Beranda / Rumah Tangga / MADU YANG BERACUN / Bab 3 | Malam Dingin

Share

Bab 3 | Malam Dingin

Penulis: Dara Kirana
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-29 15:09:58

Bayangan Embun memergoki Eros dengan Jenar di sebuah food court empat tahun yang lalu berputar-putar di kepala bak sebuah film, padahal waktu itu belum ketuk palu dan Eros sudah ada pengganti dirinya. Embun merasa dikhianati, sakit itu tetap terasa, meski sudah tidak ada lagi cinta untuk Eros. Tidak ingin berbasa-basi, Embun segera melewati tubuh Eros. Namun, langkahnya terhenti ketika Eros mengatakan sesuatu.

"Tidak bisakah kita berteman, Embun? Kamu terus saja membenciku, padahal …," ucapan Eros terjeda dikala mendengar lengkingan suara anak kecil memanggilnya. "Papa!"

"Sayang!" Eros berbalik mendapati putri kecilnya berlari ke arahnya.

"Papa, tante ini siapa?" tanya gadis kecil dengan tubuh gembul dan menggemaskan. Kalau saja anak itu bukan anak Eros rasanya Embun ingin mencubit pipinya yang chubby.

"Tante ini teman Papa dan Mama, kenalan gih sama tantenya."

"Halo tante, nama aku Embun." Dengan pintarnya bocah itu mengulurkan tangan.

Embun terkejut mendengar nama anak itu sama dengan namanya, sebenarnya Embun sangat gemas. Namun, mengingat anak itu adalah anak Eros dan Jenar, Embun jadi tidak suka. Tanpa menjawab apalagi menyambut uluran tangan bocah cantik tersebut, Embun pergi begitu saja.

"Tantenya sombong, Pa," adu anak tersebut terdengar jelas di telinga Embun.

"Tidak apa, sayang. Mungkin tantenya lagi sariawan," hibur Eros pada putri kecilnya.

"Apa Maksudnya memberi nama anaknya sama dengan namaku, aku tidak sudih!" Gerutu Embun sembari melangkah cepat.

Sungguh hari ini dirinya seperti terjebak di lembah derita, ada saja hal-hal yang membuatnya sakit. Embun berjalan ke luar hotel meninggalkan acara pernikahan Eros dan Jasmine, dia ingin segera sampai di rumah, terlalu lama berada di tempat itu sama saja dengan memperlebar luka hatinya.

"Embun tunggu!" Eros berlari kecil menghampiri Embun yang hendak menaiki taksi.

"Kamu belum bisa memaafkan aku?" Ujar Eros sambil memandang lawan bicaranya.

"Aku sudah lama memaafkan, tapi tidak untuk berteman. Sebaiknya kita tidak usah berhubungan lagi, kita bukan siapa-siapa jadi tidak terlalu penting!"

"Tidak bisa, Embun. Kita sudah jadi keluarga sekarang, istri Lintang itu adalah adik istriku. Kita pasti akan bertemu di acara-acara keluarga."

Embun sangat terkejut mendengarnya, bagaimana bisa Eros menjadi kakak iparnya, lelaki yang dulu menyakitinya menjadi keluarga dengan lelaki yang sekarang juga menyakitinya. Sungguh kehidupan seperti apa yang dijalaninya, kenapa orang-orang yang tidak punya hati itu mengelilinginya.

Dulu hampir setiap malam Embun menangis meminta kepada Tuhan agar secepatnya menghapuskan Eros dari hatinya dan Tuhan mengirimkan Lintang sebagai penyembuh luka. Namun, sekarang Lintang juga menoreh luka untuknya. Apakah takdir hidupnya hanya untuk dilukai pikir Embun.

Apa karena dirinya tidak sempurna sehingga tidak berhak bahagia? Tidak berharga dan dipandang sebelah mata, apa dunia sekejam itu untuk orang seperti dirinya?

"Permisi." Embun melangkah masuk ke dalam taksi. Namun, gerakannya terhenti karena cekalan tangan Eros di lengannya. "Tunggu Embun!"

"Mau apa lagi, Ros? Belum puas kamu melihatku terluka? Pergilah, keluarga kecilmu pasti mencarimu." Setelahnya Embun bergegas masuk ke dalam taksi dan menutup pintu.

Eros meremas rambut sambil menatap taksi yang membawa Embun kian menjauh. Rasa bersalah masih menghantuinya, meski Embun sudah memaafkan.

Di dalam taksi Embun menangis tersedu-sedu. Ingatannya melayang ke waktu empat tahun yang lalu, di malam anniversary pernikahan yang kelima tahun, sebuah kenyataan pahit datang menyambar.

