LOGINSetamat SMA, Viana memutuskan untuk mencari pekerjaan dan dia diterima bekerja di sebuah minimarket. Yanto pun setamat sekolah juga memutuskan langsung untuk bekerja. Setelah mencoba melamar ke sana sini, akhirnya Yanto diterima bekerja di sebuah perusahaan yang produksi makanan kemasan ringan sebagai staf administrasi dan hal tersebut sangat disyukurinya karena dengan demikian ibunya tidak perlu lagi bekerja mencari nafkah di usia yang mulai menjelang senja, sudah ada dirinya kini yang menjadi tulang punggung keluarga.
Pertemuannya dengan Viana untuk pertama kali terjadi di minimarket tempat Viana bekerja yaitu ketika Yanto berkunjung ke Kota J. Waktu itu dia sedang cuti dan diajak oleh ibunya untuk berkunjung ke Kota J guna menjumpai seorang teman lamanya di sana.
Di sana, Yanto menyempatkan diri untuk berbelanja oleh-oleh khas Kota J. Saat dia ingin membeli air mineral, dia masuk ke minimarket tempat Viana bekerja dan secara kebetulan, Viana lah yang bertugas sebagai kasir saat itu.
Pertemuan pertama mereka begitu berkesan bagi Yanto sehingga dia memutuskan untuk 'mengejar' Viana dan bak gayung bersambut, Viana pun menerima cinta Yanto. Setelah berpacaran jarak jauh selama dua tahun, mereka memutuskan untuk menikah.
Pada awalnya Viana merasa ragu untuk menerima lamaran Yanto karena melihat sikap Runi yang kentara sekali tidak menyukainya di awal pertemuan mereka.
Sosok Runi yang pada waktu itu sudah berpacaran dengan Andri, terkesan sombong dan angkuh karena dia selalu dimanjakan oleh orang tua angkatnya yang memang termasuk orang berada dan itu membuat Viana merasa tidak nyaman.
Namun, pada akhirnya Yanto berhasil meyakinkannya sehingga Viana setuju untuk menikah. Setelah menikah, pria itu memboyong Viana ke kota asalnya yaitu Kota U dan mereka memutuskan mengontrak rumah sembari menabung untuk kelak dapat membeli rumah sendiri. Selama tinggal di Kota U, Viana tidak pernah lupa untuk tetap berkomunikasi dengan orangtua angkatnya melalui video call. Sampai kapan pun, Viana tak akan pernah bisa melupakan kebaikan Bu Resti dan suaminya yang telah bersedia mengasuhnya sampai dewasa sehingga dia tidak menjadi anak yang terlantar
Sedangkan Runi kembali tinggal bersama ibunya atas permintaan Yanto yang khawatir ibunya tinggal sendirian di rumah dan tidak ada yang menemani.
Awalnya Runi menolak karena dia tahu kalau dia tinggal kembali bersama ibu kandungnya, dia tidak akan bisa lagi hidup mewah seperti pada waktu dia bersama orang tua angkatnya dan dia juga tidak mau jauh-jauh dari Andri. Namun, untungnya pada saat itu orang tua angkat Runi juga berniat pindah ke kota H, mengikuti ajakan putranya yang sudah menikah dengan putri salah seorang pejabat di daerah itu sehingga mereka ikut membantu membujuk Runi untuk kembali ke rumah ibu kandungnya. Andri pun juga berusaha meyakinkan Runi bahwa mereka masih tetap bisa menjalani hubungan jarak jauh dan Andri juga berjanji bahwa selama mereka terpisah, dia akan selalu setia kepada Runi. Akhirnya, Runi pun terpaksa menyetujuinya.
Selama kurun waktu tersebut, Runi hanya sesekali saja berkunjung ke kontrakan Yanto. Itu pun demi memenuhi permintaan sang ibu yang memintanya menemani beliau ke sana. Alasan utamanya adalah karena rumah Yanto sempit dan dia merasa gerah berlama-lama di sana.
Saat bertemu pun, Runi kerap melontarkan kalimat sindiran untuk Viana. Ingin rasanya Viana menampar mulut adik iparnya yang tidak punya etika dalam berkata-kata itu, tetapi ditahannya demi menghormati ibu mertuanya yang selama ini sangat baik kepadanya.
