Beranda / Urban / Mafia Girl / Masalah Bernama Rinja

Share

Masalah Bernama Rinja

Penulis: Idnefe Diraf
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-15 21:39:54

Sorot mata Lily tajam meladeni tatapan wanita yang baru saja menghajar Parmin. Tangannya sudah mengepal keras.

“Anna,” panggil sang ibu. Lily menoleh dan melihat ibunya menggeleng pelan.

Seperti melawan nalurinya yang menyukai pertarungan, Lily tak begitu saja menurut. Namun sorot mata ibunya ternyata mampu meredam keinginannya sendiri. Dilepasnya genggaman tangan di lengan wanita tersebut.

Namun diluar dugaan, sebuah pukulan dilayangkan ke tulang pipinya.

Bugh!

Teriakan dari ibu dan adik-adiknya terdengar beberapa saat kemudian. Diperlakukan demikian, darah Lily kembali mendidih. Napasnya memburu menahan amarah.

“Ayo. Aku ingin lihat kamu akan melakukan apa,” tantang wanita tersebut. Tampak kedua temannya juga bersiaga di belakangnya.

"Anna," panggil Atmarini.

Lily melihat ibunya. Sekuat tenaga ia menahan gejolak amarah.

Deru napasnya perlahan melambat dan Lily bisa kembali tenang. Melewati wanita yang menghajar Parmin begitu saja.

"Iya benar. Pergi dari sana dan jangan coba cari masalah denganku," ejek wanita yang menghajar Parmin.

Lily tak menggubris omongan itu dan menghampiri ibunya. “Kita pulang, Bu.”

Atmarini membantu Parmin berdiri dan memapahnya pergi. Lily menoleh ke belakang dan menunggu adik-adiknya mengejar lalu menyusul ibunya. Dari kejauhan, Lily masih sempat melihat kesewenang-wenangan tiga gadis itu ke beberapa orang di pasar tradisional.

***

Parmin duduk di sofa ruang tamu dan Atmarini membersihkan mukanya yang lebam. Lily duduk tak jauh dari keduanya. Parmin beberapa kali mendesis ketika lukanya disentuh.

“Sakit ya?” tanya Atma.

“Ga sesakit harga diriku yang diinjak-injak Rinja dan teman-temannya, Bude. Mereka wanita dan aku tak sanggup melawan,” seru Parmin kesal.

Agafia datang beberapa saat kemudian dengan membawakan teh hangat dan menaruhnya di atas meja.

“Siapa mereka ini?” tanya Lily pada sang ibu.

“Yang berhadapan dengan kamu tadi adalah Rinjani. Biasa dipanggil Rinja. Lalu ada Wati dan Wita, kakak beradik yang sudah seperti pengawal pribadinya. Mereka memang suka berbuat onar di desa karena merasa pernah belajar ilmu bela diri ketika bersekolah di kota,” tutur Atma.

“Mereka wanita, dimana para pria di desa ini, kenapa tak ada yang melawan?” tanya Lily.

Atma mencelupkan kain putih ke air dalam baskom lalu memerasnya. “Sebenarnya beberapa kali sudah ada perlawanan. Namun semuanya berhenti ketika salah seorang pemuda dihajar habis-habisan oleh anak buah Ronggo, ayahnya Rinjani.”

“Jadi dia dari keluarga yang ditakuti,” gumam Lily.

“Kaya, sekaligus ditakuti,” imbuh Atma. “Aga,” panggil Atma yang mengedik ke baskom air. Agafia segera paham mengambil baskom lalu membawanya ke belakang.

“Maafkan saya, Bude. Saya janji akan mengganti uang bude secepatnya,” kata pemuda dua puluhan itu pada Atma.

“Sudah jangan dipikirkan. Yang penting sekarang mereka takkan mengganggu kamu lagi,” sahut Atma.

***

Lily terbangun karena mendengar tawa renyah Agafia di ruang tamu. Lily duduk di tepi tempat tidur. Senyumnya terbit.

“Akhirnya aku bisa tidur nyenyak.”

Keluar dari kamarnya, pusat perhatian mereka yang berada di meja makan berpindah padanya. Lily ragu mendekat karena ada dua orang asing di meja.

Natasha turun dari kursi dan menghampirinya. Menarik tangannya menuju meja makan.