"Mas mau kita bercerai, Embun."

"Ma-Mas bercanda, kan?" senyum di wajah Embun langsung pudar. Kalimat itu terdengar menyakitkan.

"Tidak, Embun. Mas serius."

"Tapi kenapa, Mas? Apa salahku?" Mata Embun berkaca-kaca.

"Kamu tidak salah, Embun. Kamu wanita yang baik, terima kasih sudah setia dan sabar menemaniku selama lima tahun ini, tapi aku ingin keturunan, Embun. Maafkan aku," ucap Eros menghujam jantung Embun. Setetes bulir bening lolos begitu saja dari sudut mata Embun.

Kemudian ingatan Embun beralih ke waktu seminggu yang lalu, kenyataan yang tidak kalah pahitnya dengan yang dulu.

"Embun, aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Maafkan aku jika keputusan ini membuatmu terluka, tapi aku terpaksa harus melakukannya."

"Mas kenapa? Memangnya Mas mau melakukan apa?" Embun menyunggingkan senyuman manis, berpikir jika Lintang sedang mengerjainya, mengingat hari itu adalah anniversary pernikahan mereka yang ke satu tahun.

"Sungguh ini bukan keinginanku, tapi orang tuaku menginginkan cucu dariku maka dari itu aku meminta izin untuk menikah lagi. Maafkan aku, Embun. Semoga kamu mengerti." Lintang menggenggam erat kedua tangan Embun sambil menatap ke dalam mata wanita itu.

"A-apa?" Air mata Embun lolos begitu saja.

*****

Embun berdiam diri di kamar, air matanya tak henti-henti mengalir. Dunianya baru saja hancur karena cinta sang suami kini telah berbagi. Tidak ada satu pun orang yang mencarinya atau sekedar menanyakan kabar lewat ponsel. Sepi dan sunyi melengkapi derita Embun, saat ini semua orang sedang berbahagia dan melupakan dirinya.

"Sekarang saja aku sudah tersisih, Mas. Bagaimana nantinya? Harusnya Mas lepaskan saja aku daripada seperti ini sama saja kau menyiksaku. Menahanku untuk tetap di sisimu dengan alasan mencintaiku, nyatanya cintamu menyakitiku, Mas." Embun berbicara sendiri menumpahkan isi hatinya.

Di luar terdengar rintik hujan menyapa bumi menghantarkan hawa dingin menusuk jiwa yang kesepian, malam dingin Embun lalui seorang diri tanpa ada kehangatan. Pikiran Embun melanglang buana, memikirkan jika saat ini sang suami sedang mereguk manisnya madu pernikahan bersama Istri barunya. Hati Embun menjerit membayangkan itu, jauh di lubuk hati dia tidak rela berbagi. Namun, Embun tidak bisa menolak karena sadar akan kondisi dirinya.

"Sungguh ini lebih sadis dari yang dulu, Mas. Kupikir bersamamu akan lebih bahagia. Namun, ternyata lebih menderita. Caramu menyakitiku luar biasa, Mas."

"Apa salahku, Tuhan? Sehingga kau hukum aku seperti ini," ucap Embun tersedu-sedu sambil mengeratkan pelukannya pada bantal guling.

Sementara itu, di sebuah kamar hotel, Lintang duduk di tepi ranjang, menunggu Jasmine yang masih membersihkan diri di dalam kamar mandi. Lelaki itu memikirkan bagaimana keadaan Embun sekarang, pasalnya wanita itu tidak terlihat lagi setelah akad nikah selesai. Lintang tau wanita itu pasti sangat terluka.

Lintang menatap ke arah pintu kamar mandi, apakah dia bisa melakukannya dengan Jasmine, sementara dirinya tidak mencintai wanita itu. Lintang meremas rambut, frustasi. Malam pengantin seharusnya menjadi malam yang bahagia bagi setiap pasangan yang baru saja halal, tetapi tidak dengan Lintang. Malam pengantinnya ini terasa hampa, hanya raga yang ada di tempat itu, tidak dengan hatinya.

"Maafkan aku untuk luka yang sengaja kubuat, Embun. Aku terpaksa," batin Lintang sambil menatap langit-langit kamar.

"Mas …." Suara Lembut Jasmine membuyarkan lamunan Lintang. Gadis itu tersenyum kepada suaminya lalu duduk di samping lelaki itu, dia terlihat malu-malu.

"Embun …." Entah mengapa Lintang melihat Jasmine sebagai Embun. Senyum di bibir Jasmine seketika hilang dan berganti dengan wajah masam.

"Mas! Ini aku Jasmine! Berhentilah memikirkannya, dia tidak akan pernah memberikan keturunan untukmu!" Jasmine marah.