Selang dua tahun setelah pernikahan Yanto, Runi pun melangsungkan pesta pernikahan yang megah dengan Andri. Setelah menikah, mereka pindah ke Kota A dengan memboyong serta ibu Runi bersama mereka. Hal ini merupakan permintaan dari Andri sendiri yang merasa iba melihat ibu mertuanya hanya tinggal seorang diri saja di rumah dan juga tidak ingin membebani Yanto yang dia tahu mempunyai ekonomi yang pas – pasan meskipun dari Yanto sendiri tak merasa keberatan jika ibunya tinggal bersamanya. Selagi dia mampu, toh tidak ada masalah, begitulah pemikiran Andri dan rumah yang selama ini ibu Yanto dan Runi tempati disewakan kepada orang lain dengan pembayaransewa secara bulanan.
"Aduh...ini... benar-benar deh, aku nggak tahan lagi. Udahlah kamarnya sumpek, ranjangnya gak empuk lagi. Gimana caranya coba aku bisa tidur. Heran aku sama Bang Yanto, kok bisa-bisanya dia betah tinggal di sini. Emang dasar mental miskin, tempat kayak gini pun dia fine-fine aja."Runi mencoba kembali berbaring lalu membolak-balikkan tubuhnya untuk mencari posisi tidur yang enak. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya Runi pun pulas tertidur.Sekian jam berlalu. Runi mengerjapkan mata kala dirasanya ada sesuatu yang menyilaukan menimpa kelopak matanya. Segera dia mengangkat satu lengannya untuk melindungi indra penglihatannya.Perlahan-lahan, dia membuka matanya dan melihat darimana asalnya sesuatu yang menyilaukan itu. Ternyata itu adalah sinar matahari yang menembus masuk ke dalam kamarnya melalui jendela kamarnya yang tertutup kain gorden tipis."Ughhh....jam berapa sekarang ini?" gumamnya seraya mematrikan pandangannya pada jam yang tergantung di dinding."Sudah jam sembilan rupa
"Pokoknya aku nggak mau. Titik. Bang, aku ke sini ini mau menenangkan diri pasca perceraian aku. Jadi, tolonglah Bang, jangan suruh aku mengurusi hal-hal yang aku sama sekali tak berminat untuk mengerjakannya itu," potong Runi dengan nada kesal.Seusai berkata demikian, tanpa menghiraukan lagi keberadaan Yanto dan Viana di sana, Runi langsung masuk ke kamarnya.Yanto mengepalkan kedua tangannya. Sungguh, dia merasa malu kepada Viana atas sikap adiknya itu. Walaupun tadi Viana tidak ikut menimpali perdebatannya dengan Runi, tetapi Yanto yakin, istrinya itu pasti sedang merasa kesal dengan adiknya itu."Dek, maafin Runi ya. Jujur, mas bingung gimana cara menghadapinya. Dia terlalu keras kepala dan selalu membuat orang kesal," ucap Yanto dengan kepala tertunduk.Viana menghembuskan nafas dengan kesal. Jika mengikuti kata hatinya saat ini, ingin rasanya dia langsung menyeret Runi ke dapur. Namun, mengingat Runi yang mungkin saja masih merasa lelah karena perjalanan jauh, maka Viana masih
Runi berdecih seraya menaikkan satu sudut bibirnya, tetapi tak urung dia duduk juga di salah satu kursi lalu mengambil piring dan mulai mengisinya dengan nasi.Antara rendang, sayur sop, tahu tempe bacem dan sambal terasi, Runi terlihat menimbang-nimbang akan mengambil lauk yang mana.Aduh makanan apa nih? Mana bisa aku makan makanan kayak gini. Huh... untung ada rendang, tapi apa rendangnya enak nggak ya? Kayaknya nggak, deh. Mbak Viana mana bisa masak rendang seenak rendang katering langgananku, gumam Runi dalam hati.Akhirnya Runi memutuskan mengambil sepotong rendang lalu bersiap untuk menyuap makanan itu ke dalam mulutnya."Lho, kok menu lainnya nggak dicobain, Run? Cobalah sedikit. Ini enak loh. Abang aja sampai mau nambah lagi," tawar Yanto sambil menyendokkan sambal terasi ke piringnya serta mengambil dua potong tahu serta tempe."Nggak, Bang. Aku cobain ini aja. Soalnya, aku kurang selera dengan makanan lainnya," jawab Runi."Lho, kenapa? Padahal ini enak juga loh. Ayolah, di
