Share

Bab 2

Author: Fishy
Dua puluh empat jam menjelang pernikahan.

Pemilik kedai pangsit sudah bekerja sama denganku untuk mendekorasi kedainya.

Saat aku menelepon, dia bahkan bertanya dengan riang apakah aku ingin membeli lebih banyak bunga untuk dekorasi.

Aku tidak bisa menahan senyum pahit.

"Paman Dirga, aku ingin membatalkan pernikahannya."

Paman Dirga justru terlihat lega.

"Bagus, batalkan saja! Akhirnya kamu tersadar. Zaman sekarang, mana ada pria baik yang akan membiarkan istrinya melangsungkan pernikahan di kedai pangsit pinggir jalan? Ini namanya merendahkan orang. Gadis sebaik kamu bisa mendapatkan pria macam apa pun, kenapa harus memilih yang seburuk ini?"

"Dia dulu mengatakan kalau mengadakan pernikahan di sini akan memiliki makna kenangan. Memangnya makna kenangan apa?"

Aku menundukkan kepala, teringat video yang aku lihat tadi malam.

Kedai pangsit ini memang memiliki makna kenangan.

Hanya saja, itu bukan milikku dan Leon, tetapi kenangannya dan Cindy.

Di sinilah mereka pertama kali bertemu di perguruan tinggi. Pertemuan terakhir mereka sebelum Cindy pergi ke luar negeri juga ada di sini.

Tempat ini menyimpan kenangan mereka.

Leon ingin memberi tahu Cindy dengan cara ini bahwa di hatinya selalu ada dirinya.

Akulah yang akhirnya menjadi korbannya.

"Paman Dirga, pesta besok akan tetap dijalankan, tapi acaranya akan diubah menjadi pesta perpisahan. Aku akan mentraktir semua tetangga untuk makan bersama," kataku.

"Baik, baik."

Setelah menutup telepon, aku pergi ke rumah sakit lagi.

Bahkan para perawat sudah mengenaliku.

"Kondisimu sudah sampai seperti ini, tapi nggak ada yang menemani. Apa kamu nggak punya pacar? Di mana teman-temanmu yang lain?"

Aku tidak tahu harus menjawab apa.

Ketika mengangkat pandangan, aku melihat Leon menggandeng Cindy yang baru keluar dari ruang pemeriksaan tidak jauh dari sana. Pria itu meniup luka lecet di punggung tangan Cindy dengan penuh kasih sayang.

"Kalau nggak ada aku yang menjaga, bagaimana kamu bisa mengurus diri sendiri dengan baik?" ujar pria itu.

"Kalau begitu, kamu bisa menjagaku seumur hidup," balas Cindy.

Cindy menarik lengan Leon sambil bermanja.

Leon menepuk ujung hidungnya dengan penuh kasih sayang.

Interaksi manis ini sungguh membuat iri orang lain.

Para perawat pun berkomentar.

"Kamu lihat, pacar orang lain bisa sebaik itu."

Aku memalingkan pandangan dengan acuh tak acuh.

"Ya."

Saat aku meninggalkan rumah sakit, Leon sedang menemani Cindy bermain ayunan di fasilitas anak-anak di depan pintu.

Cindy menggenggam tali dengan erat sambil tertawa manja.

"Kak Leon, aku sangat takut."

"Nggak apa-apa, aku ada di sampingmu."

Leon mendorongnya dengan lembut. Tangan pria itu selalu siaga di sampingnya, bisa langsung memeluk Cindy jika sesuatu terjadi.

Aku memperhatikan cukup lama dari samping, sebelum akhirnya bersuara mengingatkan.

"Leon, tadi pegawai dari toko perhiasan meneleponku. Kalung yang kamu pesan sudah datang."

"Oh, baiklah. Nanti aku akan mengambilnya ...."

Ekspresi Leon terlihat bersalah sesaat, lalu dia menambahkan.

"Aku membelikan itu untukmu."

Aku tersenyum, tidak membongkar kebohongannya.

Pegawai toko tadi sudah memberitahuku di telepon bahwa kalung itu berbentuk kepingan salju, bahkan ada ukiran khusus nama Cindy.

Aku berbalik, hendak pergi.

Cindy memanggilku.

"Kak Lisa, Kak Leon baik sekali padamu sampai memberimu sebuah kalung. Lihat aku, aku hanya mendapatkan ayunan anak-anak."

Leon langsung menepuk dahinya.

"Anak bodoh, kalau kamu menginginkannya, bagaimana mungkin aku nggak memberikannya padamu?"

