Share

Bab 3 | Malam Dingin

Bayangan Embun memergoki Eros dengan Jenar di sebuah food court empat tahun yang lalu berputar-putar di kepala bak sebuah film, padahal waktu itu belum ketuk palu dan Eros sudah ada pengganti dirinya. Embun merasa dikhianati, sakit itu tetap terasa, meski sudah tidak ada lagi cinta untuk Eros. Tidak ingin berbasa-basi, Embun segera melewati tubuh Eros. Namun, langkahnya terhenti ketika Eros mengatakan sesuatu.

"Tidak bisakah kita berteman, Embun? Kamu terus saja membenciku, padahal …," ucapan Eros terjeda dikala mendengar lengkingan suara anak kecil memanggilnya. "Papa!"

"Sayang!" Eros berbalik mendapati putri kecilnya berlari ke arahnya.

"Papa, tante ini siapa?" tanya gadis kecil dengan tubuh gembul dan menggemaskan. Kalau saja anak itu bukan anak Eros rasanya Embun ingin mencubit pipinya yang chubby.

"Tante ini teman Papa dan Mama, kenalan gih sama tantenya."

"Halo tante, nama aku Embun." Dengan pintarnya bocah itu mengulurkan tangan.

Embun terkejut mendengar nama anak itu sama dengan namanya, sebenarnya Embun sangat gemas. Namun, mengingat anak itu adalah anak Eros dan Jenar, Embun jadi tidak suka. Tanpa menjawab apalagi menyambut uluran tangan bocah cantik tersebut, Embun pergi begitu saja.

"Tantenya sombong, Pa," adu anak tersebut terdengar jelas di telinga Embun.

"Tidak apa, sayang. Mungkin tantenya lagi sariawan," hibur Eros pada putri kecilnya.

"Apa Maksudnya memberi nama anaknya sama dengan namaku, aku tidak sudih!" Gerutu Embun sembari melangkah cepat.

Sungguh hari ini dirinya seperti terjebak di lembah derita, ada saja hal-hal yang membuatnya sakit. Embun berjalan ke luar hotel meninggalkan acara pernikahan Eros dan Jasmine, dia ingin segera sampai di rumah, terlalu lama berada di tempat itu sama saja dengan memperlebar luka hatinya.

"Embun tunggu!" Eros berlari kecil menghampiri Embun yang hendak menaiki taksi.

"Kamu belum bisa memaafkan aku?" Ujar Eros sambil memandang lawan bicaranya.

"Aku sudah lama memaafkan, tapi tidak untuk berteman. Sebaiknya kita tidak usah berhubungan lagi, kita bukan siapa-siapa jadi tidak terlalu penting!"

"Tidak bisa, Embun. Kita sudah jadi keluarga sekarang, istri Lintang itu adalah adik istriku. Kita pasti akan bertemu di acara-acara keluarga."

Embun sangat terkejut mendengarnya, bagaimana bisa Eros menjadi kakak iparnya, lelaki yang dulu menyakitinya menjadi keluarga dengan lelaki yang sekarang juga menyakitinya. Sungguh kehidupan seperti apa yang dijalaninya, kenapa orang-orang yang tidak punya hati itu mengelilinginya.

Dulu hampir setiap malam Embun menangis meminta kepada Tuhan agar secepatnya menghapuskan Eros dari hatinya dan Tuhan mengirimkan Lintang sebagai penyembuh luka. Namun, sekarang Lintang juga menoreh luka untuknya. Apakah takdir hidupnya hanya untuk dilukai pikir Embun.

Apa karena dirinya tidak sempurna sehingga tidak berhak bahagia? Tidak berharga dan dipandang sebelah mata, apa dunia sekejam itu untuk orang seperti dirinya?

"Permisi." Embun melangkah masuk ke dalam taksi. Namun, gerakannya terhenti karena cekalan tangan Eros di lengannya. "Tunggu Embun!"

"Mau apa lagi, Ros? Belum puas kamu melihatku terluka? Pergilah, keluarga kecilmu pasti mencarimu." Setelahnya Embun bergegas masuk ke dalam taksi dan menutup pintu.

Eros meremas rambut sambil menatap taksi yang membawa Embun kian menjauh. Rasa bersalah masih menghantuinya, meski Embun sudah memaafkan.

Di dalam taksi Embun menangis tersedu-sedu. Ingatannya melayang ke waktu empat tahun yang lalu, di malam anniversary pernikahan yang kelima tahun, sebuah kenyataan pahit datang menyambar.

"Mas mau kita bercerai, Embun."

"Ma-Mas bercanda, kan?" senyum di wajah Embun langsung pudar. Kalimat itu terdengar menyakitkan.

"Tidak, Embun. Mas serius."

"Tapi kenapa, Mas? Apa salahku?" Mata Embun berkaca-kaca.

"Kamu tidak salah, Embun. Kamu wanita yang baik, terima kasih sudah setia dan sabar menemaniku selama lima tahun ini, tapi aku ingin keturunan, Embun. Maafkan aku," ucap Eros menghujam jantung Embun. Setetes bulir bening lolos begitu saja dari sudut mata Embun.

