaki ini berjalan menuju dapur besar super megah milik Om Leon.

Aku sampai harus membuka mulut untuk dapat mengeluarkan oksigen banyak-banyak yang tertampung di paru-paru ini. Semua barang dan design dapur serta ruangan yang sebelumnya hanya bisa aku lihat di media sosial, kini bisa aku lihat langsung di rumah Om Leon.

Peralatan dapur super bersih dan tertata rapi. Lantai juga begitu glowing sehingga aku bisa bercermin. Menyaksikan betapa kusam wajah ini.

Sepanci kecil chicken soup aku lihat masih ada di atas kompor. Masih hangat pula. Aku mengambil mangkuk kecil, lalu menuangkan perlahan beberapa sendok sup dari panci itu. Aromanya begitu menggugah, sehingga aku tak sabar untuk segera mencicipinya.

"Apa enak?" tanya Om Leon tiba-tiba dari belakang. Aku menoleh terkejut, lalu sedetik kemudian aku mengangguk.

"Om yang masak?" tanyaku.

"Iya, karena belum ada istri jadinya masak sendiri."

"Sebentar lagi mau punya istri,kan, Om? Kata Bu Marissa_"

"Istri pilihan mama itu. Bukan pilihan saya. Saya udah terlalu tua katanya, makanya mau dijodohkan. Padahal saya naksir kamu. Kamu yakin gak mau cerai sama Biru?" potongnya cepat. Aku menelan ludah susah payah. Untunglah aku sudah selesai makan, jika tidak, maka aku bisa tersedak.

"Tetap saja tidak bisa, Om. Saya udah punya suami," kataku lagi dengan perasaan sumbang. Ya, tentu saja sumbang, karena Mas Biru sudah tidak memperlakukan aku lagi layaknya seorang istri yang ia cintai.

"Alasan kamu itu terus, Hanun, tapi gak papa. Semoga takdir kita bisa kita ubah." Om Leon mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum.

"Atau mungkin kita terang-terangan saja selingkuhnya, biar kamu dicerai Biru?"

"Apa, Om, itu jelas tidak mungkin, Om." Pria itu kini sudah mengungkungku di bawahnya. Aku sampai harus sedikit membungkuk agar dagu Om Leon tidak menyentuh kepalaku. Sungguh ini ujian amat berat dalam hidupku, selain bersuamikan Mas Biru. Pesona Om Leon begitu mendekati kata sempurna, tetapi bagiku hanya cukup untuk dipandang dari jauh saja, sebagai bos dan karyawan.

"Apa kamu tidak percaya saya? Saya benar serius naksir kamu. Pikirkan lagi ucapan saya ya. Jika kamu setuju, saya akan batalkan rencana perjodohan ini. Kamu akan jadi satu-satunya wanita di dalam rumah ini," ujarnya sembari menempelkan bibirnya di pipiku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    72. Ular dalam Rumah (Spesial Part)

    "Bagaimana mama?" tanya Leon pada Angel."Masih mengunci diri di kamar, Mas." Angel menaruh segelas air putih di atas meja untuk Leon. "Untuk apa menangisi bajingan." Leon tertawa pendek. Angel hanya bisa mengangkat bahunya. "Apa kita gak terlalu keras pada mama? Mama bisa sakit loh, Mas.""Kita bis jatuh miskin kalau Xabir dibiarkan lama menjadi benalu." Angel yang tadinya duduk di depan Leon, kini berpindah duduk menjadi di samping kakaknya itu."Lalu bagaimana, Xabir? Bisa-bisa dia mati dipatok ular, Mas," tanya Angel sambil berbisik."Bisa banget. Itu yang Mas harapkan. Biar dia kapok!""Lalu ibu dan sodaranya itu?""Ada di hutan. Entah sudah mati atau belum. Mereka manusia-manusia benalu yang kalau hidup lama itu, bakalan nyusahin orang. Lagian, jika mereka berani muncul, maka polisi sudah siap menangkap mereka.""Mama mungkin akan susah menerima takdir ini, tapi nanti juga mama bisa paham apa yang aku lakukan ini juga demi mama. Lagian mama udah tua, udah harusnya hidup tenang

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    71. Kenyataan yang Harus Diterima

    "Mama, apa yang terjadi pada Mama? Kenapa Mama sendirian di villa? Mana Biru dan keluarganya?" Bu Marissa yang baru saja membuka matanya, langsung merasa kepalanya bertambah sakit setelah Angel mencecarnya."Apa, Xabir? Ini di mana?" tanya Bu Marissa sambil memperhatikan keadaan sekelilingnya."Mama di rumah sakit. Ini sudah malam. Mama baru sadar setelah Mama tidur sejak pagi. Ada apa, Ma?" Bu Marissa semakin mengerutkan keningnya. "Gak mungkin, Mama ada di villa bersama Xabir dan juga keluarganya.""Ma, Xabir gak ada di villa saat Mas Leon sampai di sana. Keluarganya juga. Ponsel Mama pun tidak ada keduanya. Mama diperdaya lelah bajingan itu!" Bu Marissa terdiam. Matanya tiba-tiba berair."Gak mungkin, Xabir mencintai Mama. Mau apa dia bikin Mama kayak gini. Semua udah Mama kasih sama dia." Bu Marissa menangis. Pintu kamar perawatan VVIP terbuka. Leon masuk dengan wajah murung. "Leon, Angel barusan cerita omong kosong!" Leon tersenyum miring. Ia mengeluarkan amplop coklat dari da