Atmarini tersenyum pada putrinya, “Anna kenalkan, ini pak Ruslan ketua RT di desa ini. Dan ini putranya Raga.”

“Salam kenal, Anna.” Raga cepat-cepat berdiri dan menjulurkan tangannya dan memasang senyum paling manis.

“Halo.” Lily duduk di samping adiknya tanpa membalas jabatan tangan pemuda di depannya. “Ada apa ini, Bu?” tanya Lily pada Atma.

“Mungkin kamu sudah lupa kalau di negara ini, jika ada tamu yang bermalam harus melapor ke ketua RT,” tutur Atma.

“Ibu benar, aku sudah lupa,” jawab Lily sekenanya. Ia menyentuh pipi Natasha yang baru saja mengambilkannya sepiring nasi.

“Tak masalah, Nak Anna. Saya kenal baik dengan ibumu jadi aku yakin, ibumu takkan sembarangan memasukkan orang ke rumahnya.” Mata lelaki paruh baya itu berputar pada Atma.

“Terima kasih, Pak Ruslan.” Atma mengangguk sopan.

“Dek Atma ini, kan sudah berkali-kali aku bilang. Panggil mas saja biar lebih akrab.” Lelaki paruh baya itu tertawa diujung kalimatnya.

Kesan pertama Lily pada lelaki bernama Ruslan itu langsung menerbitkan ketidaksukaan. Ruslan dengan jelas mencoba menggoda ibunya yang memang masih sangat cantik di usianya yang beranjak 40 tahun.

Acara makan malam selesai dan lelaki ganjen bernama Ruslan itu masih mencoba menggoda ibunya saat hendak pamit. Lily mengamati dari kejauhan ibunya yang berusaha tetap meladeni dengan sabar.

Helaan napas panjang yang lega diperlihatkan ibunya saat pintu rumah itu ditutup. Atma balik badan dan tersenyum janggal pada Lily.

“Kenapa, Anna?” tanya wanita dengan rambutnya yang diikat membulat itu.

“Ibu tak berubah. Masih saja menjadi wanita yang menekan perasaannya sendiri.”

“Apa maksud kamu, sayang?” tanya Atma sembari membereskan piring kotor di meja makan.

“Aku tahu ibu tak nyaman dengan perlakuan pria bernama Ruslan tadi.”

Atma menoleh cepat lalu tersenyum dan kembali fokus menumpuk piring kotor. “Ibu berusaha menghormati posisinya sebagai orang yang dihormati di desa.”

“Tidak semua orang pantas dihormati, Bu.” Lily beranjak dari tempatnya dan kembali duduk di kursi.

“Ibu memperlakukan siapapun sama, Anna.”

Anna tak mendebat ibunya. Ia bangkit dari kursi dan berjalan ke halaman belakang rumah. Diambilnya handphone dari dalam saku.

“Tidak ada sinyal. Baguslah. Lebih baik mereka tak mengetahui posisiku,” gumamnya. Tiba-tiba saja Lily ingin berjalan-jalan di sekitar kampung. Ia masuk ke kamarnya dan kembali lagi sudah mengenakan hoodie. Berjalan cepat dan melompati tanaman Topiary yang memagari rumahnya.

Tangannya masuk ke dalam saku. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar tempat tinggal ibunya. Desa itu cukup besar. Meskipun demikian, saat malam suasananya sepi.

Lily memeriksa jam tangannya. “Padahal baru jam 8 malam.”

Langkah kakinya terhenti karena tiba-tiba menyaksikan seorang gadis muda tersungkur di tanah. Tak berselang lama, sosok yang baru saja dikenalinya siang tadi mendekati gadis tersebut.

“Ampuni aku, Rinja. Aku sama sekali tak berniat mendekati Adi."

Wanita yang dipanggil Rinja tak menggubris dan menendang perut gadis tersebut. Disusul tawa bengis dua gadis di belakangnya yang setahu Lily namanya Wati dan Wita.

“To—“

Gadis muda itu mencoba berteriak namun buru-buru dihadiahi tendangan di muka. Lily mendadak geram karena melihat pertarungan yang tak seimbang.

Matanya berputar dan tangannya dengan sigap menyambar kain yang tergantung di tali jemuran warga. Digunakannya sebagai cadar untuk menyembunyikan identitasnya.