"Maaf, Jasmine."

"Ini malam pertama kita, Mas! Harusnya kamu fokus sama kita bukan sama wanita mandul itu!"

"Jasmine, Embun itu istriku juga!"

"Mas bentak aku? Hanya karena wanita mandul itu? Padahal kita baru saja menikah." Mata Jasmine berkaca-kaca.

"Ja-Jasmine, bukan seperti itu maksudku." Lintang berusaha meraih tangan Jasmine. Namun, Jasmine menepis tangan Lintang.

"Aku akan katakan pada Papa agar segera mengurus perceraian kita!" Ancam Jasmine sambil beranjak menuju pintu. Namun, Lintang mencegahnya, dia tidak ingin orang tuanya kecewa. Bagaimana perasaan bu Inggrid dan pak Yolan jika pernikahan yang baru saja dilaksanakan harus segera berakhir.

"Jasmine, Jasmine, maafkan aku. Aku tidak sengaja." Lintang membawa Jasmine ke dalam pelukannya, gadis itu tersenyum karena merasa menang.

Bersambung ….

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Abigail Briel
lintang kok plin plan...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • MADU YANG BERACUN   Bab 59 | Tamu Tak Diundang

    Pagi ini Embun pergi ke kantor polisi untuk mengurus surat keterangan kehilangan. Dia harus cepat-cepat mengurusnya sebelum dirinya disibukkan dengan toko kue yang sebentar lagi akan beroperasi. Bukan tidak mungkin dia akan melupakannya lagi.“Sudahi kebodohanmu, Embun!” gumam Embun pada dirinya. Dia kemudian turun dari mobil dan masuk ke dalam kantor polisi.“Selamat pagi, Pak. Saya ingin melaporkan kehilangan buku nikah saya dan meminta surat keterangan kehilangan,” kata Embun pada petugas SPKT (Sentra Kepelayanan Polisi Terpadu).“Selamat pagi, Ibu. Tentu, bisa dijelaskan lebih lanjut? Buku nikahnya hilang di mana atau bagaimana ceritanya?” tanya sang polisi.“Buku nikah saya hilang beberapa hari yang lalu dan saya sudah mencarinya di seluruh rumah, tetapi saya tidak menemukannya. Saya butuh surat keterangan kehilangan untuk mengurus duplikatnya di KUA.” Embun menjelaskan.“Baik, Ibu. Saya akan bantu buatkan laporan kehilangan. Sebelumnya, bisa saya lihat identitas Ibu, seperti KTP

  • MADU YANG BERACUN   Bab 58 | Isi hati dan wajah itu singkron

    “Sayang, saudara kamu pinjam uang lagi?” tanya Eros mendekati Jenar sembari memegang ponsel. Jantung Jenar berdetak cepat, tubuhnya panas dingin.“I-iya, Mas. Ada masalah sehingga harus operasi lagi.” kata Jenar dengan gugup. Sejak beberapa hari yang lalu dia selalu mentransfer Jafar lagi. “Jumlah yang dipinjam sangat besar, kapan mereka akan mengembalikannya?” tanya Eros mengalihkan pandangan pada wajah Jenar. “Dan apa pekerjaan saudaramu itu?” lanjutnyaJenar terdiam dengan jantung yang berdebar-debar. Bukan debaran jatuh cinta melainkan debaran ketakutan.Dia memaksa otaknya berpikir mencari jawaban yang masuk akal untuk membuat Eros percaya.“Siapa namanya?” tanya Eros mengejutkan Jenar.“Namanya … Jafar. Anak Jafar itu yang operasi.”“Kau kenapa? Seperti terkejut?” Eros heran melihat reaksi sang istri.“Tidak, aku hanya sedang memikirkan anak-anak kita,” kata Jenar cepat lalu menampilkan senyum palsu.“Jika mereka pinjam lagi tolak saja, kita sudah cukup banyak membantu. Kita j

  • MADU YANG BERACUN   Bab 57 | Demam

    “Haha! Rasakan itu mandul! Pasti sekarang dia sedang bersimbah air mata,” gumam Jenar senang. Wanita itu diam-diam mengikuti dan menyaksikan semuanya. “Aku tidak akan puas sebelum mereka bercerai! Aku dan adikku pantas menjadi satu-satunya wanita di hati lelaki kami,” monolog Jenar sambil menatap pantulan dirinya di cermin wastafel. “Aku sudah berhasil menyingkirkannya dari hidup Mas Eros dan sekarang aku juga akan menyingkirkannya dari suami adikku,” lanjutnya dengan senyum menyeringai. “Menyingkirkan tanpa jejak.” Jenar merasa bangga mengingat apa yang telah dilakukannya pada Embun dulu. “Bahkan hingga detik ini tidak ada seorang pun yang tahu,” lanjutnya tersenyum penuh kemenangan. “Kecuali para oknum itu … dan Jafar. Ya, Jafar sialan! Sekarang dia muncul lagi memanfaatkan semua itu untuk memerasku!” gerutu Jenar dengan kesal, tangannya mengepal mengingat Jafar yang selalu menerornya. “Sial!” Dia memukul pelan meja wastafel. “Bagaimana aku harus menghindari lelaki itu? atau