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    70. Menyusul ke Bogor

    Malam ini Leon bisa tidur dengan nyenyak. Semua bukti sudah ia kumpulkan, setelah lewat Hanun, ia mendapatkan banyak foto dan juga data diri dari Xabiru. Termasuk data dari pabrik, tempat Biru kerja hampir tujuh tahun. Foto Bu Wati pun ada. Semua ia print dan masukkan ke dalam amplop coklat. Semua data sudah lengkap dan tidak perlu ada yang ia ragukan. Biru akan mendekam dalam penjara bersama ibu dan sepupunya.Keesokan harinya, Leon yang baru saja keluar dari kamar mandi, mendengar notifikasi pesan masuk ke ponselnya. Pria itu setengah berlari untuk mengecek siapa yang mengirimkan pesan.MamaLeon, Mama sedang bersama Xabir, lagi liburan sebentar. Mungkin dua sampai tiga hari. Kamu gak usah cari mama ya, mama baik-baik aja.Syukurlah mama baik-baik aja. Ada yang mau Leon beritahu tentang Xabir. Mama harus pulang secepatnya ya.SendMamaAda apa? Kamu mau fitnah Biru seperti apa lagi? Sudah ya. Jangan sirik dengan kebahagiaan yang saat ini sedang mama nikmatiLeon langsung menekan pan

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    69. Foto dari Media Sosial

    Leon menghubungi dua adiknya untuk menanyakan keberadaaan bu Marissa, tetapi keduannya tidak ada yang tahu. Keon mencoba menghubungi rekan bisnis mamanya yang lain untuk mengecek janji temu, tetapi ia tidak mendapatkan ada jadwal meeting dengan rekan bisnis untuk tiga hari ke depan. Hal ini ia ketahui dari sang Sekretaris. Disaat Leon sibuk mencari mamanya, disaat itu pula Xabir sedang menikmati waktu berdua dengan istrinya. Ya, mereka sedang berada di sebuah villa yang ada di Bogor, setelah kemarin keduanya pergi ke bank untuk memindahkan sejumlah uang. “Anak-anak mungkin perlu diberitahu agar mereka tidak khawatir,” kata Xabir pada istrinya. Bu Marissa menggelengkan kepala dengan pelan. Ia kehabisan tenaga menghadapi kegagahan Xabir yang sepertinya begitu perkasa lebih dari biasanya. “Nanti saja, Sayang. Nanti aku akan kirim pesan.” Bu Marissa menyentuh punggung suaminya. “Memangnya kenapa tidak diberitahu saja sejak awal?”

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    68. Satu Per Satu Masalah Selesai

    "Benar-benar memalukan! Jauh-jauh ke sini hanya untuk dibikin malu sama si Leon itu. Jumawa sekali dia menolak putri keraton!" "Sudahlah, Bu, mungkin belum jodoh." Renata menjawab dengan malas. Tatapannya kini fokus pada jalan di depannya. Hujan cukup deras mengantarnya pagi ini menuju bandara. Keputusan Leon sudah bulat dan lelaki itu menolak bertanggung jawab. "Lalu, siapa yang akan bertanggung jawab atas kehamilan kamu? Masa mau cari lelaki lain?""Saya mengasingkan diri saja sampai bayi ini lahir." "Kamu bicara dengan mudah, Rena. Kamu gak pernah pikirkan dampak perbuatan nekat yang kamu lakukan!" "Bu, sudah, sudah! Nanti biar kita pikirkan jalan keluarnya." Pak Cokro menengahi perdebatan ibu dan anak itu. Rena juga tidak mau ambil pusing karena mau dipaksa seperti apapun tetap saja Leon tidak akan mau bertanggung jawab."Jadi, Leon itu sukanya pembantu?" tanya Pak Cokro yang mendadak kepo. Rena mengangguk."Jika nama yang Rena dengar tadi adalah Hanun, maka gak salah lagi ka

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    67. Pertemuan Dua Keluarga