“Tak ada yang akan menolongmu. Ini jalanan paling gelap dan sepi di kampung. Jika pun ada yang lewat, takkan ada yang berani melawanku,” kata Rinja sesumbar.

Gadis malang itu merangkat dan berusaha menjauh sampai sepasang kaki menghentikannya. gadis itu mendongak. Lily hanya memandangi dengan sorot mata birunya.

“Siapa kamu?” tanya Rinja.

Lily tak menjawab dan membantu gadis malang di depannya berdiri. Kepalanya mengedik ke samping memintanya menjauh.

“Ada yang mau jadi jagoan di desa ini rupanya,” ujar Rinja. Sembari melemaskan otot tangannya. Lily diam siaga.

Satu pukulan cepat dilayangkan Rinja ke arah Lily. Tanpa susah payah, Lily meraih tangan Rinja dan membanting tubuhnya ke tanah. Wati dan Wita kompak kaget karena Rinja dijatuhkan dengan mudah.

Rinja berusaha bicara namun tak satu pun kata keluar dari mulutnya karena kesakitan yang baru saja diterimanya. Wati dan Wita mendadak gentar. Mereka akhirnya memilih memapah tubuh Rinja dan menjauh.

“Terima kasih sudah menolongku,” kata gadis muda di belakang Lily.

Lily balik badan mata birunya sempat terkena cahaya. Membuat gadis muda itu terkesiap.

“Siapa kamu sebenarnya?”

Tunggu bab berikutnya ya. Jangan lupa subscribe dan tinggalkan review di kolom komentar ya. Kasih tau pendapat kalian tentangg novelku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mafia Girl   Kunci Spesial

    Kedua tangannya mengepal kuat. Lily reflek menoleh karena merasakan Cahya yang merapat padanya. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya pemuda yang seumuran dengannya itu tampak ketakutan. Lily membaca situasi. Delapan orang yang mengepung dengan membawa parang cukup membuatnya khawatir. ‘Jika sendiri, dengan sedikit keberuntungan mungkin aku bisa mengalahkan mereka semua. Tapi ada orang lain yang bersamaku. Apa iya aku harus mengorbankannya,’ batin Lily. Anak buah Galuh semakin mendekat dengan parang mengancam. Lily semakin siaga. Sementara Cahya terlihat semakin khawatir. “Aku ingin berduel satu lawan satu dengan Galuh,” teriak gadis cantik berambut pirang itu tiba-tiba. Gerombolan pemuda yang mengepung saling pandang. Salah seorang dari mereka tampak menoleh ke belakang. “Dan siapa kamu berani menantangku duel?” terdengar suara seorang wanita menjawab dari arah dalam. Segerombolan pemuda itu terbelah dan sosok

  • Mafia Girl   Misi Dari Saketi

    “Lepaskan Din ... dan sebagai gantinya aku yang akan jadi anak buahmu.” Saketi mengamati wajah Lily yang serius. Sejenak kemudian, ia tertawa terbahak diikuti anak buahnya. Lily yang merasa diremehkan, balik badan dan menendang sebelah kaki anak buah Saketi hilang keseimbangan. Belum puas, gadis berambut pirang itu menghujamkan pukulan ke dada dan membuatnya jatuh. Tawa riuh seketika senyap melihat anak buah Sakti kesakitan memegangi dada. Lily digeruduk. “Hentikan!” perintah Saketi. Lily masih dengan kuda-kuda siaga menyaksikan belasan anak buah Saketi mundur setelah menerima titah dari majikannya. “Sepertinya aku meremehkanmu.” Saketi bangkit dari duduknya dan mendekati Lily. Mengamatinya dari ujung kepala ke ke kaki. “Baik. Aku akan melepaskan Din. Tapi aku harus melihat buktinya kalau kamu benar-benar bisa berguna.” “Apa yang harus kulakukan?” tanya Lily. Saketi tak menjawab dan hanya menyeringai lebar. ***

