Share

Mafia Kaki Tangan Pemerintah
Mafia Kaki Tangan Pemerintah
Penulis: Napena

001 - Sisi Gelap

Suara tembakan terdengar saling sahut di sebuah gedung tua yang terletak tidak jauh dari perbatasan laut.

Dalam gelap gulita itu, bau anyir darah tercium hingga organ penciuman paling ujung, menusuk dan menimbulkan mual bagi orang-orang yang tidak terbiasa.

Dor!

Satu tembakan terdengar lagi.

Aksa menajamkan indra penglihatan dan pendengarannya. Pakaian serba hitam yang ia pakai berhasil menyembunyikan dirinya dari gelapnya malam. Telinganya tidak tuli ketika mendengar jeritan kesakitan dari orang-orang yang berhasil mafiosonya eksekusi.

Dan dengan percaya diri, dia melangkah masuk ke dalam sebuah pintu yang terletak di ujung gedung. Tempat yang akan menjadi sasaran empuk untuknya berpesta darah.

Prok, prok, prok.

Aksa bertepuk tangan ketika melihat lima orang sedang berjudi dengan duduk melingkari sebuah meja yang penuh dengan botol alkohol. Sudut bibirnya terangkat, membentuk senyum miring ketika melihat ekspresi terkejut dari kelima bajingan itu.

“Boleh saya ikut berpesta, Tuan?” sarkasnya diiringi kekehan kecil yang mencekam.

“Siapa Anda?! Bagaimana Anda bisa masuk ke ruangan ini?!” teriak laki-laki berbadan gempal dengan kaos hitam yang membungkus tubuhnya.

Bukannya menjawab, Aksa justru berjalan semakin mendekat ke arah mereka dan berkata, “Tidakkah kalian mendengar jeritan sedari tadi?” Senyum miring itu tidak hilang dari paras rupawannya.

“Orang gila. Tidak ada jeritan sedari ta-”

Dor! Dor! Dor!

Belum selesai kalimatnya, laki-laki berkaos hitam itu sudah jatuh tergeletak dengan darah yang mengucur deras dari kepalanya.

Keempat orang yang berada di sana melototkan bola matanya, terlihat seperti akan lepas dari kelopak mata masing-masing. Mereka menganga, menatap terkejut pada tubuh yang tergeletak di samping mereka.

“Lihat, bukankah darah itu terlihat sangat segar?”

Dan kalimat yang baru saja keluar dari mulut Aksa justru semakin mengoyak ketakutan keempatnya.

“Kenapa kalian tidak membelah perut teman kalian dan mengambil organ dalamnya?” Aksa bertanya sembari terus berjalan mendekat, membuat keempat orang itu berjalan mundur secara serentak.

“Ahh … menjijikkan. Darah teman kalian berbau begitu busuk dari jarak sedekat ini.”

“Lihat, sepatu mahal ini menjadi kotor karena darah teman kalian. Bukankah kalian harus menggantinya?” 

Ucapan-ucapan itu keluar dengan gampang dari mulut Aksa, setelah kakinya yang terbungkus oleh sepatu mahal menginjak darah yang keluar dari kepala orang berkaos hitam secara tidak sengaja.

“Ampun, Tuan. Ka-kami minta ampun. Kami akan melakukan apapun yang Tuan suruh. Tapi, t-tolong jangan bunuh kami, T-tuan.” Mereka merengek di hadapan Aksa dengan tubuh setengah bergetar dan pAndangan yang menatap tidak fokus.

“Bersimpuh.” 

Kalimat tegas penuh perintah itu langsung membuat keempatnya bersimpuh seketika. Mata mereka masih menatap Aksa dengan takut-takut. Memberi atensi pada yang paling berkuasa dalam gedung pada waktu itu.

“Kenapa menyelundupkan organ dalam manusia?” Pertanyaan selidik penuh makna itu keluar dari mulut Aksa.

Tidak ada yang menyahut. Semuanya memilih bungkam dan mengunci rapat-rapat mulut masing-masing.

Dor!