    "Sayang, kamu cemburu sama pembantu? Ya ampun, udah jelas lebih unggul kamu dari wanita mana pun," elak Biru dengan cepat. Lelaki itu tidak mau istrinya sampai curiga. "Lalu, kamu tahu dari mana kalau Hanun masih punya suami?""Aku asal nebak, Sayang. Hanun dari kampung'kan? Orang kampung itu rata-rata menikah muda. Umur enam belas tahun sampai sembilan udah dinikahin sama orang tuanya. Jadi mungkin aku ....""Tidak perlu bahas Hanun. Udahlah, aku mau ke dapur dulu." Bu Marissa pergi ke dapur, meninggalkan Biru yang masih dalam keadaan cemas. Ia khawatir Bu Marissa curiga atau malah mencari informasi atas dirinya.Sore hari, Biru melihat sang Istri sudah berdandan dengan begitu rapi, sedangkan ia tidak dapat informasi apapun dari wanita itu."Kamu mau ke mana udah sore, Sayang?" tanya Biru."Mau ke rumah Leon. Ada urusan." Bu Marissa mengoleskan lipstik di bibirnya. "Aku boleh ikut?""Kata Leon ini pribadi. Maaf, Sayang, kali ini aku jalan sendiri ya. Kamu di rumah saja. Aku gak lam

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    66. Naksir Hanun?

    "Jadi menurut kamu, saya cukup tanggung jawab saja?""Betul, kalau pun tidak mau tanggung jawab sebenarnya gak papa. Orang Pak Leon dijebak. Dia dan keluarganya mengakui. Jelas bayinya nasab ke ibunya. Beda kalau dilakukan atas dasar suka sama suka dan Pak Leon dalam keadaan sadar. Ini Bapak beneran gak inget apapun?" Leon mengangguk."Saya ingat betul waktu ke rumahnya, memang gak ada siapa-siapa. Saya disuguhi minum, terus saya juga lupa lagi ngapain. Besok paginya kebangun udah di kamar. Saya pikir malah karena terlalu lelah, makanya ketiduran." Hanun mendengarkan dengan seksama."Ya, jika mereka ingin lapor polisi, saya rasa mereka tidak akan kuat untuk menjebloskan Pak Leon ke penjara atau mungkin menuntut. Malah mereka mungkin akan malu." Sepanjang hari, Leon cukup terganggu dengan kehadiran Renata dan juga kedua orang tuanya. Belum lagi saran dari Hanun yang sangat masuk akal. Pria dewasa itu tidak ingin salah langkah, sehingga ia memutuskan untuk bicara dengan salah satu peng

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    65. Keputusan Leon

    "Saya tidak merasa melakukan hal bodoh seperti itu pada Rena. Bagaimana kalau itu bukan anak saya?" Leon menatap Renata dengan wajah dingin. Ia tahu saat ini Hanun tengah menguping pembicaraannya dari balik pilar. "Kamu paham maksud Nak Leon, tapi kami sebagai orang tua ingin Nak Leon bertanggung jawab sampai bayi ini bisa untuk tes DNA." Leon menatap mamanya."Jeng Rissa kan pengusaha, pasti tidak enak kalau sampai hal ini terdengar oleh relasi bisnis yang lain. Apalagi anak lelaki satu-satunya." Bu Marissa ingin menjawab, tetapi bibirnya kelu. "Tapi anak saya dijebak. Ini sama artinya yang menginginkan hal ini terjadi adalah Renata. Saya hampir tidak percaya, putri keturunan keraton bisa melakukan hal memalukan seperti ini. Bagaimana jika para leluhur kalian tahu semua ini? Jelas saya membela putra saya." Bu Marissa membuka suara."Karena kami ada foto dan bukti. Kami ingin selesaikan ini secara kekeluargaan saja Jeng Rissa. Kami gak mau berurusan dengan polisi. Leon harus bertang

  • Maaf, Om, Saya Masih Punya Suami!    64. Tamu tak Diundang

    Tok! Tok!"Pak, ada tamu!" Seru bibik dari depan pintu yang dikunci Leon. Kedua pasangan yang sedang melakukan foreplay itu pun tersentak kaget. Bahkan Hanun tersadar terhadap apa yang sudah ia lakukan. Wanita itu mendorong Leon dan langsung memakai pakaiannya yang berserakan di lantai. Hanun bersembunyi di balik meja kerja majikannya, sedangkan Leon ikut memakai kembali pakaiannya. "Siapa?" tanya Leon datar. Seolah tidak terjadi apa-apa selama dua puluh menit "A-ada tamu, Pak. Bapak lihat sendiri saja, katanya jangan bilang Bapak." Leon mengerutkan keningnya."Suruh Hanun buatkan teh, yang punya saya tawar saja," kata pria itu memerintah. "Oh, Hanun saya gak tahu ke mana, Pak. Soalnya tadi bilang mau bangunin Bapak.""Hanun saya suruh beli nasi uduk. Tiba-tiba saya pengen nasi uduk yang depan komplek.""Oh, gitu, baik, Pak. Gak papa, biar saya aja yang buat. Permisi, Pak." Begitu bibik berjalan ke dapur, Hanun pun langsung keluar dari kamar Leon. "Bilang sedang tidak jualan ya."

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status