  • Mafia Girl   Keputusan Berani

    “Ah ini dia. Yang ditunggu akhirnya datang juga,” kata Saketi yang berdiri dengan tangan bersedekap. “Ibu!” “Stop!” Lily berhenti bergerak karena melihat Saketi menarik kerah baju ibunya. “Tunggu! Mereka tak tahu apa-apa. Tolong lepaskan mereka,” pinta Lily memohon. “Kamu mencari orang yang membakar motormu kan? aku pelakunya,” kata Lily dengan suara bergetar. Baru kali ini ia takut kehilangan seseorang dalam hidupnya. “Aku sudah tahu mengenai hal itu,” ujar Saketi. Ia melepaskan cengkeraman tangannya dari kerah baju Atmarini dengan kasar. “Sak, kita bisa bicarakan ini baik-baik,” ujar Din. Saketi mendengus. “Kalian ini rupanya dekat ya.” Lelaki bertubuh kekar dengan kulit agak legam itu berjalan mendekati Lily dan Din. Memperhatikan keduanya. “Jelaskan padaku, apa alasanmu membakar motor Din?” Lily terhenyak. “Aku tak melakukannya." Saketi memiringkan kepala karena heran. “Ada yang aneh di sini. Jika me

  • Mafia Girl   Konsekuensi Pembakaran Motor

    Semilir angin dari jendela berjeruji besi masuk dan membelai muka. Memaksa mata birunya terbuka lalu mengerjap pelan mengumpulkan kesadaran. Sementara dari arah ruang tengah Lily mendengar suara ibu dan adik-adiknya. Lily bangkit dan menguak pintu, mengalihkan fokus ibu dan adik-adiknya. “Anna?” seru sang ibu yang masih memangku Natasha. “Baru bangun kak?” tanya gadis kecil bermata biru itu sambil tersenyum. Lily ikut tersenyum dan mendekat ke meja. Mengambil air putih dan meneguknya. Tampak di dapur, Agafia sedang sibuk meracik bumbu. Lily baru sadar waktu makan siang sebentar lagi setelah matanya berputar ke jam dinding yang menunjuk angka 11. ‘Sepertinya semalam tidurku nyenyak sekali,’ batin Lily. “Kamu darimana semalam?” tanya Atmarini membuyarkan lamunannya. Lily menyandarkan punggungnya ke kursi. “Keliling di sekitar kampung saja, Bu.” “Kalau begitu kamu tahu kejadian menghebohkan semalam kan?” Li

  • Mafia Girl   Balas Dendam

    “Lily,” panggil Adi yang berlari mendekat dengan panik. “Apa yang terjadi?” tanya Lily. “Entahlah. Kami bangun dan tiba-tiba motor sudah dalam kondisi seperti itu.” Lily kembali melihat ke arah motor yang masih membara. Tampak Din dan warga berusaha memadamkan kobaran api. Karena banyak warga yang membantu, si jago merah dengan cepat dikuasai. Sayangnya Honda CBR 250 CC itu tak dapat diselamatkan. Lily mendekati Din yang masih memandangi motor yang gosong. Meremas pundaknya pelan. Din menoleh dan terkejut. “Lily. Maafkan aku. Motormu... “ “Kan sudah berkali-kali aku bilang kalau itu motormu,” potong Lily. Din tersenyum datar. “Aku enggak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba saja api sudah membesar.” “Tak masalah, Din. Yang penting kamu dan keluarga baik-baik saja.” Mata lelaki tampan itu kembali berputar mengamati motor yang sudah menghitam. Lily pun melakukan hal yang sama. Ada sesuatu yang mendadak mengganjal piki

  • Mafia Girl   Rasa Bernama Cinta

    “Sekarang kamu harus membayar kesombonganmu itu,” kata Jacob. Lily tahu lelaki itu berdiri di belakangnya karena mampu merasakan hembusan napasnya di tengkuk. “Benarkah? Bagaimana aku harus membayarnya?” tanya Lily dengan pandangan tetap ke depan. Tiba-tiba saja, tangan lelaki berjas hitam itu hendak meraba bukit indahnya. Namun dengan sigap Lily menangkap tangan si lelaki tak tahu diri. “Benar sekali. Kamu memang mesum.” Lily memutar tangan Jacob. Krek! “Aaaaaa!!!” Dua sekuriti berlari setelah mendengar teriakan majikannya. Lily menghadiahi Jacob dengan siku tangannya. Bugh! Jacob tumbang di lantai. “Bos,” teriak salah seorang satpam dengan begitu sampai di ambang pintu. “Tunggu apa lagi, hajar dia!” teriak Jacob kesakitan memegangi tangannya yang terkilir. Sekuriti berbadan besar meraih lengan Lily. Dengan sigap gadis berambut pirang itu memutar lengan dan membuat cengkeraman di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status