Share

Madu untuk (Mantan) Tunanganku
Madu untuk (Mantan) Tunanganku
Penulis: Herlina Teddy

Madu yang Tak Diinginkan

Bab 1

"Kamu memang wanita serakah dan Emma itu istri yang bodoh karena telah merencanakan pernikahan ini."

Telunjuk itu mengacung ke wajah Giandra, yang kini pasti hatinya sedang menahan geram. Wanita bergaun putih tersebut duduk dengan sorot mata tak takut sama sekali dengan pria yang sudah berstatus suaminya satu jam lalu.

"Berapa? Berapa yang istriku janjikan padamu, hingga kamu bersedia membabat habis harga dirimu untuk dijadikan istri kedua?"

Tadinya, pria itu sudah berjalan menjauhi si istri siri. Namun karena belum puas menghamburkan protes, dia kembali mendekatinya. Tatapan yang diberikan pun tak luput dari rasa amarah.

Meski jauh-jauh hari sudah mengiyakan rencana Emma, tetapi detik itu Darren masih belum mau menerima kenyataan, harus memiliki istri kedua. Apalagi wanita itu Giandra, sosok yang mirip dengan seseorang di masa lalu. Kenapa harus dia? Darren belum menemui jawaban dari Emma.

Giandra masih memperhatikan Darren dalam diam, pun tak sedikit pun ingin memberi alasannya menerima tawaran Emma malam itu. Kalau saja tidak mendesak, wanita berambut ikal tersebut tak ingin bermimpi akan menjadi orang ketiga dalam rumah tangga mereka. Terpaksa. Iya, dia tidak ada pilihan.

Kala itu, Emma menemuinya berkali-kali. Gian sampai tak tahu sudah berapa kali permohonan itu ditolak. Akhirnya kondisi yang mendesak, Emma bak pahlawan yang menyelamatkan kehidupan keluarganya.

"Aku bisa bantu membayar semuanya agar sertifikat rumah itu bisa kembali menjadi milik ibumu. Dan satu lagi, uang kuliah adikmu selama setahun akan aku bayar lunas besok."

Bagai mendapatkan air segar setelah Giandra merasakan kehausan dana. Biaya yang begitu besar dengan gampangnya dikeluarkan Emma agar dia mau menerima menjadi madu kontrak selama setahun. Bukan, bukan setahun tetapi sampai dia melahirkan anak dari suaminya.

Rahim Giandra disewa untuk menitipkan benih Darren. Setelah bayi yang dikandungnya lahir, dia bebas. Itulah yang dijanjikan Emma. Tentu saja, ada bayaran tambahan lain sebesar ratusan juta di luar kebutuhan sehari-harinya. Terlihat simpel dan mudah, tetapi sungguh memberatkan, tak seperti perkiraan Giandra. Lelaki itu terus berupaya menolak. Bahkan, tak jarang si suami melontarkan kalimat yang selalu membuat hati Giandra tersentil.

"Jawab!"

Suara bernada keras disertai dengan gebrakan tangan ke meja rias, sungguh mengagetkan wanita 28 tahun itu. Kalau saja dia tidak siaga, mungkin jantungnya sudah copot dari rongga. Tiba-tiba organ penting tersebut berdebar kencang, menimbulkan rasa ngeri yang berlebih.

"Berapa?"

Pria berkemeja putih belum diganti sejak pagi, pun mencecarkan pertanyaan yang sama lantaran belum mendapatkan jawaban. Dia berdiri tak jauh dari wanita penggemar komik tersebut.

Lagi-lagi, Giandra masih dengan aksi tutup mulut meski mata terus memandang pria 32 tahun tersebut. Dia tidak boleh gegabah meski diam-diam dalam hati, mengakui bahwa si suami ternyata sungguh tampan dengan alis tebalnya. Namun sayang, paras tidak sebanding dengan mulutnya. Sudah semestinya si pria memperlakukan istri baru dengan lembut, bukan kasar apalagi berbicara ketus seperti itu.

"Jangan terlalu berharap aku akan menyentuhmu. Rencana kalian sungguh membuatku muak."

Giandra tahu se-pedas apa pun kalimat yang keluar dari bibir tebalnya, dia yakin sang suami tidak mungkin akan melakukan kekerasan fisik. Amanlah, bisiknya dalam hati. Dia tahu dari Emma yang sudah memberitahunya jauh sebelum pernikahan itu digelar.

"Mas Darren memang suka mengomel. Aku harap kamu tidak melawan atau membantahnya. Diam saja dan biarkan dia lelah sendiri dengan omelannya. Dan kamu harus tahu, dia tidak akan pakai tangannya memukul wanita. Jadi, kamu tidak perlu takut. Tapi kamu harus sopan dan hormat selayaknya atasanmu."