Satu tembakan hampir saja mengenai orang di ujung kanan jika gerak refleknya tidak cepat.

“K-kami hanya diperintah,” ujar orang yang baru saja hampir mati secara terbata.

“Siapa?” Kalimat tanya itu sarat akan dominasi yang berhasil membuat keempatnya semakin beringsut takut dan menempel pada dinding di belakang mereka.

“K-kami tidak bisa mengatakannya, T-tuan.”

Alis kanan Aksa terangkat, mereka tidak bisa mengatakannya, maka berarti ada orang dengan kuasa di balik mereka, pikirnya.

Aksa masih mengingat dengan sangat jelas, percakapannya dengan kepala kejaksaan semalam. “Eksekusi orang-orang yang ada di gedung X, mereka adalah komplotan penyelundup organ dalam dan selidiki orang-orang di balik mereka.”

Sudut bibirnya terangkat ke atas ketika mengingat bagaimana kepala kejaksaan tidak bisa menjawab pertanyaan singkatnya, “Kenapa saya harus mengeksekusi mereka?”

“Ya, karena mereka merugikan negara!” 

“Seharusnya Anda menjawab dengan lebih berbobot. Bukankah Anda seorang kepala kejaksaan? Seharusnya jawaban Anda adalah karena mereka tidak berperikemanusiaan dengan menjual organ dalam sesamanya. Bukankah seorang ahli hukum harusnya lebih bisa memilah kalimatnya?”

“Sudahlah Aksa, kamu hanya harus mengeksekusi mereka, karena saya yakin ada dalang dengan kekuasaan tinggi di belakang mereka.”

Dia terkikik geli usai mengingat bagaimana kepala kejaksaan terlihat sangat bodoh semalam. Ahh … tapi benar, kepala kejaksaan juga mencurigai ada dalang di balik penyelundupan ini, pikirnya.

“Tuan.” Panggilan dari belakang Aksa berhasil menarik kembali atensi Aksa.

Ada Axell, salah satu orang kepercayaan Aksa yang berdiri dengan pistol dan cipratan darah di mana-mana.

“Bawa mereka.”

Hanya dua kata yang Aksa berikan, tapi Axell berhasil menyeret keempat bajingan gila yang sedang bersama Aksa dengan dibantu oleh rekan mafiosonya.

Namun, tanpa Aksa dan Axell sangka, salah satu dari keempat orang itu berhasil mengambil pistol dari salah satu mafioso yang menyeret dirinya.

“Turunkan senjata kalian!” teriaknya lantang sembari menyandera salah satu mafioso yang sebelumnya adalah orang yang menyeretnya.

Laki-laki itu semakin menekan pistol yang berada dalam genggamannya di pelipis mafioso Aksa yang ia sandera. Dia bergerak mundur dan semakin merapatkan jari-jarinya di pistol yang ia ambil. Dan ketika Aksa maju selangkah, dia menarik pelatuk pistol itu.

Dor!

Dia memberi peringatan dengan memberikan satu tembakan ke atap gedung itu.

Aksa dan Axell hanya menatap laki-laki itu dengan tatapan datar tanpa nyawa. Tidak ada rasa gentar atau bahkan rasa takut dari kedua obsidian milik mereka. Keduanya justru sama-sama menarik sudut bibir kanannya, menunjukkan senyum menghina pada orang yang sedang menyandera mafiosonya.

Benar-benar terlihat seperti saudara kembar.

“Saya akan membunuh bawahan Anda jika Anda dan rekan-rekan Anda tidak mau menurunkan senjata kalian!”

“Bunuh saja.” Aksa melangkah maju, mendekat ke arah orang yang terlihat beringsut mundur itu dengan tatapan mengejek.

Dan tepat sebelum Aksa berhasil menembak kepalanya, satu orang lainnya berhasil memukul Aksa dengan besi yang entah dia dapat dari mana.

“Sial.”

Dor!

Dan suara tembakan itu terdengar usai Aksa mengumpat pelan.

“Shhhtt,” desisnya, merasakan timah panas di lengan kirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status