  • MADU YANG BERACUN   Bab 56 | Embun Demam

    Embun terpaksa masuk kembali ke dalam rumah sakit mengikuti suaminya. “Mas …,” kata Embun mengimbangi langkah Lintang. Lelaki itu diam saja seperti tidak mendengar ada yang bicara.“Mama tadi sudah mengusirku,” lanjutnya.“Kau pantas mendapatkannya,” sahut Lintang datar dan merobek hati Embun.“Mas, aku ….”“Tidak usah membantah, kau memang salah!” ketus Lintang menyela ucapan istrinya.“Baiklah,” batin Embun, dia tersenyum getir.Melihat kedatangan Lintang dan Embun, amarah Bu Inggrid kembali tersulut. Dia berdiri dan siap mengusir kembali menantu yang memuakkan itu.“Untuk apa kamu bawa wanita ini lagi kemari?” ketusnya lalu menatap Embun dengan mata melotot.“Ada yang ingin aku bicarakan dengannya, Ma,” sahut Lintang.“Bagaimana keadaan Jasmine, Ma? Bagaimana dengan bayi kami.” Tampak sekali wajah Lintang panik.“Mama belum tahu, dari tadi Mama di sini dokter belum keluar juga. Semoga saja mereka baik-baik saja.”“Semoga,” kata Lintang.“Semua ini gara-gara wanita sialan ini!” Bu I

  • MADU YANG BERACUN   Bab 55 | Jasmine Pendarahan

    “Lepaskan brengsek!” Pekik Jenar.“Bila perlu kupatahakan saja tanganmu ini,” kata Embun sambil memelintir tangan Jenar semakin kuat. Wanita itu semakin menjerit, tangannya terasa seperti mau lepas.“Wanita jahat sepertimu pantasnya dibuat cacat saja biar tidak bisa lagi melakukan kejahatan. Kau telah menghancurkan hidup seseorang dan berlagak seperti tidak memiliki dosa. Dan sekarang kau juga berlagak ingin menjadi pahlawan?” Tubuh Jenar menegang mendengar perkataan Embun.“Apa maksudmu berkata seperti itu? Siapa yang kau maksud?” suara Jenar sedikit bergetar, Embun tahu wanita itu sedang ketakutan.“Menurutmu siapa?”“Mengapa bertanya padaku, mana aku tahu. Lepaskan!” Jenar memberontak, tetapi tak kunjung terlepas.Obrolan Jenar dan teman lelakinya di parkiran waktu itu kembali terngiang-ngiang di ingatan dan membuat darah Embun mendidih. Dia jadi gelap mata dan memelintir tangan Jenar semakin keras membuat wanita itu menjerit histeris.Melihat Jenar tersiksa Jasmine berdiri dan sek

  • MADU YANG BERACUN   Bab 54 | Mimpi Buruk

    “Jasmine! Jasmine! Jasmine, bangun, sayang,” Lintang menepuk-nepuk pipi sang istri untuk membangunkannya dari mimpi buruk. Ibu hamil itu terbangun dan duduk. Napasnya terengah-engah.“Kamu mengalami mimpi buruk,” kata Lintang lalu meraih gelas air putih di atas nakas dan memberikannya pada sang istri. Jasmine hanya meminum setengahnya.“Mas …,” Jasmine seperti ingin menangis.“Tenanglah itu hanya mimpi.” Lintang meraih tubuh Jasmine dan memeluk untuk menenangkannya.“Aku masih merasa sedih, meskipun hanya mimpi, tapi semua terasa seperti nyata,” kata Jasmine.“Kau bermimpi tentang apa?”“A-aku bermimpi tentang Mba Embun, dia kecelakaan dan meninggal.” Suara Jasmine bergetar. “Aku menyaksikan bagaimana kondisinya yang mengenaskan, ada bagian tubuhnya yang terpisah dan itu sangat mengerikan. Darah yang berceceran itu masih jelas teringat dan semua terasa nyata,” lanjut Jasmine bercerita.“Tenanglah, Mba-mu pasti baik-baik saja. Mimpi hanyalah bunga tidur.”“Aku takut, Mas. Aku takut ter

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status