Mulut Cindy yang tadi cemberut langsung tersenyum, lalu dia berkata padaku.

"Kak Lisa, aku sudah mendapatkan kalungnya. Apa kamu menginginkan ayunannya? Kak Leon jago mendorong ayunan."

Mata wanita itu penuh dengan kebanggaan, sementara hatiku merasa tenang.

"Aku nggak suka ayunan," jawabku.

"Kak Lisa, jangan-jangan kamu marah, ya? Tadi aku terluka, jadi suasana hatiku kurang baik. Kak Leon hanya ingin menghiburku."

Leon mengerutkan dahi menatapku.

"Lisa, Cindy itu adalah adikku. Bukannya aku sudah seharusnya menjaganya?"

Aku mengangguk dengan acuh tak acuh.

"Memang sudah seharusnya. Kamu rawat Cindy dengan baik, bersenang-senanglah."

Leon merasa puas dengan sikap penurutku.

"Kita akan segera menikah, jadi kamu memang harus bersikap dewasa seperti ini," kata Leon.

Aku berbalik, mengabaikan kata-kata Leon.

Sudah waktunya bagiku untuk menyelesaikan hal-hal lain.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Maaf, Sudah Berlalu   Bab 8

    Ketika aku sampai di bawah gedung kantor, aku melihat tempat itu dikelilingi banyak orang, tampak sangat ribut.Rekan kerjaku berkata dengan penuh semangat ketika melihatku."Ada yang melamar!""Melamar?"Kerumunan sedikit menyebar. Baru pada saat itulah aku melihat yang berdiri di tengah adalah Leon.Dia mengenakan jas yang dulu dipesan khusus untuk pesta pernikahan. Rambutnya ditata rapi, sementara tangannya memegang seikat mawar.Aku tanpa sadar ingin pergi.Namun, aku terlambat selangkah. Begitu Leon melihatku, dia langsung menerobos kerumunan, berlari menuju arahku."Lisa, aku datang ke sini untuk mengejarmu."Dia menghadang di hadapanku dalam dua langkah, sama sekali tidak peduli dengan ekspresi wajahku yang muram, langsung berkata sesuka hati."Aku tahu kalau sebelumnya aku sudah menyakitimu. Aku sudah merenungkannya setelah pulang. Aku ingin mengejarmu lagi. Kalau kamu nggak mencintaiku lagi, aku akan membuatmu jatuh cinta lagi padaku."Sambil berkata demikian, Leon mengeluarka

  • Maaf, Sudah Berlalu   Bab 7

    Leon menatapnya dengan curiga."Siapa dia?" tanya Leon."Aku pacar Lisa. Tolong jangan mengganggunya lagi," balas Steven.Leon mengabaikannya, terus bertanya padaku."Siapa dia?"Steven melangkah ke samping, menghadang di hadapanku."Kalau ada masalah, kamu bisa bicara padaku," kata Steven.Leon tertawa dingin beberapa kali karena marah. Tiba-tiba, dia mengangkat kepalan tangannya untuk menyerang Steven.Namun, Steven selangkah lebih cepat, langsung menghindari pukulannya.Steven tidak tersenyum lagi."Kalau kamu ingin berkelahi, ayo keluar. Aku siap menemani sampai akhir," ujar Steven.Kedua orang ini tampak benar-benar berniat keluar untuk berkelahi.Aku buru-buru menarik Steven, menggelengkan kepala padanya.Steven menepuk tanganku, memberikan tatapan yang menenangkan.Keduanya dengan cepat bergerak keluar.Aku tahu bahwa Leon pernah terlibat perkelahian kelompok saat masih kuliah.Aku takut terjadi sesuatu pada Steven.Jadi, aku tetap buru-buru menyusul.Aku tidak menyangka bahwa S

  • Maaf, Sudah Berlalu   Bab 6

    Empat jam kemudian, pesawat mendarat.Rekan kerja dari perusahaan datang menjemputku.Aku tidak menyangka bahwa dia adalah teman sekelasku di SMP."Steven, aku nggak menyangka itu kamu! Lama nggak bertemu," kataku.Saat melihatnya pertama kali, aku hampir tidak memercayai mataku sendiri. Dia sangat berbeda dengan sosok kecil mungil saat di SMP dulu.Sekarang postur tubuhnya tegap, wajahnya tampan dan cerah. Hanya dengan berdiri di sana saja, dia sudah menarik perhatian banyak orang.Aku sering melihat postingannya di status WhatsApp, jadi aku bisa mengenalinya.Steven tersenyum sambil berjalan mendekat, seperti angin sepoi-sepoi yang menerpa."Aku juga nggak menyangka kalau kamu masih mengingatku," ujar pria itu.Saat berbicara, matanya yang menatapku tampak begitu cerah seperti bintang.Dalam perjalanan, kami mengenang masa lalu sebentar.Baru pada saat itulah aku mengetahui bahwa dia sebenarnya satu sekolah denganku saat SMA. Hanya saja, perusahaan ayahnya tiba-tiba dipindahkan, sehi