Kemudian ingatan Embun beralih ke waktu seminggu yang lalu, kenyataan yang tidak kalah pahitnya dengan yang dulu.

"Embun, aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Maafkan aku jika keputusan ini membuatmu terluka, tapi aku terpaksa harus melakukannya."

"Mas kenapa? Memangnya Mas mau melakukan apa?" Embun menyunggingkan senyuman manis, berpikir jika Lintang sedang mengerjainya, mengingat hari itu adalah anniversary pernikahan mereka yang ke satu tahun.

"Sungguh ini bukan keinginanku, tapi orang tuaku menginginkan cucu dariku maka dari itu aku meminta izin untuk menikah lagi. Maafkan aku, Embun. Semoga kamu mengerti." Lintang menggenggam erat kedua tangan Embun sambil menatap ke dalam mata wanita itu.

"A-apa?" Air mata Embun lolos begitu saja.

*****

Embun berdiam diri di kamar, air matanya tak henti-henti mengalir. Dunianya baru saja hancur karena cinta sang suami kini telah berbagi. Tidak ada satu pun orang yang mencarinya atau sekedar menanyakan kabar lewat ponsel. Sepi dan sunyi melengkapi derita Embun, saat ini semua orang sedang berbahagia dan melupakan dirinya.

"Sekarang saja aku sudah tersisih, Mas. Bagaimana nantinya? Harusnya Mas lepaskan saja aku daripada seperti ini sama saja kau menyiksaku. Menahanku untuk tetap di sisimu dengan alasan mencintaiku, nyatanya cintamu menyakitiku, Mas." Embun berbicara sendiri menumpahkan isi hatinya.

Di luar terdengar rintik hujan menyapa bumi menghantarkan hawa dingin menusuk jiwa yang kesepian, malam dingin Embun lalui seorang diri tanpa ada kehangatan. Pikiran Embun melanglang buana, memikirkan jika saat ini sang suami sedang mereguk manisnya madu pernikahan bersama Istri barunya. Hati Embun menjerit membayangkan itu, jauh di lubuk hati dia tidak rela berbagi. Namun, Embun tidak bisa menolak karena sadar akan kondisi dirinya.

"Sungguh ini lebih sadis dari yang dulu, Mas. Kupikir bersamamu akan lebih bahagia. Namun, ternyata lebih menderita. Caramu menyakitiku luar biasa, Mas."

"Apa salahku, Tuhan? Sehingga kau hukum aku seperti ini," ucap Embun tersedu-sedu sambil mengeratkan pelukannya pada bantal guling.

Sementara itu, di sebuah kamar hotel, Lintang duduk di tepi ranjang, menunggu Jasmine yang masih membersihkan diri di dalam kamar mandi. Lelaki itu memikirkan bagaimana keadaan Embun sekarang, pasalnya wanita itu tidak terlihat lagi setelah akad nikah selesai. Lintang tau wanita itu pasti sangat terluka.

Lintang menatap ke arah pintu kamar mandi, apakah dia bisa melakukannya dengan Jasmine, sementara dirinya tidak mencintai wanita itu. Lintang meremas rambut, frustasi. Malam pengantin seharusnya menjadi malam yang bahagia bagi setiap pasangan yang baru saja halal, tetapi tidak dengan Lintang. Malam pengantinnya ini terasa hampa, hanya raga yang ada di tempat itu, tidak dengan hatinya.

"Maafkan aku untuk luka yang sengaja kubuat, Embun. Aku terpaksa," batin Lintang sambil menatap langit-langit kamar.

"Mas …." Suara Lembut Jasmine membuyarkan lamunan Lintang. Gadis itu tersenyum kepada suaminya lalu duduk di samping lelaki itu, dia terlihat malu-malu.

"Embun …." Entah mengapa Lintang melihat Jasmine sebagai Embun. Senyum di bibir Jasmine seketika hilang dan berganti dengan wajah masam.

"Mas! Ini aku Jasmine! Berhentilah memikirkannya, dia tidak akan pernah memberikan keturunan untukmu!" Jasmine marah.

"Maaf, Jasmine."

"Ini malam pertama kita, Mas! Harusnya kamu fokus sama kita bukan sama wanita mandul itu!"

"Jasmine, Embun itu istriku juga!"

"Mas bentak aku? Hanya karena wanita mandul itu? Padahal kita baru saja menikah." Mata Jasmine berkaca-kaca.

"Ja-Jasmine, bukan seperti itu maksudku." Lintang berusaha meraih tangan Jasmine. Namun, Jasmine menepis tangan Lintang.

"Aku akan katakan pada Papa agar segera mengurus perceraian kita!" Ancam Jasmine sambil beranjak menuju pintu. Namun, Lintang mencegahnya, dia tidak ingin orang tuanya kecewa. Bagaimana perasaan bu Inggrid dan pak Yolan jika pernikahan yang baru saja dilaksanakan harus segera berakhir.

"Jasmine, Jasmine, maafkan aku. Aku tidak sengaja." Lintang membawa Jasmine ke dalam pelukannya, gadis itu tersenyum karena merasa menang.

Bersambung ….

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Abigail Briel
lintang kok plin plan...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status