"Sudah kamu pikirkan, berapa jumlah uang yang kamu inginkan agar kamu segera membatalkan kawin kontrak kalian? Aku akan membayarnya dua kali lipat."

Suara itu kembali menarik ingatan Giandra dari ucapan Emma. Sambil mendongak menantang sepasang mata yang terus menyerangnya, dia masih dengan pendirian yaitu diam. Wanita penyuka merah tersebut berusaha menulikan indra pendengaran sesuai saran Emma meski dalam hati rasa jengkel sudah semakin menggunung. Ingin dia balas dengan verbal, lagi-lagi, suara Emma teringang. Dia pun mengurungkan niatnya.

"Katakan, sebelum aku berubah pikiran!" Pria di hadapannya berseru dengan mata memicing, yang berhasil membuat Giandra menurunkan kepalanya.

Tidak ada sahutan, wanita berambut cokelat itu sedang menimbang. Meski memang butuh banyak uang untuk melunasi utang keluarganya, tetapi dia bukan wanita serakah dan pengecut. Dia sudah janji dengan Emma dan harus menepatinya.

"Kamu tahu, aku sangat mencintai Emma, istriku. Aku tidak mau kamu menjadi orang ketiga dalam pernikahan kami. Aku tidak mau ada kamu dalam hidupku."

Akhirnya, luluh sudah benteng yang didirikan Giandra sedari tadi. Dia bertekad untuk tidak membantah atau membalas semua ucapannya. Namun, lisan barusan yang sengaja dikeluarkan sang suami, mengusik egonya. Siapa juga yang mau menjadi orang ketiga kalau tidak terpaksa? Dia pun terpancing lalu berdiri dan bersuara dengan lantang tetapi terkesan santai.

"Tenang saja, Bapak yang terhormat. Tugasku hanya melahirkan anakmu, setelahnya silakan memberi talak. Jadi Bapak tak perlu gelisah karena keberadaanku tidak akan lama."

Suasana menjadi sedikit menegang ketika kedua pasang mata saling bertemu. Ruangan mewah, rapi dan sejuk pun kini menjadi tak nyaman lagi sejak pria itu marah-marah tak jelas melampiaskan protes. Giandra gerah seketika meski gaun yang dipakai sedikit terbuka dengan menampakkan lengan mulusnya.

"Baguslah kalau begitu, aku hanya khawatir kelak kamu akan jatuh cinta padaku."

Lelaki itu cukup percaya diri dengan apa yang dimiliki sekarang. Tampan, kedudukan dan tajir, apa lagi yang kurang darinya? Dia yakin, sekali dia menebar pesona, semua wanita akan klepek-klepek dan tak bisa menolaknya.

"Tidak, Pak. Aku malah ragu, yang terjadi malah hal sebaliknya. Bapaklah yang akan jatuh cinta padaku terlebih dahulu."

Dalam jarak satu meter, mereka saling mengunci pandangan. Sepuluh, dua puluh detik akhirnya Darren memutuskan kontak mata tersebut. Dia sudah mencoba bertahan tetapi nyatanya kalah menantang sorot mata Giandra yang lebih judes darinya.

Entah, dia merasa harus segera menyudahi pandangan tersebut sebelum terbawa suasana yang akan membawanya ke suatu tempat yang disebut kenangan masa lalu.

Tampak sekali kalau wajah tampan itu menyimpan kekesalan. Air mukanya berubah, menelan ludah lalu terdengar dia menarik napas panjang. Mungkin saja, dadanya sesak atau jantung berdebar keras seolah ada seseorang sedang bermain drum di dalamnya.

Pria itu berbalik dan melangkah lebar setelah memamerkan sunggingan sinis. Punggung itu semakin menjauh dan hilang ketika dia menutup kembali pintu kamar hotel mewah yang sengaja di-booking Emma untuk malam pertama mereka.

Yes, wanita itu berteriak riang karena kepergian Darren sebenarnya adalah situasi yang sangat diharapkan. Meski malam itu adalah malam pertamanya secara agama, tetapi dia belum sepenuhnya siap menyerahkan kehormatan kepada suami yang tak dicintai dan mencintainya.

Tak sadar, Giandra mengangkat satu sudut bibirnya. Ada kepuasan tersendiri karena berhasil memenangkan adu tatap menatap barusan. Ingin mengukur seberapa kuat daya mata Darren melawan. Meski di sisi lain, dia harus menahan rasa nyeri di kepala tatkala memandang lama wajah lelaki dewasa yang ada di depannya. Entah, dia merasa cukup mengenal garis wajah itu. Namun, di mana dan kapan? Mengapa Gian tak bisa mengingatnya?

Komen (6)
goodnovel comment avatar
D'naya
serba salah jadi Giandra
goodnovel comment avatar
Intan Resa
lanjut dong
goodnovel comment avatar
D Lista
Gia terpaksa ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status