  • Maaf, Sudah Berlalu   Bab 5

    Aku menoleh, melihat Leon berdiri di sana dengan penampilan berantakan serta napas yang terengah-engah.Sebelumnya, aku hanya melihat dia seperti ini saat mengkhawatirkan Cindy.Leon mengatupkan bibirnya, menatapku dengan keras kepala."Kenapa kamu pergi tanpa alasan? Bagaimana dengan pernikahannya kalau kamu pergi tanpa mengatakan apa pun?" tanya Leon.Aku memotong perkataannya.Pernikahan? Pernikahan apa lagi sekarang?"Jadi, kita putus saja," kataku."Apa katamu?"Leon terdiam di tempat, tampak tidak memercayainya.Aku langsung berbalik melewati gerbang pemeriksaan tiket, tidak lagi melihat Leon di belakang.Di pesawat, aku tanpa sadar mulai mengingat masa lalu.Aku dan Leon sudah menjalin hubungan selama sepuluh tahun.Awalnya dia juga peduli dan menjagaku. Namun, entah sejak kapan dia terbiasa memerintahku. Di matanya hanya ada Cindy.Aku menjadi pelayan tua yang mengurusinya, sementara dia merasa muak dan tidak ingin melihatku.Sepuluh tahun berlalu, tetapi dia tidak kunjung mela

  • Maaf, Sudah Berlalu   Bab 4

    Hari ini adalah hari pernikahan yang sudah direncanakan.Aku dan Leon awalnya sudah sepakat untuk memulai persiapan prosesi pernikahan hari ini pada pukul enam.Pada pukul sembilan, hari sudah terang.Leon akhirnya kembali.Begitu melihatku duduk di ruang tamu, dia langsung berkata dengan marah."Apa kamu ingin membuatku ketakutan setengah mati? Kenapa kamu duduk di sini tanpa bersuara?"Aku tidak mengatakan apa-apa, hanya mengangkat kepala untuk melirik Leon.Dia bermalam di luar, tubuhnya berbau alkohol yang pekat, rambutnya berantakan, pakaiannya tidak rapi. Terlebih lagi, ada bekas lipstik di kerahnya yang tidak bisa diabaikan.Namun, Leon sama sekali tidak menyadarinya.Jika ini dulu, aku pasti akan marah. Namun, sekarang aku hanya memalingkan wajah dalam diam.Leon membuka baju sambil mengomeliku."Bukankah ini hanya pernikahan? Apa kamu perlu segembira itu?""Lihat lingkaran hitam di matamu. Kamu memang nggak begitu cantik sejak awal. Jangan salahkan aku kalau kamu terlihat jele

  • Maaf, Sudah Berlalu   Bab 3

    Sore harinya, aku kembali ke kantor.Awalnya aku sudah mengambil cuti satu minggu untuk pernikahan.Sekarang baru tiga hari, tetapi aku sudah kembali.Rekan kerja yang melihatku semuanya merasa terkejut."Lisa, kenapa kamu kembali? Jangan-jangan kamu ingin mengundang kami ke pesta malam ini? Kami sudah mendapatkan undangannya. Kamu sampai datang jauh-jauh ke sini."Pesta malam ini?Setelah aku memikirkannya, pasti ini pesta Leon dan Cindy.Aku tidak menjelaskan, hanya tersenyum sambil berkata."Ya, malam ini jangan lupa datang, ya. Aku masih ada urusan."Setelah meninggalkan rekan-rekanku, aku pergi ke meja kerjaku, mengemasi semua barangku ke dalam tas.Terakhir, aku mencetak surat pengunduran diri, lalu pergi ke ruang kepala divisi.Saat dia melihat surat pengunduran diriku, dia hanya merasa terkejut sesaat, sepertinya tidak terlalu kaget.Dia menghela napas, berkata dengan nada menasihati."Ketika aku melihatmu setiap hari menyebutkan tentang Leon sebelumnya, aku sudah menduga hari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status