Sementara itu, Yanto yang masih berada dalam kamar tiba – tiba merasa menyesal telah memarahi Viana. Dalam hatinya, dia menyadari bahwa Runi lah yang bersalah dalam hal ini. Oleh karena itu, dia berniat menyusul istrinya untuk minta maaf."Dek, maafin mas atas sikap mas tadi. Mas telah menyakiti hati kamu," ucap Yanto yang tiba-tiba saja sudah ada di belakang Viana.Viana bergeming. Jujur, untuk saat ini, dia masih malas bertatap muka dengan suaminya itu. Bayang-bayang perdebatan dengan suaminya tadi masih menari-nari di pelupuk matanya.Sakit rasanya mendapat bentakan dari seseorang yang selama ini bersikap lembut kepadanya hanya demi membela adiknya yang menurut Viana tidak pantas dibela.Viana mencoba mengeraskan hati untuk mengabaikan suaminya itu.Akan tetapi, hati kecilnya justru memerintahkan yang sebaliknya. Dalam keadaan demikian, tiba-tiba Viana tersadar bahwa posisi suaminya itu serba salah. Di satu sisi, ada istri yang harus dijaga perasaannya, sedangkan di sisi lain, ada
"Ini kamarmu. Sekarang kau beresi barang-barangmu, setelah itu mandilah karena sebentar lagi kita akan makan malam. Kamar mandinya terletak di belakang, bersebelahan dengan dapur. Kalau kau tidak tahu, nanti abang tunjukkan. Abang keluar dulu." Yanto segera berlalu keluar dari kamar itu lalu menuju ke kamarnya untuk menemui Viana."Sialan! Gue harus tidur di kamar jelek ini. Benar-benar keterlaluan tuh, Bang Yanto. Nggak ada perhatian sedikitpun sama adiknya sendiri. Pasti ini semua karena ulah istrinya. Emang dasar ipar songong! Udah berani pula dia menamparku. Awas kamu, Mbak! Suatu saat akan kubalas kamu!" umpat Runi sambil mengepalkan kedua tangannya.Sebenarnya kamar itu cukup bersih dan nyaman untuk ditempati. Akan tetapi, bagi seorang Runi yang selama bersama suaminya selalu hidup mewah, kamar yang demikian sangatlah tidak layak dimatanya.Sambil terus menggerutu, Runi mulai membereskan barang-barangnya dan setelah itu dia segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhn
"Ngapain Mbak melototin aku? Kalau udah miskin ya diakui aja. Salah Mbak juga sih, nggak mau ikut kerja, cuma ngandelin uang suami. Coba kalau Mbak kerja, tentu kalian akan bisa mendapatkan uang yang banyak dan bisa merenovasi rumah ini sehingga aku akan betah tinggal di sini. Lagian kan kalian belum punya anak, jadi nggak masalah kalau Mbak juga ikutan kerja. Tapi emang susah sih, kalau orang dasarnya pemalas. Mana mau dia peduli pada suaminya yang pontang panting cari uang di luar sana!"Plak!Sebuah tamparan hinggap di pipi Runi. Walau tidak terlalu keras, tapi tamparan itu cukup membuat pipinya yang putih itu menjadi agak kemerahan.Runi membelalakkan kedua matanya. Ekspresi kaget bercampur amarah tergambar jelas di wajahnya."Kau!" seru Runi sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah kakak iparnya."Dek!" tegur Yanto yang juga tak kalah kagetnya."Kenapa? Mau marah? Mau protes? Silakan, aku nggak ngelarang. Orang berlidah tajam sepertimu memang pantas ditampar. Tadi kau bilang a







